Penatalaksanaan Hernia Inguinalis
Penatalaksanaan utama hernia inguinalis adalah dengan pembedahan. Pembedahan elektif direkomendasikan untuk menurunkan risiko inkarserata maupun strangulasi.
Pada tatalaksana terdahulu, operasi hernia repair direkomendasikan pada semua kasus hernia inguinalis guna mencegah risiko komplikasi seperti inkarserasi maupun strangulasi. Namun, keilmuan terbaru menunjukkan terdapat sejumlah populasi dengan hernia inguinalis tidak memerlukan pembedahan elektif dan memiliki outcome yang baik. Pada kasus dengan gejala minimal, watchful waiting lebih direkomendasikan karena adanya risiko nyeri kronis pasca herniorafi (>10%), serta risiko inkarserata yang rendah (<0.2% per tahun). [4]
Pada pasien hernia inguinalis simtomatis, memiliki tonjolan hernia yang besar, atau mengalami hernia berulang dianjurkan untuk dilakukan pembedahan elektif. Pada infant, tatalaksana operatif secara elektif disarankan untuk dilakukan sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. [18]
Berobat Jalan
Pada kasus hernia dengan gejala minimal serta tidak menyebabkan hendaya aktivitas berarti, atau yang bukan merupakan kandidat operasi elektif, observasi berkala dilakukan secara rawat jalan (watchful waiting). Pada observasi rutin, perlu dievaluasi perkembangan ukuran hernia, serta kemungkinan inkarserata atau strangulata. Pada kasus dimana terdapat perkembangan penyakit atau yang dicurigai akan terjadi inkarserata, dapat dipertimbangkan untuk penjadwalan operasi elektif. [4]
Persiapan Rujukan
Pada hernia inguinalis, terdapat beberapa kondisi yang memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut maupun ahli bedah.
Kriteria Rujukan
Beberapa kriteria rujukan ke fasilitas tingkat lanjut dapat mempertimbangkan:
- Hernia inkarserata, obstruksi, atau strangulasi merupakan kegawatdaruratan bedah dan memerlukan tindakan pembedahan segera
- Hernia reponibilis dengan gejala maupun ukuran yang besar dapat dirujuk untuk penjadwalan operasi elektif
- Hernia inguinalis asimtomatis maupun dengan gejala minimal dapat dilakukan observasi secara berkala, namun memerlukan rujukan segera bila terjadi progresi penyakit
- Pasien dengan nyeri maupun benjolan pada regio inguinalis dengan manifestasi klinis yang tidak jelas dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut
- Pasien pasca operasi dengan komplikasi seperti nyeri kronis yang memerlukan evaluasi dan tatalaksana lebih lanjut [18]
Medikamentosa
Hingga saat ini, pembedahan masih menjadi terapi utama hernia inguinalis.[4] Pembedahan elektif dilakukan guna mengurangi risiko hernia inkarserata, serta meningkatkan kenyamanan pasien dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Sedangkan pembedahan gawat darurat dilakukan pada kasus strangulasi maupun obstruksi.
Nyeri, terutama yang bersifat akut, kerap berhubungan dengan strangulasi, yang membutuhkan pembedahan segera, sehingga pemberian anti nyeri diberikan dalam rangka menurunkan keparahan gejala, bukan menunda operasi. [18]
Pembedahan
Tata laksana pembedahan umumnya melibatkan prosedur seperti herniotomi (pembuangan kantung hernia), herniorafi (herniotomi disertai repair dinding posterior dari kanalis inguinalis), maupun hernioplasti (herniotomi disertai penguatan dinding posterior kanalis inguinalis dengan mesh sintetis). Repair hernia umumnya melibatkan penggunaan material prostetik (mesh) pada defek hernia. Pada wanita usia produktif, mesh biasanya tidak digunakan karena akan ada peregangan jaringan saat kehamilan yang meningkatkan risiko rekurensi.[21]
Terdapat dua teknik utama repair hernia, yaitu operasi terbuka (open surgery) dan teknik laparoskopi.[4] Secara epidemiologi, open surgery lebih sering dilaksanakan, terutama pada populasi usia tua. [30] Laparaskopi umumnya ditujukan pada kasus hernia berulang dan pada kasus bilateral. Beberapa uji klinis juga telah membandingkan luaran operasi dengan teknik total ekstraperitoneal dan teknik Lichtenstein.[18]
Teknik Pembedahan Open Surgery dengan Mesh
Teknik pembedahan terbuka (open surgery) dengan mesh umumnya menggunakan bahan polypropylene. Material mesh tergolong terjangkau, mudah didapat, nonabsorbable dan efektif mencegah rekurensi. Namun, beberapa komplikasi terkait penggunaan mesh polypropylene pernah dilaporkan yaitu berupa sensasi benda asing dan nyeri kronis pasca operasi. Alternatif lain adalah mesh polyester, namun lebih jarang digunakan karena dapat terdegradasi seiring berjalannya waktu. [6]
Angka nyeri kronis pasca operasi hernia dilaporkan berkisar 10-17%. Hal ini diperkirakan terkait penempatan lokasi mesh, kontraksi mesh, inflamasi kronis, maupun iritasi serabut saraf. [22] Untuk mengurangi kejadian nyeri kronis pasca operasi, dapat dilakukan pembedahan dengan pendekatan preperitoneal yang tidak melibatkan area persyarafan yang kerap menimbulkan nyeri kronis. Prosedur ini menggunakan pembiusan lokal, yang meliputi minimally invasive trans inguinal preperitoneal patch procedure (TIPP) atau transrectus sheath extraperitoneal procedure (TREPP). Pada prosedur ini, penempatan mesh dilakukan melalui diseksi rongga preperitoneal tanpa jahitan. [23]
Teknik Pembedahan Laparoskopi
Teknik laparoskopi meliputi totally extraperitoneal (TEP) dan transabdominal preperitoneal patch (TAPP). Pada sebuah uji klinis acak, dalam jangka waktu 5 tahun setelah operasi, insidens nyeri kronis pasca laparoskopi dilaporkan lebih rendah dibandingkan teknik konvensional (open surgery). Komplikasi yang dilaporkan terkait teknik laparoskopi meliputi cedera viseral dan cedera vaskular, meski sangat jarang ditemukan. [24]
Perawatan Pasca Operasi
Standar perawatan pasca operasi meliputi perawatan luka. Pengurangan aktivitas sementara biasanya diperlukan. Aktivitas fisik biasanya diperbolehkan setelah 2-4 minggu pasca operasi untuk pasien dengan aktivitas fisik moderat. [18]
Terapi Suportif
Terapi suportif pada hernia inguinalis ditujukan untuk meningkatkan kenyamanan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari, serta menurunkan risiko inkarserata, terutama pada pasien asimtomatis maupun dengan gejala minimal. Pada pasien hernia reponibilis, dapat disarankan untuk meminimalkan kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan intraabdominal seperti batuk, mengangkat beban berat, olahraga angkat beban, atau mengedan. [18]