Epidemiologi Frostbite
Epidemiologi terkait prevalensi terjadinya frostbite di Indonesia tidak diketahui secara pasti karena tidak terdapat sistem pelaporan atau database standar sehingga data berasal dari subpopulasi terpilih yang umumnya terdiri dari individu dengan risiko tinggi. Berdasarkan penelitian, area tubuh yang paling rentan terhadap frostbite adalah tangan, kaki, wajah (termasuk hidung dan pipi), dan telinga dengan kelompok usia tersering berkisar antara usia 30-49 tahun.[2,3]
Global
Secara global, epidemiologi terjadinya frostbite paling umum terjadi pada anggota militer dan kegiatan olahraga ekstrim di negara yang memiliki iklim dingin. Berdasarkan data statistik Angkatan Darat di Amerika Serikat, didapatkan kasus frostbite dari 38,2 kasus per 100.000 orang pada tahun 1985 menurun menjadi 0,2 kasus per 100.000 orang pada tahun 1999 dengan wanita dan pria Afrika-Amerika 2,2-4,0 kali lebih sering menderita frostbite.[1,2]
Di Finlandia, penulis menghitung kejadian tahunan frostbite sebesar 2,2% dan risiko frostbite dalam seumur hidup pada anggota militer berusia 17-30 tahun sebesar 44%. Di Montreal, insiden frostbite sebesar 3,2 per 100.000 orang dan di antara 637 pendaki gunung di Iran didapatkan 366 per 1000 orang per tahun dengan frostbite.[2]
Berdasarkan usia dan jenis kelamin, insiden terjadinya frostbite terdapat pada laki-laki dewasa berusia 30-49 tahun. Populasi tunawisma, anak-anak, dan orang tua disertai adanya faktor risiko termasuk perilaku (pakaian tidak memadai, konsumsi alkohol/ obat-obatan, kurangnya akses ke tempat berlindung), fisiologis (dehidrasi, dataran tinggi, hipoksia), dan penyakit penyerta lainnya dengan kecenderungan hipoksia jaringan (diabetes melitus, penyakit pembuluh darah perifer, atau fenomena Raynaud) sangat rentan terhadap terjadinya frostbite.[1,2]
Di Rusia, pada bagian negara mendekati polar circle setidaknya 11.000 pasien tiap tahunnya mencari bantuan medis untuk kondisi frostbite. [7]
Sedangkan, terkait ras belum terdapat studi pasti mengenai kecenderungan ras terhadap terjadinya frostbite. Namun, individu yang tinggal di daerah iklim dingin seperti orang Eskimo dan Tibet sudah terbiasa menyesuaikan sehingga tidak rentan frostbite dibandingkan individu dari iklim tropis.[2]
Indonesia
Hingga saat ini, tidak ada data epidemiologis terkait frostbite di Indonesia. Pekerjaan
Mortalitas
Pada dasarnya frostbite merupakan penyakit dengan tingkat morbiditas yang tinggi. Mortalitas terjadi pada jaringan luka terinfeksi dan hipotermia secara bersamaan. Individu dengan diabetes melitus, gangguan jantung, populasi bayi, dan orang tua memiliki risiko tinggi mengalami hipotermia dalam cuaca dingin.[2,8]
Berdasarkan data dari Center for Disease and Control (CDC), dari tahun 1999-2011 terdapat total 16.911 kematian di Amerika Serikat, rata-rata 1.301 pertahun yang dikaitkan dengan paparan dingin berlebihan. Total kematian terkait hipotermia tahunan tertinggi (1.536) terjadi pada tahun 2010 dan terendah (1.058) pada tahun 2006 dengan tingkat mortalitas sekitar 67% pada laki-laki.[7,9]
Pada daerah Yakutia di Rusia, salah satu lokasi terdingin di dunia, pada 10 tahun perhitungan sejak 2006 – 2015, setidaknya 200 kematian akibat hipotermia di laporkan. Angka ini mencakup 0.02% dari 957.000 jiwa.[7]