Etiologi Halitosis
Etiologi halitosis (bau mulut) merupakan suatu keadaan yang multifaktorial dan dapat disebabkan oleh faktor oral maupun non-oral. Bakteri dan tongue coating, Namun, sekitar 80-90% penyebab halitosis berasal dari dalam rongga mulut itu sendiri. [1-3]
Faktor Oral
Beberapa faktor yang mempengaruhi halitosis secara intra oral adalah sebagai berikut.
Bakteri dan Tongue Coating
Penyebab halitosis didominasi oleh faktor yang berasal dari rongga mulut yaitu bakteri. Di antara berbagai jenis bakteri yang ada di rongga mulut, bakteri anaerob gram negatif diketahui paling berperan dalam menghasilkan gas VSCs. Bakteri tersebut seringkali hidup dan berkembang biak pada lubang gigi, poket periodontal, ruang diantara sela-sela gigi, dan punggung lidah. Namun, daerah punggung lidah bagian posterior merupakan tempat tinggal utama bagi bakteri penyebab halitosis yang seringkali berada pada tongue coating. [6-8]
Tongue coating merupakan lapisan putih yang terdapat pada permukaan punggung lidah. Lapisan tersebut terdiri dari sel epitel terdeskuamasi, plak, debris makanan, bakteri dan protein saliva. Di atas permukaan lidah terdapat papila yang berfungsi sebagai kuncup pengecap. Bentuk anatomis papila lidah merupakan lingkungan yang ideal untuk perkembangan bakteri anaerob yang tahan pada kondisi dengan kadar oksigen rendah. [9,10]
Bakteri penyebab halitosis mampu melakukan aktivitas putrefaksi untuk menguraikan protein (proteolysis), yang berasal dari sel epitel mulut, saliva, sel-sel darah, cairan sulkus gingiva, dan sisa makanan, menjadi asam amino. Asam amino utama yang mengandung sulfur yakni cysteine, cystine, methionine, tryptophan dan lysine. Asam amino tersebut memicu terbentuknya gas-gas penghasil halitosis mengandung sulfur yang disebut volatile sulfur compounds (VSCs). [2,5,9]
Bakteri yang diketahui dapat memproduksi VSCs adalah golongan Gram-negatif seperti: Aggregatibacter actinomycetemcomitans, spesies Actinomyces, Atopobium parvulum, Campylobacter rectus, spesies Desulfovibrio, Eikenella corrodens, Eubacterium sulci, spesies Fusobacterium, Peptostreptococcus micros, Porphyromonas endodontalis, Porphyromonas gingivalis, spesies Prevotella, Solobacterium moorei, Tannerella forsythia, Treponema denticola, spesies Veillonella, dan spesies Vibrio.
Bakteri yang dianggap paling berperan sebagai penyebab halitosis adalah bakteri berpigmen hitam seperti Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, dan Fusobacterium nucleatum. [2,11]
Kondisi Fisiologis Oral
Aktivitas oral yang menurun saat tidur di malam hari dan adanya penurunan produksi saliva menyebabkan bakteri penghasil VSCs lebih aktif. Oleh karena itu, halitosis sering muncul pada pagi hari setelah bangun tidur dan biasa disebut morning breath. Namun, keadaan ini wajar dan halitosis akan segera hilang setelah kumur dengan air putih, sarapan, atau menyikat gigi. [10]
Kondisi Patologis Oral
Kondisi patologis pada rongga mulut yang dapat memicu timbulnya halitosis antara lain penyakit periodontal, penyakit peri-implant, lesi karies dalam, nekrosis pulpa gigi terbuka, perikoronitis, lesi-lesi mukosa mulut, penyembuhan luka, impaksi makanan atau debri, restorasi gigi yang kurang baik, gigi tiruan yang kotor, dan faktor-faktor yang dapat menurunkan laju alir saliva. [11,12]
Xerostomia atau mulut kering juga merupakan suatu kondisi yang dapat memicu timbulnya halitosis karena berkurangnya laju alir saliva membuat sisa makanan menempel pada mulut dan aktivitas bakteri meningkat. [11,12]
Etiologi Ekstra Oral
Makanan atau Minuman
Transient halitosis atau halitosis sementara dapat disebabkan oleh makanan dan minuman yang menghasilkan bau seperti bawang, makanan pedas, kopi dan minuman alkohol. Halitosis yang dihasilkan dari makanan dan minuman tersebut akan hilang bila makanan atau minuman tersebut tidak dikonsumsi lagi. [11,12]
Merokok
Perokok memiliki halitosis yang khas dan bau tersebut dapat bertahan lebih dari satu hari akibat penumpukkan nikotin pada gigi, lidah, dan gusi. Selain itu, kebiasaan merokok juga dapat menurunkan laju alir saliva sehingga bakteri mudah berkembang dan akhirnya menimbulkan halitosis. Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan untuk menghilangkan halitosis seperti ini adalah dengan menghentikan kebiasaan merokok. [10,12]
Obat-Obatan
Obat-obatan yang dapat menyebabkan mulut kering memicu timbulnya halitosis. Beberapa obat yang dapat menurunkan produksi saliva antara lain golongan antidepresan, antipsikotik, narkotika, amfetamin, anti histamin, anti hipertensi, agen anti refluks, agen sitotoksis, dimethyl sulphoxide (DMSO), disulfiram, nitrat dan nitrit, phenothiazine, dan penyalahgunaan agen pelarut (solvent agents). [10]
Penyakit Sistemik
Halitosis yang disebabkan oleh penyakit sistemik seringkali dideteksi dengan mengobservasi udara yang keluar dari hidung dan mulut. Beberapa penyakit sistemik menimbulkan bau yang khas pada udara pernapasan. Adapun penyakit yang bisa menyebabkan halitosis antara lain :
- Gangguan Saluran Pernapasan: Infeksi hidung atau masuknya benda asing pada hidung, sinus paranasal atau saluran pernapasan bisa menjadi penyebab timbulnya halitosis. Pada anak-anak, masuknya benda asing seperti mainan ke dalam hidung sering menjadi penyebab halitosis. Selain itu, infeksi pada saluran pernapasan seperti tonsillitis, bronkhitis, bronkhiektasis, infeksi paru-paru, atau tumor dapat berperan dalam menimbulkan halitosis [9]
- Gangguan Saluran Pencernaan: Bakteri Helicobacter pylori dicurigai sebagai penyebab halitosis yang bersumber dari faktor ekstra-oral, namun, hal ini jarang menjadi etiologi halitosis. Keadaan seperti oesophageal reflux dan pyloric stenosis dianggap dapat menimbulkan halitosis [9]
- Gangguan metabolisme: Diabetic ketosis, gagal ginjal, penyakit hati, dan trimethylaminuria dapat menimbulkan bau pada udara pernapasan. Masing-masing penyakit memiliki bau yang khas [9]
Etiologi Psikogenik
Pada beberapa pasien yang mengeluhkan bau mulut, tidak ditemukan bukti adanya bau mulut setelah dilakukan pemeriksaan dengan tes yang objektif. Kondisi seperti ini merupakan suatu bentuk delusion atau monosymptomatic hypochondriasis (self halitosis, halitophobia). Pasien seperti ini cenderung memiliki penyakit psychosomatic dan ketidakdewasaan mental. Selain itu, kecemasan juga bisa meningkatkan halitosis. [10]