Epidemiologi Spine Curvature Disorder
Epidemiologi spine curvature disorder berbeda pada setiap negara dan ras, karena variasi genetik yang berbeda. Prevalensi skoliosis lebih tinggi dibandingkan kifosis dan lordosis. Di Indonesia terdapat data mengenai adult scoliosis idiopathic yang melaporkan faktor risiko yang terkait adalah jenis kelamin wanita dengan usia 14 tahun. [2,3]
Global
Sebuah data di Amerika melaporkan prevalensi terjadinya skoliosis (78,6%) lebih tinggi dibandingkan kifosis dan lordosis. Prevalensi dari kelainan kelengkungan tulang belakang berbeda pada setiap negara berdasarkan ras dan variasi genetik populasi tersebut. Studi yang dilakukan di Cina pada 6824 anak, terdapat 442 anak dengan skoliosis. Pada studi ini terdapat prevalensi skoliosis pada anak perempuan lebih tinggi (3,11%) dibandingkan laki-laki (1,96%). Skoliosis juga dapat dipengaruhi oleh usia, studi di Jepang pada 3424 anak, dilaporkan prevalensi skoliosis pada anak perempuan meningkat dari 0.78% pada usia 11-12 tahun dan 2.51% pada anak usia 13-14 tahun. Jenis dari skoliosis yang paling sering adalah skoliosis tipe toraks dan thorakolumbar. [3,16,30]
Indonesia
Studi mengenai prevalensi dan insidens terjadinya spine curvature disorder masih sangat terbatas di Indonesia. Namun, sebuah studi melaporkan pengamatan terhadap 621 penderita skoliosis idiopatik remaja / adolescent idiopathic scoliosis (AIS) di Jakarta, melaporkan 87,1% penderita AIS adalah wanita dengan rata-rata usia 14 tahun. Pada studi ini juga tercatat lebih dari 50% penderita memiliki Cobb angle lebih besar dari 40 derajat. Penderita umumnya melakukan kunjungan ke poli spesialis pada derajat kelengkungan 21-30 derajat. [31]
Mortalitas
Mortalitas dari pasien spine curvature disorder umumnya terjadi akibat komplikasi yang melibatkan kardiopulmonal. Menurut sebuah studi, pasien dengan kelengkungan lebih dari 110 derajat dapat memiliki fungsi paru hanya 40%, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya kematian akibat gagal nafas. Hal ini berkaitan dengan awal munculnya deformitas tersebut, awitan awal sejak lahir dapat memperburuk risiko terjadinya komplikasi gagal nafas pada pasien. [12,22]