Manifestasi Klinis Oftalmologis pada COVID-19

Oleh :
dr. Anastasia Feliciana

Coronavirus disease 2019 (COVID-19) dilaporkan dapat menimbulkan manifestasi klinis oftalmologis selain manifestasi klinis respirasi yang sering dijumpai pada penderitanya. Contoh manifestasi klinis oftalmologis yang telah dilaporkan adalah konjungtivitis, yang ditandai dengan warna merah pada mata, iritasi mata, epifora, dan rasa mengganjal pada mata seperti adanya benda asing.[1]

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

Manifestasi klinis oftalmologis akibat COVID-19 sebenarnya jarang terjadi. Namun, mengingat severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV) saat pandemi SARS di tahun 2003 dapat ditemukan dalam air mata pasien, hal ini telah diduga dapat terjadi. Klinisi perlu memahami manifestasi klinis oftalmologis pasien COVID-19 dengan baik agar dapat mengidentifikasi penyakit ini dan menyiapkan perlindungan diri yang optimal.[1,2]

Langkah Awal Identifikasi Manifestasi Klinis Oftalmologis COVID-19

Secara umum, semua pasien perlu ditanyakan mengenai riwayat demam, riwayat infeksi saluran pernapasan akut, riwayat perjalanan ke area transmisi COVID-19, dan riwayat kontak dengan pasien COVID-19. Setelah itu, pasien yang memiliki gejala oftalmologis perlu ditanyakan mengenai onset, durasi, dan karakteristik gejala.

shutterstock_1711077172-min

Dokter juga perlu menanyakan gejala-gejala yang mungkin mengarah ke kondisi okular yang lebih serius, contohnya nyeri mata, penurunan visus, atau peningkatan sensitivitas terhadap cahaya. COVID-19 umumnya tidak menimbulkan manifestasi okular berupa nyeri mata dan penurunan visus.[1]

Manifestasi Klinis pada Segmen Anterior Mata Pasien COVID-19

Manifestasi klinis segmen anterior yang diketahui saat ini adalah konjungtivitis. Enam case series melaporkan gejala okular ini pada <5% dari seluruh pasien COVID-19. Sebagian besar gejala okular yang dialami bersifat bilateral dan berderajat ringan. Onset manifestasi okular ini dilaporkan bervariasi antar berbagai studi, yakni dari hari ke-5 sampai hari ke-25 sejak onset gejala respirasi.[3,4]

Sebuah meta analisis yang mengumpulkan 20 case series (2228 pasien COVID-19) melaporkan bahwa 95 pasien (4.3%) mengalami gejala okular satu waktu pada perjalanan penyakitnya dan 21 pasien (0.9%) datang ke fasilitas kesehatan dengan keluhan mata sebagai keluhan utama. Dari 412 pasien yang menjalani swab konjungtiva, 12 pasien (2.9%) dilaporkan positif COVID-19 pada reverse transcription - polymerase chain reaction (RT-PCR). Dari 12 pasien yang positif tersebut, 3 pasien tidak memiliki gejala okular.[5]

Gejala lain seperti kemosis konjungtiva, mata terasa berpasir, epifora, dan dry eye juga dilaporkan dengan persentase lebih sedikit. Namun, tidak ada laporan pasien COVID-19 yang mengalami penurunan visus, perdarahan subkonjungtiva, keratitis, pembentukan pseudomembran, maupun conjunctival scarring.[1,5]

Data dari Studi yang Belum Dipublikasi

Suatu meta analisis dan tinjauan sistematik oleh Sarma et al yang saat ini sedang berada dalam proses publikasi melaporkan 3,17% (95% CI, 1.16 – 6.13) pasien dengan COVID-19 mengalami konjungtivitis. Selain itu, sebuah studi cross sectional yang juga sedang dalam proses publikasi mempelajari 534 kasus COVID-19 dan melaporkan bahwa 4.68% pasien mengalami injeksi konjungtiva. Namun, data dari kedua studi ini sebaiknya digunakan dengan hati-hati karena belum melalui proses peer-review.[6,7]

Manifestasi Klinis pada Segmen Posterior Mata Pasien COVID-19

Sampai saat ini, data mengenai manifestasi COVID-19 pada segmen posterior mata manusia masih sangat terbatas. Namun, penelitian pada hewan menemukan pengaruh COVID-19 terhadap segmen posterior mata berupa retinitis dan neuritis optik. Pada manusia, sebuah case series melaporkan 4 kasus COVID-19 dengan tanda-tanda mikroangiopati retina pada pemeriksaan optical coherence tomography (OCT).[8]

