Efikasi Photodynamic Therapy (PDT) dalam Terapi Halitosis

Oleh :
drg. Muhammad Garry Syahrizal Hanafi

Teknik photodynamic therapy (PDT) untuk terapi halitosis merupakan salah satu bentuk fototerapi yang menggunakan sinar dan substansi kimia photosensitizing yang oksigen molekuler sehingga menimbulkan kematian sel bakteri (phototoxicity). Jenis terapi ini diklaim memiliki efektivitas yang baik dalam mengurangi gejala halitosis.[7,8]

Hal ini didasarkan pada halitosis yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti proliferasi dan metabolisme bakteri, misalnya bakteri gram negatif. Faktor-faktor tersebut mempermudah terbentuknya volatile sulfur compounds (VSCs). VSCs ini merupakan sebuah gas volatile yang terbentuk dari proses putrefaksi bakteri sisa makanan, deskuamasi sel, saliva, dan darah di dalam rongga mulut.[3,4,7]

tutupmulut

Beberapa pilihan dalam penanganan halitosis telah disarankan, seperti obat kumur (misalnya chlorhexidine 0,012%), alat mekanis untuk menghilangkan plak di lidah (tongue scraper atau sikat lidah), dan bahan yang dapat menutupi bau tidak sedap (misalnya permen karet, tablet kunyah, dan semprotan pewangi rongga mulut).

Akan tetapi, pilihan-pilihan penanganan ini berisiko menimbulkan konsekuensi iritasi jaringan lunak rongga mulut. Sedangkan PDT dianggap memiliki efek samping minimal, dapat mempertahankan mikrobiota oral, dan memiliki toksisitas minimal.[5–7]

Photodynamic Therapy

Photodynamic therapy (PDT) bertujuan untuk menghancurkan bakteri atau sel yang tidak sehat dengan reaksi fotokimia menggunakan substansi non toksik dan sensitif terhadap cahaya (fotosensitizer), seperti methylene blue 0,005%. Fotosensitizer ini dikombinasikan dengan cahaya dengan panjang gelombang 630–830  nm dengan adanya oksigen. Panjang gelombang ini bertepatan dengan spektrum penyerapan fotosensitizer.[1,7]

Teknik PDT hanya akan efektif mengurangi jumlah bakteri pada area yang dilapisi oleh pewarna dan disinari oleh cahaya, sehingga fotosensitizer diaplikasikan pada area terbanyak yang membentuk gas VSCs. Umumnya, area yang menyumbang gas VSCs terbesar adalah di dorsal lidah. Maka dari itu, terapi PDT difokuskan pada area tersebut untuk mengurangi jumlah bakteri.[8,9]

Adanya interaksi antara fotosensitizer, cahaya dengan panjang gelombang tertentu, dan oksigen kemudian akan menyebabkan terjadinya absorpsi foton. Foton yang terabsorpsi akan mencapai kondisi eksitasi dan bereaksi dengan oksigen membentuk reactive oxygen species (ROS). Reaksi ini akan menginisiasi kematian bakteri.[1]

Karena kemampuannya dalam membunuh bakteri, PDT dianggap bermanfaat dalam mengurangi jumlah bakteri penyebab halitosis. Maka dari itu, banyak penelitian dilakukan untuk mengevaluasi apakah PDT memiliki efikasi yang baik dalam mengurangi gejala halitosis.[12,13]

Efikasi Photodynamic Therapy dalam Terapi Halitosis

Pemanfaatan photodynamic therapy (PDT) dalam penanganan halitosis dinilai efektif karena hasil yang diharapkan dari penurunan konsentrasi H2S dari pemeriksaan gas chromatography dapat dicapai dengan segera, dan resistensi bakteri hampir tidak mungkin terjadi. Hal ini dikarenakan oksigen tunggal dan radikal bebas berinteraksi dengan struktur sel bakteri dan jalur metabolisme yang spesifik dan berbeda.[2,5]

Studi Randomized Controlled Trial Mengenai Perbandingan PDT dengan Tongue Scraper serta Kombinasi Keduanya untuk Halitosis

Lopes, et al. melakukan studi randomized, controlled, clinical trial pada 45 remaja usia 13–18 tahun dengan halitosis yang didiagnosis dengan gas chromatography. Studi ini membagi pasien menjadi 3 kelompok, yaitu mereka yang mendapat PDT saja (grup 1), tongue scraper saja (grup 2), dan kombinasi PDT dan tongue scraper (grup 3).

