Melakukan De-eskalasi Antibiotik di Rumah Sakit

Oleh :
dr. Katharina Listyaningrum Prastiwi

De-eskalasi antibiotik adalah mekanisme untuk menggunakan antibiotik awal yang efektif, dan menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu, sehingga mencegah terjadinya resistensi. Antibiotik merupakan obat yang banyak diperlukan dalam manajemen berbagai infeksi bakteri. Penggunaan antibiotik bervariasi, bergantung dari derajat keparahan dan jenis penyakit yang dialami seseorang.

Pada kasus infeksi, terutama infeksi berat seperti pada pasien yang dirawat di ruang ICU, antibiotik spektrum luas banyak digunakan sebagai terapi empiris ketika informasi mikrobiologi belum tersedia. Pada populasi pasien ini, penggunaan antibiotik empiris adekuat akan berkaitan langsung dengan lama perawatan dan kemungkinan kesintasan. Meski begitu, penggunaan antibiotik spektrum luas memiliki beberapa kekurangan, seperti peningkatan risiko resistensi antibiotik, efek samping, dan pengeluaran biaya yang lebih banyak.[1]

Melakukan De-eskalasi Antibiotik di Rumah Sakit-min

Oleh karena risiko resistensi obat pada pemberian antibiotik spektrum luas dalam jumlah banyak, berbagai ahli melakukan penelitian dan menemukan metode de-eskalasi antibiotik. De-eskalasi antibiotik merupakan intervensi penyempitan penggunaan antibiotik dari antibiotik spektrum luas menjadi antibiotik yang lebih spesifik.[2]

Definisi dan Penggunaan Klinis De-eskalasi Antibiotik

De-eskalasi antibiotik dapat dilakukan pada kondisi seperti pneumonia, sepsis berat hingga syok sepsis, dan infeksi saluran kemih.[3] Definisi de-eskalasi antibiotik sendiri telah disepakati sebagai berikut:

  • Mengganti pemberian antibiotik spektrum luas dengan agen yang memiliki spektrum atau pengaruh ekologi lokal yang lebih sempit
  • Menghentikan pemberian komponen kombinasi antibiotik. Hal ini mencakup menghentikan pemberian antibiotik sebagai komponen terapi kombinasi dengan tujuan memberi cakupan ganda untuk patogen tertentu; ataupun pemberian agen antibiotik secara empirik setelah verifikasi bahwa patogen yang dicakup tidak ditemukan dalam kultur.
  • Penghentian dini terapi antibiotik setelah penyebab infeksi disingkirkan tidak termasuk de-eskalasi[4]

Sepsis

Dalam sebuah studi kohort prospektif yang melibatkan 262 pasien ICU dengan sepsis, ditemukan bahwa metode de-eskalasi antibiotik pada populasi studi sulit dilakukan karena tingginya patogen multiresisten. Meski demikian, studi ini juga melaporkan bahwa apabila de-eskalasi diterapkan pada kasus yang memungkinkan, angka mortalitas pasien menjadi lebih rendah.[5]

Pneumonia

Pada kondisi pneumonia, de-eskalasi antibiotik terutama dilakukan pada pneumonia yang berkaitan dengan penggunaan ventilator. Sebuah meta analisis yang mengevaluasi hasil uji klinis dan studi observasional terkait efek de-eskalasi pada pasien dengan pneumonia, sepsis, dan bakteremia menemukan bahwa de-eskalasi antibiotik berkaitan dengan perbaikan kesintasan. Meski demikian, perlu diketahui bahwa tingkat bias dari studi yang diikutkan dalam meta analisis ini tinggi dan hasil dari banyak studi tersebut masih saling bertentangan.[6,7]

Infeksi Saluran Kemih

Sebuah studi kohort retrospektif single center melibatkan 91 pasien dengan infeksi saluran kemih (ISK) yang dirawat inap. Studi ini menemukan bahwa de-eskalasi antibiotik berkaitan dengan penurunan lama rawat inap. Meski demikian, kegagalan de-eskalasi juga dilaporkan dan berkaitan dengan adanya patogen multiresisten.[8]

Cara Melakukan De-Eskalasi Antibiotik

Dalam menerapkan de-eskalasi antibiotik, dokter perlu melakukan pemeriksaan kultur mikrobiologi, pemberian antibiotik spektrum luas di awal, dan pemberian antibiotik spesifik segera setelah hasil pemeriksaan mikrobiologi selesai.