Potensi Tromboemboli pada Mata akibat COVID-19

COVID-19 saat ini mulai dikenal sebagai penyakit dengan potensi tromboemboli yang tinggi karena ada asosiasi yang kuat antara peningkatan D-dimer dengan keparahan COVID-19. Pasien dengan COVID-19 telah dilaporkan mengalami emboli paru, stroke, disseminated intravascular coagulation (DIC), dan infark pada ekstremitas. Keterlibatan mikrovaskular pada COVID-19 ini diperkirakan berhubungan dengan manifestasi mata, karena sirkulasi retina merupakan suatu end arterial system.[5,9,10]

Transmisi COVID-19 Melalui Mata

Saat ini potensi penularan COVID-19 melalui sekret okular masih belum diketahui secara pasti. Teori yang ada menyatakan bahwa SARS-CoV-2 mungkin terakumulasi di sekret okular melalui 3 cara, yaitu inokulasi langsung dari droplet ke mukosa mata, migrasi virus dari nasofaring melalui duktus nasolakrimal, atau penyebaran secara hematogen menuju kelenjar air mata.[11]

Beberapa penelitian telah mencoba mengeksplorasi keberadaan materi genetik SARS-CoV-2 pada permukaan mata. Upaya yang bervariasi telah dilakukan, seperti menggunakan swab konjungtiva atau kertas schirmer untuk mengumpulkan air mata kemudian melakukan RT-PCR atau isolasi virus dengan Vero-6 cell inoculation.[3]

Dari studi-studi tersebut, SARS-CoV-2 dilaporkan dapat dideteksi dengan RT-PCR dari pengambilan sampel virus pada kelopak mata bawah bagian forniks. Namun, ada juga studi yang tidak mampu menemukan virus pada air mata. Secara umum, jika meninjau jurnal-jurnal yang ada, partikel virus ditemukan pada air mata dengan persentase sebesar 0–7.14% sampel.[3,12]

Hasil yang masih kontroversial ini membuat para peneliti belum bisa mengambil kesimpulan secara pasti mengenai potensi air mata sebagai sumber transmisi. Kesulitan penyimpulan ini juga disebabkan oleh variasi dari segi waktu pengambilan sampel dari onset gejala, variasi kondisi pasien (ada/tanpa gejala okular), dan jumlah sampel yang masih sedikit. Sampai saat ini, SARS-CoV-2 dari sekret mata belum dapat dikultur.[5]

Konjungtiva sebagai Rute Infeksi

Potensi mukosa konjungtiva sebagai rute infeksi dipertimbangkan setelah suatu studi melaporkan dua kasus paramedis positif SARS-CoV-2 melalui swab nasofaring dan konjungtiva. Paramedis pertama adalah seorang anestesiologis yang melakukan intubasi pada pasien COVID-19 dengan alat pelindung diri (APD) lengkap kecuali pelindung mata, yang 3 hari kemudian mengalami mata merah, discharge konjungtiva, dan gejala respirasi hingga kemudian terdiagnosis COVID-19.

Kasus kedua melibatkan perawat dengan kondisi APD serupa yang mengalami kongesti konjungtiva dan gejala respirasi. Kedua kasus yang telah disebutkan ini mendukung teori mukosa konjungtiva sebagai rute masuknya SARS-CoV-2.[13]

 Kesimpulan

Manifestasi oftalmologis COVID-19 umumnya berupa manifestasi pada segmen anterior mata, yaitu konjungtivitis yang ditandai dengan mata kemerahan, epifora, dan kemosis. Data mengenai manifestasi pada segmen posterior mata masih sangat terbatas tetapi ada laporan kasus yang menyatakan bahwa microangiopathy retina ditemukan pada beberapa pasien COVID-19.

SARS-CoV-2 dapat menular melalui mukosa konjungtiva. Namun, saat ini belum ada data yang konklusif mengenai potensi air mata sebagai sumber transmisi. Beberapa studi menemukan SARS-CoV-2 pada sampel air mata, tetapi studi yang lain tidak menemukannya. Sampai saat ini, virus dari sekret mata belum dapat dikultur.

Dengan mempertimbangkan data yang ada saat ini, pemeriksaan fisik mata sebaiknya dilakukan dengan menggunakan sarung tangan dan alat ekstensi seperti cotton bud untuk menghindari kontak langsung dengan sekret mata pasien. Hal ini terutama perlu diingat karena pemeriksaan mata yang selama ini dilakukan melibatkan kontak yang sangat dekat dengan pasien.

Referensi