Patofisiologi Amyloidosis
Patofisiologi amyloidosis berpusat pada proses misfolding dan agregasi protein prekursor yang biasanya larut, menjadi fibril amyloid yang tidak larut dan bersifat toksik. Protein amyloid ini lalu mengendap di ruang ekstraseluler berbagai organ. Proses ini, disebut amyloidogenesis, pada akhirnya menyebabkan disfungsi organ melalui gangguan arsitektur jaringan, stres oksidatif, inflamasi, dan apoptosis.[5,6]
Mekanisme Dasar, Misfolding, dan Agregasi Protein
Protein prekursor amyloid mengalami perubahan konformasi dari struktur alfa-heliks asli menjadi struktur beta-sheet yang tahan proteolisis. Kestabilan termodinamik protein memegang peran kunci. Kondisi seperti pH rendah, suhu tinggi, proteolisis terbatas, dan adanya ion logam dapat menggeser kesetimbangan menuju keadaan amyloidogenik.
Pada banyak kasus, protein yang tidak stabil mengalami disosiasi (misalnya, tetramer transthyretin menjadi monomer) atau pemaparan residu hidrofobik, yang kemudian memicu agregasi dan pembentukan fibril. Oligomer pre-fibril yang terbentuk selama proses ini seringkali bersifat sitotoksik dan berkontribusi terhadap kerusakan jaringan.[3,7]
Patofisiologi Amyloidosis Light-Chain (AL)
Amyloidosis tipe AL disebabkan oleh deposisi fragmen imunoglobulin light chain yang diproduksi oleh klon sel plasma ganas. Rantai ringan yang bersifat amyloidogenik ini secara intrinsik tidak stabil dan rentan mengalami misfolding.
Selain mengendap secara fisik dan mengganggu arsitektur jaringan, rantai ringan ini juga memiliki efek sitotoksik dan pro-apoptosis langsung, khususnya pada sel jantung, yang berkontribusi terhadap disfungsi organ bahkan sebelum pembentukan fibril masif.[4,5,7,8]
Patofisiologi Amyloidosis Transthyretin (ATTR)
Amyloid transport protein transthyretin (ATTR) normalnya bersirkulasi sebagai tetramer yang stabil. Pada ATTR, ketidakstabilan menyebabkan disosiasi tetramer menjadi monomer yang kemudian mengalami misfolding dan agregasi. Ketidakstabilan ini dapat disebabkan oleh:
- Mutasi (ATTRv/herediter): Mutasi titik pada gen TTR meningkatkan ketidakstabilan termodinamik protein, sehingga mempercepat disosiasi dan agregasi. Jenis mutasi menentukan fenotipe klinis, misalnya neuropati atau kardiomiopati
- Penuaan (ATTRwt/senil): TTR wild-type (tanpa mutasi) menjadi tidak stabil seiring usia, mengakibatkan terjadinya amyloidosis kardiak awitan lambat (late onset).
- Deposisi amyloid ATTR seringkali dipicu oleh pemecahan proteolitik yang menghasilkan fragmen C-terminal yang sangat amyloidogenik.[5,7]
Patofisiologi Amyloidosis A (AA)
Amyloidosis A disebabkan oleh deposisi protein serum amyloid A, sebuah reaktan fase akut yang kadarnya meningkat secara kronis pada kondisi infeksi atau inflamasi. Kadar serum amyloid A yang tinggi dan persisten dalam jangka panjang melebihi kapasitas klirens tubuh, sehingga memicu proteolisis dan misfolding-nya menjadi fibril AA. Pengendalian penyakit inflamasi yang mendasari merupakan kunci untuk menghentikan progresi amyloidosis ini.[3,5]
Pembentukan Fibril dan Komponen Non-Fibrilar
Fibril amyloid matang tersusun dalam konfigurasi beta-pleated sheet antiparalel yang khas, yang memberikan sifat tidak larut dan resisten terhadap proteolisis. Pembentukan fibril in vivo tidak terjadi dalam isolasi, tetapi selalu dikaitkan dengan kodeposisi komponen non-fibrilar penting, yaitu:
- Komponen serum amyloid P: Melindungi fibril dari degradasi.
- Glikosaminoglikan: Memodulasi fibrillogenesis dan deposisi.
- Apolipoprotein: Berperan dalam stabilitas deposit.[6]
Mekanisme Kerusakan Jaringan
Deposisi amyloid menyebabkan kerusakan organ melalui beberapa mekanisme:
- Gangguan mekanik: Pengendapan massa amyloid secara fisik mengganggu arsitektur dan integritas jaringan.
- Toksisitas seluler: Interaksi langsung antara protein amyloid (terutama oligomer) dengan reseptor permukaan sel memicu stres oksidatif, respons inflamasi, dan kaskade apoptosis.
- Iskemik: Deposisi pada dinding pembuluh darah darah menyebabkan gangguan perfusi jaringan.[5,6]
Ciri Khas Histopatologi
Secara histologis, deposit amyloid tampak sebagai material eosinofilik amorfik pada pewarnaan hematoksilin-eosin. Diagnosis definitif ditegakkan dengan pewarnaan Congo red, yang menunjukkan birefringence hijau-apel di bawah cahaya terpolarisasi, sebuah karakteristik patognomonik yang dihasilkan dari struktur beta-sheet yang teratur.[3]