Diagnosis Intoleransi Makanan
Diagnosis intoleransi makanan ditegakkan apabila saat dilakukan eksklusi makanan gejala akan menghilang dan saat dilakukan reintroduksi gejala akan muncul kembali.
Anamnesis
Pada anamnesis biasanya dapat ditemukan gejala gastrointestinal seperti nyeri perut, perut terasa kembung atau begah, diare, sering flatulensi dan sendawa, mual, dan muntah. Gejala biasanya muncul beberapa jam setelah makan dan dapat menghilang dalam hitungan jam hingga hari. [1]
Intoleransi terhadap bahan aditif juga dapat menimbulkan gejala pada sistem organ lainnya:
- Kulit: urtikaria dan eksema
- Saluran pernapasan: sesak napas
-
Saraf: nyeri kepala dan migraine[20]
Pada kasus intoleransi laktosa, adanya gejala demam, muntah, penurunan berat badan, atau darah pada feses dapat mengarahkan ke defisiensi laktase sekunder. Adanya riwayat infeksi akut; kondisi kronik seperti penyakit celiac, penyakit Crohn, atau penyakit yang berkaitan dengan imun lainnya; atau riwayat terapi dengan antibiotik, kemoterapi, atau radiasi juga mengarahkan kepada defisiensi laktase sekunder. [7]
Dalam anamnesis, food recall penting untuk dilakukan dengan cermat. Hal-hal yang perlu digali adalah jenis makanan yang dikonsumsi terakhir, jarak antara konsumsi makanan dengan munculnya gejala, kuantitas jenis makanan yang diduga menimbulkan gejala intoleransi, dan respons pasien setiap memakan jenis makanan tersebut. Jika pasien mengalami kesulitan dalam melakukan food recall, pembuatan food diary atau food journal dapat membantu penegakkan diagnosis.
Food diary atau food journal merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk membantu pencatatan makanan yang dikonsumsi pasien. Pada food diary ini tercantum jenis makanan yang dikonsumsi, jumlah, waktu konsumsi dan waktu timbul gejala. Bahan makanan dalam kemasan juga perlu diperhatikan kandungannya dan perlu dicatat di dalam food diary. [23]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya normal, kecuali jika gangguan pada sistem gastrointestinal sangat berat sampai menimbulkan kondisi dehidrasi atau distensi abdomen. [6]
Pada intoleransi makanan akibat bahan aditif dapat ditemukan kelainan kulit seperti urtikaria dan eksema. [24]
Diagnosis Banding
Pasien dengan keluhan pada sistem gastrointestinal, memiliki diagnosis banding sebagai berikut. [6-8]
Tabel 3. Diagnosis Banding Intoleransi Makanan
Diagnosis Banding | Perbedaan |
Alergi susu sapi |
|
Penyakit Celiac |
|
Irritable bowel syndrome |
|
Kolitis (penyakit Crohn atau kolitis ulseratif) |
|
Gastroenteritis akibat infeksi virus, bakteri, parasit, atau jamur |
|
Sumber: dr. Shofa, 2019.
Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis intoleransi makanan, seperti pemeriksaan darah, pemeriksaan feses, food challenge test, breath test, confocal laser endomicroscopy (CLE), dan pemeriksaan biopsi.
Food Challenge Test
Food challenge test merupakan pemeriksaan baku untuk menentukan apakah pasien mengalami intoleransi makanan atau tidak. Pemeriksaan dilakukan dengan mengeksklusi makanan dari diet pasien sampai gejala tidak muncul. Gejala biasanya hilang total dalam 3–4 minggu. Kemudian, makanan yang diduga menjadi penyebab intoleransi direintroduksi kembali secara perlahan. Apabila gejala kembali muncul, maka pasien mengalami intoleransi terhadap makanan tersebut. [1,2,5]
Breath Test
Pemeriksaan breath test dilakukan untuk mengidentifikasi adanya intoleransi terhadap karbohidrat (laktosa, fruktosa, dan FODMAP). Fermentasi karbohidrat di saluran pencernaan akan menghasilkan gas, salah satunya adalah gas hidrogen. Hidrogen tidak diproduksi oleh tubuh sehingga jika ditemukan adanya hidrogen pada ekspirasi, maka hal tersebut merupakan fermentasi dari mikrobiota di usus. Hidrogen yang diproduksi ini akan masuk ke pembuluh darah dan dikeluarkan melalui ekspirasi di paru-paru. [25-27]
Untuk mendapatkan hasil breath test yang akurat, pasien diminta untuk melakukan hal-hal berikut:
- Tidak menggunakan antibiotik, laksatif, atau probiotik 14 hari sebelum pemeriksaan
- Diet rendah karbohidrat yang dapat difermentasikan 48 jam sebelum pemeriksaan
- Puasa pada malam sebelum pemeriksaan
- Membersihkan mulut dengan larutan antiseptik sesaat sebelum pemeriksaan dimulai. [28,29]
Karbohidrat yang diberikan adalah 25–50 gram dan berbentuk larutan. Hasil dikatakan positif jika ditemukan peningkatan 10–20 ppm hidrogen atau metan di atas nilai dasar pada dua kali pemeriksaan napas berjarak 15–30 menit dalam 3–5 jam. [5]
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk menyingkirkan adanya reaksi imunologi yang terlibat. Reaksi imunologi ini dapat dilihat melalui adanya peningkatan imunoglobulin, terutama kadar imunoglobulin E. Pada alergi makanan yang tidak dimediasi oleh IgE, peningkatan limfosit T dapat ditemukan. [2]
Pada pasien dengan gejala diare yang menimbulkan dehidrasi berat, elektrolit dapat diperiksakan untuk memeriksa adanya kehilangan elektrolit akibat diare. [6]
Pemeriksaan Feses
Pemeriksaan feses dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis intoleransi laktosa. Kadar pH normal pada feses adalah 5,0 – 5,5, pada bayi, anak, dan remaja. Pasien dengan intoleransi laktosa memiliki kadar pH yang lebih rendah di fesesnya. Pemeriksaan feses untuk menilai adanya infeksi akut seperti Giardia dan Cryptosporidia juga dapat dilakukan untuk mengetahui kemungkinan penyebab defisiensi laktase sekunder. [6,7]
Confocal Laser Endomicroscopy (CLE)
Confocal Laser Endomicroscopy merupakan pemeriksaan baru yang dapat melihat perubahan pada mukosa saluran pencernaan. Antigen makanan yang dicurigai sebagai penyebab gejala intoleransi diberikan ke mukosa duodenum via endoskopi. Jika terjadi peningkatan limfosit intraepitelial, kebocoran epitel, atau pembesaran rongga intervili dalam waktu 5 menit, maka dapat dikatakan bahwa pasien mengalami intoleransi terhadap antigen tersebut. Pemeriksaan pada 36 pasien dengan sindrom usus iritabel dan dugaan intoleransi makanan menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan CLE positif pada 61% pasien. Penggunaannya untuk praktik klinis masih diteliti lebih lanjut. [30]
Pemeriksaan Biopsi
Biopsi dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan bahwa intoleransi makanan disebabkan oleh kelainan mukosa pada saluran pencernaan, terutama pada kasus intoleransi laktosa. [6-8]