Patofisiologi Jerawat
Berdasarkan penelitian terbaru patofisiologi jerawat (acne vulgaris) dikategorikan berdasarkan beberapa faktor penyebab yaitu pelepasan mediator inflamasi ke dalam kulit, hiperkeratinisasi folikular, bakteri Propionibacterium acnes, dan produksi sebum. Selama beberapa dekade, patofisiologi jerawat/acne diperkirakan berkembang sebagai akibat dari interaksi empat faktor berikut:
- Hiperproliferasi folikular epidermal dengan penyumbatan folikel,
- Produksi sebum yang berlebih,
- Keberadaan dan aktivitas dari bakteri komensal Propionibacterium Acne,
- Peradangan [2]
Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi perubahan paradigma tentang pemahaman patofisiologi terjadinya jerawat dimana respon inflamasi dapat timbul sebelum timbulnya hiperproliferasi folikular. Berdasarkan berbagai hasil penelitian terbaru, patogenesis jerawat dapat dikategorikan oleh beberapa faktor penyebab sebagai berikut:
Pelepasan mediator inflamasi ke dalam kulit
Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Jeremy et al. ditemukan gambaran inflamasi pada kulit pasien acne namun dengan folikel yang normal, hal ini membuktikan bahwa patogenesis jerawat tidak selalu dimulai dengan hiperproliferasi folikular atau hiperkeratinisasi dan komedogenesis.
Pada pasien acne terdapat proses peradangan subklinis, hal ini menunjukkan bahwa acne bukanlah sebuah proses inflamasi sekunder yang disebabkan oleh Propionibacterium Acnes melainkan sebuah proses inflamasi primer.
Sitokin yang diproduksi oleh sel T CD4 + dan makrofag mengaktifkan sel-sel endotel lokal untuk mengatur mediator inflamasi seperti vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1), intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1), dan human leukocyte antigen (HLA)–DR pada pembuluh – pembuluh darah di sekitar folikel pilosebaceous. [2]
Hiperkeratinisasi Folikular
Secara normal, material keratin tersusun secara longgar. Pada level ultrastruktural , terdapat banyak granula lamellar dan sedikit granula keratohyalin. Perubahan awal pada pembentukan komedo dilihat pada bagian bawah dari infundibulum folikular. Materi keratin menjadi lebih tebal, granula lameral menjadi lebih sedikit, granula keratohyalin bertambah, dan beberapa sel yang mengandung material amorf, yang kemungkinannya adalah lemak, dihasilkan selama proses keratinisasi. [1,4-5]
Hiperkeratinisasi folikular dihubungkan dengan defisiensi asam linoleat, produksi interleukin-1 di dalam folikerl, dan efek androgen pada keratinisasi folikular.
Defisiensi Asam Linoleat
Defisiensi asam linoleat memicu hiperkeratosis folikular dan menurunkan fungsi epitel barrier. [4]
Produksi Interleukin-1 di Dalam Folikel
Pada sebuah penelitian ditemukan bahwa dengan penambahan 1ng/mL interleukin-1 (IL)-1a ke dalam segmen infrainfundibular menyebabkan hiperkornifikasi yang serupa dengan yang terlihat pada komedo. Peneliti menyimpulkan bahwa perubahan pada sekresi atau komposisi sebum dapat menstimulasi produksi interleukin-1 oleh keratinosit folikular, dimana nantinya dapat menyebabkan komedogenesis. [5]
Efek Androgen Pada Keratinisasi Folikular
Peningkatan androgen dapat menyebabkan hiperproliferasi kelenjar sebasea dan peningkatan produksi sebum. Produksi androgen biasa meningkat pada masa pubertas.
Propionibacterium Acnes
Propionibacterium Acnes merupakan flora normal kulit yang bersifat anaerob. Organisme ini menghasilkan lipase folikular yang memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak ini dapat mengakibatkan inflamasi jaringan ketika berhubungan dengan sistem imun dan mendukung terjadinya jerawat. Memproduksi enzim ekstraselular seperti protease dan hyaluronidase yang dapat berperan penting dalam proses inflamasi. Mengeluarkan faktor kemotatik, dimana aktivitas kemotatik ditemukan pada komedo.
Propionibacterium Acnes terbagi menjadi tiga tipe: tipe I (IA dan IB), tipe II, tipe III. Dimana tipe IA diketahui sangat berhubungan dengan kejadian jerawat namun tipe IB tidak berkaitan dengan acne. [6]
Produksi Sebum
Hubungan antara tingginya sekresi sebum dengan kejadian acne didukung oleh setidaknya tiga bukti berikut :
- Jerawat tidak terdapat pada anak kecil dengan rentang usia 2 sampai 6 tahun, dimana sekresi sebum sangat rendah
- Rata-rata sekresi sebum lebih tinggi pada orang yang memiliki jerawat dibandingkan dengan orang dengan kulit yang normal
- Terapi yang mengurangi produksi sebum (seperti estrogen atau 13-cis-retinoic acid) memperbaiki acne [3]