Penatalaksanaan Tetanus
Penatalaksanaan tetanus bertujuan untuk mengeliminasi bakteri yang terdapat pada luka untuk mencegah pelepasan toksin lebih lanjut, menetralkan toksin yang belum terikat pada sel saraf, serta terapi suportif untuk meminimalkan efek dari toksin tetanus.[6]
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis tetanus meliputi pemberian antitoksin, antibiotik, antiepilepsi, dan terapi lain untuk mengurangi gejala yang ditimbulkan oleh toksin.
Antitoksin
Antitoksin yang dianjurkan adalah human tetanus immunoglobulin (HTIG) dengan dosis 3000-6000 unit intramuskular dibagi dalam beberapa kali pemberian dengan dosis yang sama. Dosis bayi adalah 500 unit intramuskular tunggal.[7,8]
Bila tidak tersedia HTIG dapat digunakan anti tetanus serum (ATS) dengan dosis 100.000-200.000 unit dibagi separuh dimasukkan intravena dan sisanya dimasukkan intramuskular pada hari pertama. Dosis untuk bayi adalah 10.000 unit intramuskular. Penggunaan ATS harus diawasi ketat karena risiko terjadi reaksi anafilaktik yang lebih tinggi.
Antibiotik
Antibiotik digunakan untuk mengeradikasi bakteri. Antibiotik pilihan adalah metronidazole dengan dosis 500 mg intravena setiap 6 jam atau 1 gram setiap 12 jam untuk pasien dewasa dan 7,5 mg/kgBB tiap 8 jam. Antibiotik lain yang dapat digunakan adalah klindamisin, tetrasiklin, eritromisin, kloramfenikol, dan penisilin.[6-8,22]
Medikamentosa Lainnya
Untuk mengurangi spasme yang terjadi akibat efek toksin, dapat diberikan benzodiazepin. Diazepam dapat diberikan secara berkelanjutan dengan dosis 0,5-15 mg/kg/hari atau diberikan intermiten dengan dosis 5 atau 10 mg maksimal 3 dosis setiap jam. Beberapa pasien dapat mentoleransi dosis diazepam hingga 600 mg per 24 jam.
Lorazepam ataupun infus midazolam juga dapat dipergunakan untuk mengatasi spasme otot. Terapi lain yang dapat digunakan antara lain propofol, dantrolen, magnesium sulfat, hingga terapi yang lebih invasif seperti pemberian baclofen yang disuntikkan secara intratekal.
Spasme yang mengganggu fungsi pernapasan ditangani dengan intubasi dan pemasangan ventilasi mekanik, diikuti dengan pemberian muscle relaxant dengan pilihan obat vecuronium.
Disfungsi otonom diatasi dengan pemberian labetalol, morfin, klonidin, ataupun fentanil tergantung dari kelainan yang muncul.[4,6,7]
Terapi Non Farmakologis
Terapi non farmakologis pasien tetanus adalah dengan melakukan eksplorasi dan debridemen secara menyeluruh pada luka yang dicurigai sebagai port d’entree. Pasien sebaiknya ditempatkan di ruangan perawatan terpisah yang sunyi dan sebisa mungkin terhindar dari stimulus cahaya (ruangan gelap) dan taktil (pengunjung dibatasi).
Pada kasus tetanus dengan gagal napas dan membutuhkan ventilasi mekanik pasien dirawat di ICU. Tindakan trakeostomi terkadang harus dilakukan apabila intubasi endotrakeal merangsang terjadinya spasme saluran napas atas.
Diet pada pasien tetanus dianjurkan menggunakan pipa nasogastrik dan diberikan diet tinggi kalori. Terapi cairan juga harus adekuat akibat metabolisme tubuh yang meningkat. [6-8]