Pada baseline, didapatkan hasil konsentrasi H2S dari gas chromatography untuk grup 1 adalah 791 ppb (parts per billion), grup 2 466 ppb, sedangkan grup 3 1.508 ppb. Secara statistik, perbedaan angka ini tidak signifikan. Setelah dilakukan terapi, konsentrasi H2S menurun sebanyak 89% pada grup 1, (p=0,0004), 97% pada grup 2 (p=0,0007), dan 100% pada grup 3 (p=0,0010).[4]

Pada studi ini, penggunaan PDT pada dorsum lidah memberikan hasil terapeutik yang serupa dengan tongue scraper, tetapi dengan efek samping yang lebih rendah. Sedangkan kombinasi PDT dan tongue scraper menyebabkan penurunan komplit konsentrasi H2S pada studi ini.

Akan tetapi, studi ini kurang membahas efek samping seperti perdarahan dan kerusakan jaringan lunak pada penggunaan tongue scraper, serta rasa tidak nyaman dari teknik iradiasi.[4]

Systematic Review Efikasi PDT pada Halitosis

Motta et al. melakukan studi systematic review pada 6 studi randomized controlled trials (RCT) dengan total 255 pasien halitosis usia 13–67 tahun. Studi ini juga membandingkan terapi dengan PDT saja, tongue scraper saja, atau kombinasi keduanya.[6]

Pada pengamatan segera setelah terapi dan setelah hari ke–7, konsentrasi H2S tetap rendah pada mereka yang mendapat PDT. Akan tetapi, hasil studi, belum mendapatkan bukti yang jelas mengenai efek antimikrobial pada penggunaan PDT dibandingkan dengan tongue scraper. Hal ini karena, pasien yang mendapat kombinasi PDT dan tongue scraper memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan PDT saja.[6]

Berdasarkan pendekatan dengan GRADE, hasil studi yang dievaluasi ini masuk ke dalam very low certainty. Studi lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengidentifikasi frekuensi dan periodisitas per sesi untuk mendapatkan hasil terapi yang maksimal.[6]

Perbandingan PDT dan Tongue Scraper pada Follow Up sampai 90 Hari

Romero et al. melakukan studi randomized, controlled, single-blinded trial penggunaan PDT dibandingkan dengan tongue scraper pada 40 pasien halitosis usia 20–48 tahun. Kedua terapi juga dikombinasi dengan edukasi oral hygiene behaviour (OHB)/perawatan periodontal. Follow up dilakukan sampai dengan 90 hari pascaterapi dengan gas chromatography.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik PDT maupun tongue scraper menunjukkan penurunan konsentrasi H2S yang cukup signifikan setelah terapi. Akan tetapi, pada follow up hari ke–7 dan ke–90 didapatkan peningkatan konsentrasi H2S (≥112 ppb) lebih tinggi pada kelompok PDT yang tidak melakukan OHB dibandingkan yang mendapat tongue scraper.[6,14]

Kesimpulan

Studi yang ada menyatakan bahwa photodynamic therapy (PDT) memiliki efikasi yang sepadan dengan terapi konvensional, dilihat dari pengukuran kuantitatif konsentrasi H2S pada pemeriksaan gas chromatography. Teknik PDT dengan kombinasi tongue scraper maupun perawatan periodontal dinilai memberikan hasil yang lebih baik, dibandingkan perawatan PDT tunggal pada terapi halitosis.

Pada terapi dengan PDT, halitosis cenderung akan rekuren pascaterapi hari ke–7 jika PDT tidak dikombinasi dengan perawatan periodontal. Untuk mencegah hal ini, aplikasi PDT dianjurkan untuk dikombinasi dengan perawatan periodontal agar hasil terapi maksimal.

Masih diperlukan studi lebih lanjut mengenai efektivitas PDT dalam terapi halitosis, baik dalam teknik penggunaan iradiasi, penggunaan fotosensitizer, termasuk efek samping jangka panjang yang mungkin terjadi dalam penggunaannya.

Referensi