Membedakan Sarkopenia dengan Frailty

Oleh :
dr.Alvi Muldani

Kelemahan atau frailty dan sarkopenia merupakan dua kondisi yang sering ditemukan pada lansia. Kedua kondisi ini memiliki penampakan yang mirip, tetapi pada prinsipnya keduanya merupakan kondisi klinis yang berbeda meskipun dapat saling berhubungan.[1-3]

Frailty merupakan kondisi klinis yang berhubungan dengan usia yang ditandai dengan penurunan kapasitas fisiologis pada beberapa sistem organ yang berakibat pada meningkatnya kerentanan terhadap stresor. Orang dengan frailty akan mengalami penurunan kapasitas fungsi ketika peristiwa yang disebut stresor, misalnya masalah medis akut, muncul.[2]

SarkopeniaFrailty

Di sisi lain, sarkopenia, diartikan sebagai kondisi kelainan otot skeletal progresif dan menyeluruh yang melibatkan hilangnya massa otot dan fungsi secara cepat. Sarkopenia diasosiasikan dengan meningkatnya risiko kondisi klinis lain seperti kejadian jatuh, penurunan fungsi, frailty, dan mortalitas.[3]

Perbedaan Patomekanisme Frailty dan Sarkopenia

Prevalensi frailty meningkat menjadi 20-50% pada usia di atas 85 tahun dan lebih sering ditemui pada wanita. Di lain pihak, untuk sarkopenia, telah dilaporkan bahwa 4,6% pria dan 7,9% wanita memiliki sarkopenia pada usia 67 tahun.[1,3]

Baik frailty maupun sarkopenia merupakan sindroma geriatrik yang menyebabkan hilangnya fungsi dan kemandirian seseorang. Pasien dengan frailty dan sarkopenia sama-sama mengalami penurunan kekuatan otot dan fungsi fisiknya, dan sama-sama memiliki gejala seperti penurunan berat badan, mudah lelah, kelemahan otot, penurunan kecepatan berjalan, dan penurunan aktivitas fisik. Pada beberapa penelitian, disebutkan bahwa sarkopenia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya frailty.[1,3,4]

Patomekanisme Frailty dan Sarkopenia

Perbedaan patomekanisme utama antara sarkopenia dan frailty adalah pada fokus patogenesisnya. Sarkopenia terutama berpusat pada penurunan massa dan fungsi otot, sedangkan frailty mencakup berbagai aspek fisik, psikologis, dan sosial yang menyebabkan penurunan toleransi terhadap stresor.[1,3,5]

Frailty:

Frailty didasari oleh proses fisiologis dimana terjadi perubahan struktur dan fungsi sel yang berhubungan dengan pertambahan usia. Seiring dengan meningkatnya usia, akumulasi kerusakan molekular dan selular terjadi, yang berdampak pada ketahanan sel, sintesis protein, dan efisiensi fungsi deteksi kerusakan dan perbaikan sel. Perubahan ini, disertai dengan penyakit generatif maupun degeneratif, bisa menyebabkan disabilitas.[1]

Selain penurunan fungsi fisiologis, frailty juga mencakup berbagai aspek lain, termasuk psikologis dan sosial. Proses cross-talk antara otot, serta sistem kontrol dan sinyal saraf, juga berperan dalam kemampuan seseorang untuk menanggapi dan pulih dari stresor.[1,2,4]

Sarkopenia:

Sarkopenia terutama terkait dengan penurunan sintesis protein otot skeletal. Hal ini menyebabkan kehilangan massa otot dan penurunan kekuatan otot. Sarkopenia juga dipengaruhi oleh deregulasi ekspresi gen otot skeletal. Perubahan epigenetik dan pengaruh microRNA dapat mempengaruhi ekspresi gen yang terlibat dalam pembentukan dan pemeliharaan otot.

Faktor hormonal, seperti penurunan growth hormone dan IGF-I, juga memainkan peran dalam terjadinya sarkopenia. Selain itu, juga terjadi infiltrasi lemak pada serat otot yang mengalami penurunan ukuran, yang dapat menggantikan jaringan otot.[3,5]

Karakteristik Klinis Frailty dan Diagnosisnya

Manifestasi klinis fisik yang terjadi pada awal frailty biasanya adalah kelelahan yang diikuti oleh perlambatan gait, penurunan aktivitas fisik, dan kelemahan. Penurunan berat badan biasanya terjadi lebih lambat dibandingkan dengan karakteristik fisik frailty lainnya.

