Perbedaan Penanganan Hernia Umbilikalis dan Inguinalis pada Bayi

Oleh :
dr. Ferdinand Sukher

Hernia umbilikalis dan hernia inguinalis merupakan kelainan dinding abdomen yang sering dijumpai pada bayi, namun keduanya memiliki perbedaan dalam patofisiologi, manifestasi klinis, dan penanganan. Pemahaman yang tepat mengenai perbedaan kedua jenis hernia ini sangat penting, mengingat implikasi terapeutik dan tingkat komplikasi yang berbeda.[1,2]

Perbedaan Klinis Hernia Umbilikalis dan Inguinalis pada Bayi

Hernia umbilikalis didefinisikan sebagai keluarnya jaringan atau organ melalui cincin umbilikalis yang melemah, biasanya muncul sebagai benjolan lunak di sekitar pusar. Di sisi lain, hernia inguinalis terjadi ketika organ seperti usus menonjol melalui celah lemah pada dinding inguinal, terutama di daerah selangkangan atau skrotum. Pada bayi, benjolan ini sering lebih tampak ketika menangis atau mengejan, namun pada kebanyakan kasus tidak menimbulkan rasa sakit.

Hernia Umbilikalis dan Inguinalis pada Bayi

Penegakan diagnostik meliputi identifikasi lokasi benjolan, perubahan ukuran benjolan saat aktivitas, dan adanya nyeri atau tanda inflamasi. Penggunaan ultrasonografi sebagai alat bantu diagnosis telah terbukti meningkatkan akurasi, terutama untuk membedakan antara hernia dan kondisi lain seperti hidrokel. Evaluasi juga dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan komplikasi seperti strangulasi, yang memerlukan intervensi segera.[1,2]

Secara klinis, diagnosis hernia umbilikalis biasanya bisa ditegakkan dari pemeriksaan fisik saja, yakni ditandai dengan penonjolan lunak di area umbilikus yang membesar saat bayi menangis atau mengejan. Pada hernia inguinalis, palpasi kanalis inguinalis menunjukkan benjolan intermiten di regio inguinal atau skrotum. Hernia inguinalis lebih berisiko mengalami inkarserasi dibandingkan hernia umbilikalis.[3,4]

Perbedaan Pendekatan Tata Laksana Hernia Umbilikalis dan Inguinalis pada Bayi

Berbeda dengan keyakinan banyak orang, tidak semua kasus hernia memerlukan pembedahan. Banyak kasus hernia umbilikalis yang kecil dapat menutup dengan sendirinya dan mengalami resolusi spontan. Di sisi lain, baik pada hernia umbilikalis maupun hernia inguinalis, adanya komplikasi seperti perforasi organ saluran cerna, adanya strangulasi, ataupun adanya penyakit metabolik atau genetik penyerta merupakan indikasi pembedahan.[5-12]

Hernia Umbilikalis

Banyak studi telah menunjukkan bahwa mayoritas hernia umbilikalis pada bayi dapat mengalami resolusi spontan tanpa intervensi bedah, terutama jika ukurannya kecil dan asimptomatik. Meski begitu, jika hernia umbilikalis tidak menutup dengan sendirinya hingga usia 3–5 tahun, intervensi bedah harus dipertimbangkan untuk mencegah komplikasi jangka panjang.

Pertimbangan lain adalah ukuran cincin hernia yang besar (>1,5 cm) dan prematuritas. Hernia umbilikalis ukuran besar atau pada prematur memiliki risiko gagal menutup. Selain itu, operasi juga diperlukan jika didapatkan ascites, perforasi saluran cerna, inkarserasi, strangulasi, serta kelainan metabolik atau genetik penyerta.

Jika memerlukan pembedahan, metode laparoskopi dianjurkan untuk hernia umbilikalis ukuran >4 cm atau pada pasien dengan risiko tinggi infeksi luka, karena metode laparoskopi dapat menurunkan risiko infeksi dan lama rawat inap dibandingkan bedah terbuka. Pada kasus lain, metode bedah terbuka lebih disukai. Meski begitu, pemilihan metode pembedahan tetap harus mempertimbangkan kondisi klinis individual, mengingat data yang tersedia masih menunjukkan heterogenitas dan tingkat bukti yang terbatas.[5-8]

Hernia Inguinalis

Berbeda dari hernia umbilikalis, pembedahan hernia inguinalis dianjurkan untuk dilakukan segera setelah diagnosis. Alasannya, hernia inguinalis memiliki risiko komplikasi seperti inkarserasi dan strangulasi, yang jauh lebih tinggi.

Teknik operasi yang dapat menjadi pilihan adalah laparoskopi dengan keunggulan berupa luka operasi yang lebih kecil, pemulihan pasca operasi yang lebih cepat, dan penilaian yang lebih baik terhadap kedua sisi area inguinal. Di sisi lain, laparotomi masih menjadi pilihan utama bila terdapat komplikasi berat atau ketika kondisi anatomis bayi tidak memungkinkan pendekatan minimal invasif.

Waktu terbaik dilakukannya pembedahan pada bayi hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Meski operasi diharapkan dapat dilakukan sejak dini, operasi yang terlalu dini justru dapat meningkatkan risiko komplikasi peri-operasi terutama pada bayi prematur. Penelitian menunjukkan luaran yang lebih baik jika operasi dilakukan setelah bayi dipulangkan dari rumah sakit atau setelah usia post-menstrual 55 minggu.[2,9-12]

Watchful Waiting untuk Hernia Umbilikalis dan Inguinalis pada Bayi

Untuk hernia umbilikalis, pendekatan observasional (watchful waiting) dapat dengan aman dilakukan pada bayi yang asimptomatik dan ukuran hernia kecil (<1,5 cm). Pada hernia inguinalis, pendekatan observasional juga bisa dipertimbangkan untuk kasus hernia reponibel, tetapi pemantauan perlu lebih intensif karena kemungkinan terjadinya inkarserasi dan strangulasi lebih tinggi.

Selama dilakukan pendekatan observasional, orangtua dan dokter perlu memantau perkembangan benjolan, perubahan ukuran, dan munculnya gejala seperti nyeri, kemerahan, atau tanda peradangan. Red flag yang perlu diwaspadai antara lain munculnya mual, muntah, iritabilitas, atau perubahan warna kulit di sekitar area hernia yang mengindikasikan adanya strangulasi, serta tanda klinis sepsis.[1,2,13,14]

Kesimpulan

Hernia umbilikalis dan hernia inguinalis pada bayi memiliki perbedaan dalam manifestasi klinis, risiko komplikasi, serta pendekatan penanganannya. Hernia umbilikalis sering kali dapat mengalami resolusi spontan dan tidak memerlukan pembedahan kecuali terdapat komplikasi atau defek yang besar. Pada hernia inguinalis, intervensi bedah dianjurkan sesegera mungkin setelah diagnosis karena risiko inkarserasi dan strangulasi lebih tinggi.

Referensi