Epidemiologi Blefaritis
Epidemiologi blefaritis di Indonesia belum diketahui. Blefaritis tidak menyebabkan kematian atau kebutaan secara langsung.
Global
Blefaritis adalah salah satu keluhan okuler yang paling sering ditemukan, tetapi data epidemiologis mengenai blefaritis masih sangat minim. Dokter spesialis mata (ophthalmologist) dan ahli optometri (optometrist) di Amerika Serikat menemukan pasien dengan tanda-tanda blefaritis sebanyak 37% dan 47% dalam praktek sehari-hari. Sekitar 5% kasus penyakit mata pada layanan primer di Inggris adalah kasus blefaritis.[6,7]
Blefaritis di Korea Utara dilaporkan sering kali muncul pada penyakit lain, seperti kalazion, pterigium, gastritis, sindrom Sjorgen, rosasea, dermatitis atopik, ulkus peptikum, dan irritable bowel syndrome.[8] Lebih dari 50% pasien dengan mata kering juga mengalami blefaritis.[1,7]
Setiap rentang usia dan kelompok etnis dapat mengalami blefaritis tanpa terkecuali. Prevalensi dan insidensi blefaritis meningkat seiring waktu, dengan usia terbanyak sekitar 40 tahun pada blefaritis Staphylococcus dan 50 tahun pada blefaritis kronis. 80% pasien blefaritis adalah wanita. [1,7]
Mortalitas
Blefaritis tidak menyebabkan kematian ataupun kebutaan secara langsung. Dalam beberapa kasus, blefaritis yang mengalami komplikasi dapat menyebabkan kebutaan akibat keratopati superfisial dan perlukaan kornea.[1,3]