Penurunan fungsi yang terjadi yang berhubungan dengan frailty  biasanya berlangsung secara progresif, terus menerus, dan terjadi beberapa tahun sebelum kematian. Ketika seseorang dianggap mengalami frailty, sindrom geriatri lain juga biasanya ditemukan, seperti jatuh, inkontinensia, dekubitus, penurunan kognisi, dan delirium.[2]

Model Fenotipe

Terdapat beberapa metode untuk definisi diagnosis dan parameter frailty, model fenotipe dan akumulasi defisit merupakan pendekatan paling baik. Model fenotipe membagi frailty  ke dalam lima komponen yakni:

  • Penurunan berat badan
  • Laporan adanya fatigue
  • Penurunan aktivitas fisik
  • Gangguan kekuatan genggaman
  • Penurunan kecepatan gait

Tiga atau lebih gangguan dapat mendukung adanya frailty, sedangkan terdapatnya satu atau dua gangguan disebut pre-frailty. Model ini baik untuk memprediksi beberapa penyakit lanjutan yang dapat terjadi, walaupun tidak mencantumkan aspek kognitif dan psikososial.[2,5]

Frailty Index

Metode akumulasi defisit memakai pendekatan yang berbeda dalam diagnosis frailty, yaitu dengan mengumpulkan dan mempertimbangkan berbagai faktor terkait penuaan yang mengalami gangguan atau penurunan, termasuk gejala, gangguan sensorik, temuan klinis atau laboratorium, penyakit, disabilitas, dan kurangnya dukungan sosial. Skor dalam metode ini berkisar 0-1, yang disebut sebagai frailty index (FI).

Metode ini dianggap sebagai pendekatan yang fleksibel dibandingkan dengan alat baku lainnya. Data menunjukkan bahwa ketika FI mencapai di atas 0,7, hal ini biasanya menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang rendah.[2,5]

Skala Frailty

Alat lain yang lebih sederhana dan mudah dipakai adalah Clinical Frailty Scale dan The Edmonton Frail Scale. Clinical Frailty Scale meliputi domain mobilitas, energi, aktivitas fisik, dan fungsi yang mendeskripsikan mulai dari sangat bugar sampai dengan frail berat dan sakit terminal.

Di sisi lain, The Edmonton Frail Scale melibatkan angka dengan rentang 0-17, dimana skor 8 atau lebih menunjukan frail. Domain meliputi kognisi, nutrisi, mood, kontinensia dan tes mobilitas. Dibandingkan metode lain Edmonton Frail Scale lebih spesifik mengidentifikasi target untuk intervensi pada domain-domain di dalamnya.[2,5]

Karakteristik Klinis Sarkopenia dan Diagnosisnya

Sarkopenia ditandai dengan kehilangan motor neuron, penurunan massa otot per motor unit, dominasi penurunan serat fast-twitch, dan penurunan kekuatan per motor unit secara cross-sectional. Penilaian fungsi lebih diutamakan dalam temuan sarkopenia dibandingkan massa otot. Diagnosis sarkopenia sangat singkat yang memerlukan pengukuran dari massa otot, kekuatan otot, dan performa fisik.[3,5]

Diagnosis Sarkopenia

Berdasarkan European Working Group on Sarcopenia in Older People (EWGSOP2), diagnosis dimulai dengan pengukuran kekuatan otot, biasanya dengan kekuatan genggaman dan dicurigai sarkopenia jika ada gangguan. Kemudian, dilakukan pengukuran massa otot. Metode yang dapat dilakukan diantaranya dual energy X-ray absorptiometry (DXA), bioelectrical impedance analysis (BIA), MRI, dan CT scan.

DXA merupakan metode yang paling baik, sedangkan BIA baik dilakukan untuk pemeriksaan bedside. Selebihnya, MRI dan CT scan biasanya digunakan pada penelitian atau pada pasien dengan gangguan lain seperti kanker.

Dari pemeriksaan massa otot dapat dikonfirmasi keberadaan sarkopenia. Pendekatan sistemik direkomendasikan untuk mencari dasar masalah dari sarkopenia. Ketika tidak ditemukan kondisi mendasar pada lansia dengan sarkopenia, diagnosis sarkopenia primer dapat ditegakan. Beberapa kondisi yang dapat mendasari terjadinya sarkopenia adalah masalah nutrisi, inaktivitas, penyakit, dan iatrogenik.[1,3,5]

Manajemen Frailty dan Sarkopenia

Terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dalam manajemen frailty dan sarkopenia. Manajemen sarkopenia berfokus pada peningkatan massa otot, kekuatan, dan fungsi otot skeletal. Pendekatan utama untuk mengelola sarkopenia meliputi program latihan fisik yang terarah untuk membangun massa otot dan meningkatkan kekuatan. Asupan nutrisi yang adekuat juga penting untuk mendukung pertumbuhan dan pemeliharaan otot.