Lakukan Kultur Mikrobiologi

Kultur mikrobiologi merupakan langkah awal yang wajib dilakukan ketika akan melakukan de-eskalasi antibiotik. Pemeriksaan ini penting untuk mengetahui patogen spesifik yang menyebabkan infeksi, sehingga ketika akan dilakukan de-eskalasi obat dapat bekerja efektif. Kultur mikrobiologi juga berguna untuk mengevaluasi respon patogen terhadap antibiotik yang telah diberikan. Idealnya, pengambilan kultur dilakukan sesaat sebelum pemberian antibiotik awal.

Antibiotik Awal Merupakan Antibiotik Spektrum Luas

Pemberian antibiotik awal adalah antibiotik spektrum luas. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi terhadap kemungkinan berbagai jenis patogen penyebab. Pada beberapa kondisi, antibiotik dapat diberikan lebih dari satu jenis, tergantung skenario klinis masing-masing pasien.

Antibiotik Spesifik Atau Definitif

Setelah hasil kultur keluar, kita dapat mempertimbangkan penyempitan jenis antibiotik yang diberikan menjadi lebih spesifik sesuai dengan patogen yang menginfeksi. Pemberian antibiotik definitif, selain mampu mempercepat proses penyembuhan, juga dapat mengurangi risiko resistensi antibiotik dan risiko kekambuhan penyakit.

Metode de-eskalasi antibiotik juga dapat berupa perubahan rute pemberian antibiotik dari intravena menjadi oral, hingga pengurangan jumlah antibiotik yang diberikan. Selain itu, bila kultur mikrobiologi tidak dapat dilakukan, de-eskalasi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi klinis pasien dan hasil pemeriksaan penunjang lainnya.[1]

Kaitan Antara De-eskalasi Antibiotik dengan Mortalitas dan Durasi Perawatan

Dalam melakukan de-eskalasi antibiotik, tentu perlu diketahui bagaimana efeknya, serta pengaruhnya terhadap luaran pasien dan aspek keamanannya. Dalam sebuah uji klinis acak tanpa penyamaran, Leone et al berusaha membandingkan mortalitas pasien yang menjalani de-eskalasi antibiotik dengan mereka yang melanjutkan terapi empiris. Studi multisenter ini melibatkan 120 pasien sepsis berat yang dirawat di ICU. Hasil studi menunjukkan bahwa de-eskalasi antibiotik menghasilkan lama perawatan ICU yang lebih panjang dibandingkan dengan penggunaan terapi empiris. Meski demikian, tidak ditemukan perbedaan terkait mortalitas.[9]

Studi lain adalah sebuah studi observasional retrospektif yang mengevaluasi peresepan antibiotik anti-pseudomonal di ICU. Studi ini menunjukkan adanya peningkatan durasi penggunaan antibiotik pada kelompok de-eskalasi dibandingkan kelompok kontrol (terapi antibiotik dilanjutkan). Selain itu, tidak ditemukan perbedaan bermakna dalam hal mortalitas maupun munculnya resistensi obat.[10]

Dalam studi lain, dilakukan evaluasi efek de-eskalasi antibiotik pada 283 pasien pneumonia yang dirawat di ICU. Studi ini menemukan bahwa de-eskalasi antibiotik tidak berbeda bermakna dengan terapi antibiotik rutin dalam hal mortalitas, durasi perawatan, maupun lama pemberian antibiotik.[11]

Kesimpulan

De-eskalasi antibiotik merupakan suatu metode pemberian antibiotik yang lebih spefisik pada pasien-pasien yang sebelumnya mendapatkan terapi antibiotik empiris. Tujuan penerapan de-eskalasi antibiotik adalah pencegahan terjadinya resistensi antibiotik. Meski demikian, bukti ilmiah yang tersedia saat ini belum cukup untuk mendukung maupun menyangkal penggunaan de-eskalasi antibiotik dalam praktik klinis. Kebanyakan bukti ilmiah yang tersedia menggunakan setting ICU, metode observasional, dan belum cukup mengevaluasi apakah de-eskalasi antibiotik berkaitan secara langsung dengan penurunan angka resistensi. Oleh karenanya, studi lanjutan masih diperlukan.

Referensi