Pengobatan Malaria Resisten Artesunat dengan Alisporivir – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Hendra Gunawan SpPD

Targeting Artemisinin-Resistant Malaria by Repurposing the Anti-Hepatitis C Virus Drug Alisporivir.

Chaurasiya A, Kumari G, Garg S, et al. Antimicrobial Agents and Chemotherapy. 2022; 66(12):e0039222. doi: 10.1128/aac.00392-22.

studilayak

Abstrak

Meningkatnya resistensi Plasmodium falciparum menimbulkan kebutuhan akan obat antimalaria yang baru. Dalam abstrak ini peneliti melaporkan reindikasi dari obat anti-hepatitis C, alisporivir, sebuah analog non-imunosupresif siklosporin A terhadap P. falciparum resisten artemisinin.

Studi in silico dan dinamika simulasi molekuler memprediksi adanya interaksi kuat alisporivir terhadap PfCsiklofilin 19B, yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan biofisika dengan nilai Kd 354.3 nM. Alisporivir menunjukan aktivitas antimalaria yang poten terhadap parasit yang resisten terhadap klorokuin PfRKL-9 dengan indeks resistensi (Ri) 2.14±0.23) dan resisten artemisinin PfKelch13R539T dengan indeks resistensi 1.15±0.04. Indeks resistensi didefinisikan sebagai rasio antara nilai IC50 dari parasit yang resisten dibandingkan yang non-resisten.

Untuk mengevaluasi berbagai mekanisme lebih lanjut, analisis ekspresi level Pfsiklofilin 19B pada strain P.falciparum resisten artemisinin PfKelch13R539T. Ekspresi berlebihan dari strain tersebut dikonfirmasi dengan analisa transkripsi semikuantitatif, western blot, dan analisis imunofluoresensi. Adanya hambatan 50% dalam rentang nanomolekuler dengan adanya target terhadap PfSiklofilin 19B menunjukkan bahwa alisporivir dapat digunakan secara kombinasi dengan artemisinin.

Resistensi artemisinin telah dilaporkan terkait dengan menurunnya bersihan dari parasit pada ring-stage, maka analisis pada fase tersebut dilakukan pada strain PfKelch13R539T dan ditemukan adanya penurunan signifikan pada kesintasan parasit dengan alisporivir. Alisporivir ditemukan memiliki efek sinergistik dengan dihidroartemisinin dan meningkatkan efikasinya. Lebih lanjut, alisporivir menunjukkan adanya aktivitas antimalaria secara in vivo. Lebih lanjut, rasionalisasi pengobatan malaria dengan alisporivir dapat menjadi pertimbangan pada strain yang resisten terhadap artemisinin.

MalariaArtesunatAlisporivir

Ulasan Alomedika

Malaria masih menjadi masalah global dengan kurang lebih kematian total sebesar 627.000 jiwa pada tahun 2020. Salah satu penyebab malaria, yaitu Plasmodium falciparum telah dilaporkan memiliki angka resistensi yang tinggi terhadap berbagai macam obat antimalaria. Jurnal ini meneliti kemungkinan adanya obat antimalaria baru dengan menggunakan inhibitor siklofilin, yakni alisporivir.

Ulasan Metode Penelitian

Secara keseluruhan, penelitian ini mencoba membahas permasalahan resistensi terhadap artemisinin dengan menggali potensi senyawa alisporivir pada P. falciparum. Peneliti bermaksud memberikan bukti eksperimental yang mendukung mekanisme aksi dan efikasi potensial senyawa tersebut. Metode penelitian pada jurnal ini tidak dijabarkan dengan jelas, namun secara tersurat dapat disimpulkan bahwa jurnal ini merupakan studi in vitro dan in vivo.

Tahap Awal:

Dalam studi ini, peneliti melakukan uji inhibisi pertumbuhan pada strain Pf3D7 dan PfRKL-9 dengan mengukur konsentrasi inhibisi 50% (IC50) alisporivir dan cyclosporine A. Selanjutnya, penelitian melibatkan analisis morfologi parasit menggunakan pewarnaan Giemsa dan studi pertumbuhan parasit pada siklus aseksual darah.

Pada tahap berikutnya, penelitian melibatkan karakterisasi interaksi antara protein PfCyclophilin 19B dengan alisporivir dan cyclosporine A. Metode yang digunakan termasuk microscale thermophoresis (MST) dan protein thermal shift assay. Penelitian juga melibatkan simulasi dinamika molekuler untuk memahami lebih lanjut interaksi antara alisporivir dan PfCyclophilin 19B.

Lokalisasi PfCyclophilin 19B dan Uji Antimalaria:

Untuk mengetahui lokalisasi PfCyclophilin 19B, penelitian ini menggunakan metode immunofluorescence assay pada tahap trofozoit parasit malaria. Selanjutnya, penelitian melibatkan uji antimalaria terhadap strain resisten artemisinin menggunakan alisporivir.