Di sisi lain, manajemen frailty melibatkan pendekatan yang lebih komprehensif karena frailty melibatkan berbagai aspek fisik, psikologis, dan sosial. Ini meliputi identifikasi dan penanganan masalah seperti kelemahan fisik, kelelahan, dan penurunan fungsi kognitif. Selain upaya untuk mengatasi gejala, manajemen frailty juga mencakup upaya pencegahan komplikasi seperti jatuh, malnutrisi, dan isolasi sosial.[1-5]

Latihan Fisik

Latihan fisik berperan penting dalam manajemen frailty maupun sarkopenia. Meski begitu, peran dan pendekatannya dapat berbeda-beda tergantung kondisi klinis masing-masing individu.

Pada sarkopenia, latihan fisik umumnya difokuskan untuk meningkatkan massa otot dan kekuatan. Pada frailty, selain untuk meningkatkan kekuatan dan fungsi fisik, latihan fisik juga dilakukan untuk meningkatkan keseimbangan dan koordinasi agar mengurangi risiko komplikasi seperti jatuh.[1-3]

Diet

Terapi nutrisi untuk sarkopenia sering kali berfokus pada peningkatan asupan protein. Protein adalah nutrisi kunci yang diperlukan untuk mempertahankan dan membangun massa otot. Pada beberapa kasus, pasien mungkin memerlukan suplementasi protein tambahan. Selain itu, asam amino esensial, khususnya leusin, juga penting dalam proses sintesis protein otot, sehingga dapat mendukung pembentukan dan pemeliharaan otot.

Pada frailty, terapi nutrisi cenderung melibatkan pendekatan yang lebih komprehensif. Selain mempertimbangkan asupan protein, perlu juga memperhatikan aspek nutrisi lain seperti vitamin, mineral, dan serat. Nutrisi yang seimbang dan memadai penting untuk mengatasi berbagai aspek frailty, termasuk kelemahan fisik, kelelahan, dan penurunan fungsi kognitif. Dokter juga perlu mengidentifikasi defisit nutrisi spesifik, utamanya pada pasien dengan malnutrisi.[1-3]

Terapi Farmakologi

Belum ada obat spesifik untuk penanganan farmakologi sarkopenia dan frailty. Secara garis besar, pilar penanganan kedua kondisi ini adalah pendekatan non-farmakologi. Meskipun demikian, penelitian terus dilakukan untuk mengevaluasi obat-obatan potensial yang dapat mempengaruhi perkembangan sarkopenia, termasuk hormon pertumbuhan, hormon testosteron, suplemen vitamin D, dan beberapa agen farmakologis lainnya.[1-3]

Pendekatan Untuk Penapisan Frailty dan Sarkopenia

Belum ada program skrining berbasis bukti untuk frailty dan sarkopenia. Pada pasien yang dicurigai mengalami dua kondisi ini, dapat dilakukan asesmen geriatrik terpadu (comprehensive geriatric assessment/CGA) jika pelayanan geriatrik tersedia, atau minimal dengan asesmen nutrisi dan fungsi otot.

Clinical Frailty Scale merupakan alat yang relatif sederhana yang dapat digunakan untuk mendeteksi frailty. Sementara itu, untuk sarkopenia, bisa dilakukan pemeriksaan kekuatan genggaman. Telaah faktor risiko, morbiditas, dan sindroma yang terdapat pada frailty dan sarkopenia juga menjadi pintu awal untuk melakukan penelusuran frailty atau sarkopenia.[2,3,5]

Kesimpulan

Frailty dan sarkopenia merupakan dua kondisi yang kerap ditemukan pada lansia. Kedua kondisi ini banyak beririsan dalam hal karakteristik klinis. Meski begitu, perbedaan mendasar antara frailty dan sarkopenia adalah fokus dari sarkopenia lebih mengarah pada massa dan kekuatan otot, sedangkan frailty mencakup domain yang lebih luas termasuk fungsi kognitif, keseimbangan, dan masalah sosial.

Referensi