Penelitian ini juga mempertimbangkan risiko resistensi obat dengan menghitung indeks resistensi (Ri) pada strain resisten artemisinin dan strain resisten klorokuin. Selanjutnya, untuk menguji potensi kombinasi alisporivir dengan artemisinin, penelitian menggunakan metode checkerboard combination assay.

Uji pada Mencit:

Penelitian ini tidak hanya terbatas pada uji in vitro, tetapi juga melibatkan uji in vivo menggunakan model P. berghei pada mencit. Terakhir, penelitian ini melakukan uji pada potensi toksisitas alisporivir terhadap sel darah merah.

Ulasan Hasil penelitian

Studi ini menunjukkan bahwa PfCyclophilin 19B terlokalisasi di sitoplasma parasit pada kedua strain, dan terdapat kolokalisasi dengan protein PfNAPL, yang juga terlokalisasi di sitoplasma. Studi ini juga menunjukkan bahwa alisporivir memiliki efek antiparasit yang kuat terhadap strain resisten artemisinin dengan IC50 sekitar 244,1 ± 15,88 nM. Hasil ini mengindikasikan bahwa alisporivir efektif menghambat pertumbuhan parasit pada strain yang resisten terhadap artemisinin.

Studi ini juga mengindikasikan adanya kemampuan alisporivir untuk meningkatkan efikasi dihydroartemisinin (DHA) terhadap strain resisten artemisinin. Uji ring survival assay (RSA) menunjukkan bahwa alisporivir dapat meningkatkan efikasi DHA dalam membersihkan parasit pada tahap awal ring, yang biasanya lebih resisten terhadap artemisinin. Selanjutnya, alisporivir juga efektif membunuh parasit yang pulih setelah pengobatan dengan DHA, menunjukkan potensi penggunaan alisporivir dalam kombinasi dengan artemisinin untuk mengatasi resistensi obat.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa alisporivir memiliki aktivitas antimalaria yang kuat terhadap strain resisten artemisinin dengan Ri yang lebih rendah, menandakan bahwa risiko resistensi obat dapat dikurangi dengan menggunakan alisporivir. Alisporivir juga dilaporkan tidak menyebabkan efek eritrolisis atau kematian sel darah merah, menandakan keamanan potensial senyawa ini terhadap sel darah merah.

Pada mencit, studi menunjukkan bahwa alisporivir meningkatkan kelangsungan hidup mencit yang terinfeksi P. berghei. Ini mengindikasikan potensi alisporivir sebagai agen antimalaria yang efektif pada tingkat in vivo.

Kelebihan Penelitian

Penelitian ini memberikan paparan cukup lengkap tentang lokalisasi PfCyclophilin 19B dalam parasit malaria pada tahap trofozoit, yang merupakan tahap penting dalam siklus hidup parasit. Penemuan kolokalisasi dengan PfNAPL juga memberikan wawasan tambahan terkait fungsi dan interaksi protein dalam sitoplasma parasit.

Penelitian ini juga mengidentifikasi potensi penggunaan alisporivir sebagai agen antimalaria yang efektif terhadap strain P. falciparum yang resisten terhadap artemisinin. Hasil uji in vitro menunjukkan bahwa alisporivir tidak hanya memiliki efikasi yang tinggi terhadap strain resisten artemisinin, tetapi juga mampu meningkatkan efikasi dihidroartemisinin (DHA) dalam membersihkan parasit pada tahap awal ring, yang biasanya lebih resisten terhadap artemisinin.

Selanjutnya, penelitian ini memperhatikan risiko resistensi obat dengan menghitung indeks resistensi (Ri). Penelitian ini juga melibatkan uji pada model mencit untuk menilai potensi alisporivir pada tingkat in vivo.

Limitasi Penelitian

Penelitian ini didasarkan pada pengujian in vitro dan pada model mencit, sehingga hasilnya mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan respons yang akan terjadi pada manusia. Oleh karena itu, masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, terutama untuk mengetahui dosis dan efikasi pada manusia.

Keterbatasan kedua berkaitan dengan fokus penelitian pada strain artemisinin-resistant P. falciparum yang mengandung mutasi PfKelch13R539T. Meskipun strain ini penting untuk dipelajari, keberlanjutan penelitian memerlukan pengujian pada berbagai strain lain yang mungkin memiliki profil resistensi yang berbeda.

Keterbatasan lain adalah penelitian ini tidak menyelidiki potensi efek samping atau toksisitas alisporivir yang mungkin terjadi ketika digunakan pada manusia. Meskipun penelitian ini mengindikasikan bahwa alisporivir tidak menunjukkan efek eritropoetik negatif pada mencit, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi dampak jangka panjang dan potensi efek samping pada organ lain.

Aplikasi Penelitian di Indonesia

Penelitian ini memberikan temuan yang menarik mengenai terobosan baru terkait obat antimalaria, yakni alisporivir. Meski demikian, penelitian ini masih merupakan tahap awal, sehingga studi lebih lanjut masih sangat diperlukan untuk mengetahui apakah efikasinya akan sama pada manusia dan juga untuk menentukan dosis efektif dan profil keamanan pada manusia.

Referensi