Inositol sebagai Terapi Sindrom Ovarium Polikistik

Oleh :
dr. William Sumoro

Inositol dilaporkan bermanfaat untuk terapi sindrom ovarium polikistik atau polycystic ovarian syndrome, yang dikenal juga sebagai PCOS. Kondisi ini merupakan gangguan endokrin reproduksi yang kompleks dan multifaktorial, yang memengaruhi 5–20% wanita usia subur dan menjadikannya salah satu penyebab tersering infertilitas.[1,2]

Diagnosis PCOS mengacu pada kriteria Rotterdam, yang mencakup setidaknya dua dari tiga manifestasi: disfungsi ovulasi, hiperandrogenisme klinis atau biokimiawi, dan morfologi ovarium polikistik pada USG transvaginal.[1,2]

Inositol PCOS

Patofisiologi PCOS melibatkan resistensi insulin (IR) sebagai komponen utama, yang ditemukan pada sekitar 75% wanita kurus dan 95% wanita obesitas yang mengalami PCOS. Hiperinsulinemia kompensatoris meningkatkan produksi androgen oleh sel teka ovarium dan menurunkan produksi sex hormone-binding globulin (SHBG), sehingga menyebabkan peningkatan kadar testosteron bebas. Konsekuensinya adalah gangguan siklus haid, ovulasi tidak teratur, dan gejala hiperandrogenik lainnya seperti hirsutisme dan jerawat.[3,4]

Metformin telah lama menjadi terapi utama untuk memperbaiki IR pada PCOS. Namun, keterbatasan utama metformin adalah efek samping gastrointestinal seperti mual, diare, dan kembung, yang dapat menurunkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Dalam konteks ini, inositol muncul sebagai alternatif terapeutik yang lebih ditoleransi.[5]

Mekanisme Kerja Inositol untuk Terapi Sindrom Ovarium Polikistik

Inositol, khususnya myo-inositol (MI) dan D-chiro-inositol (DCI), berperan sebagai second messenger dalam pensinyalan insulin dan fungsi ovarium. MI disintesis dari glukosa-6-fosfat dan dapat ditemukan di membran sel sebagai fosfatidil-myo-inositol, prekursor dari inositol trifosfat (IP3), yang terlibat dalam transduksi sinyal berbagai reseptor, termasuk follicle-stimulating hormone (FSH). Jalur ini berperan dalam proses diferensiasi sel granulosa dan maturasi folikel.[6]

MI juga mendukung transportasi GLUT4 ke membran sel, meningkatkan pengambilan glukosa, memperbaiki sensitivitas insulin, dan merangsang aktivitas aromatase yang meningkatkan konversi androgen menjadi estrogen. Kombinasi efek ini berkontribusi terhadap peningkatan kualitas oosit dan embrio. Selain itu, inositol meningkatkan produksi SHBG melalui penurunan hiperinsulinemia, yang menyebabkan penurunan kadar androgen bebas.[7,8]

Efek ganda inositol terhadap kadar androgen terjadi melalui peningkatan maturasi folikel dominan yang menstimulasi aktivitas aromatase, dan peningkatan SHBG yang mengikat testosteron bebas. Sebaliknya, DCI dalam dosis tinggi atau jangka panjang justru dapat menghambat aktivitas aromatase, menyebabkan akumulasi androgen dan penurunan estrogen, sehingga memperburuk gejala PCOS.[9]

Efektivitas Inositol untuk Terapi Sindrom Ovarium Polikistik

Berbagai studi klinis telah mempelajari efek inositol untuk normalisasi siklus menstruasi, penurunan berat badan, penurunan kadar androgen, perbaikan metabolisme glukosa, dan fertilitas.[5,10]

Efek Inositol untuk Normalisasi Siklus Menstruasi dan Penurunan Berat Badan

Inositol terbukti berperan dalam normalisasi siklus menstruasi dan penurunan berat badan pada pasien PCOS. Dua studi menunjukkan bahwa angka normalisasi siklus menstruasi lebih tinggi pada kelompok inositol daripada plasebo (risiko relatif 1,79; 95% CI: 1,13–2,85).[10]

Delapan uji klinis acak terkontrol menunjukkan penurunan indeks massa tubuh (IMT) yang lebih tinggi pada kelompok inositol daripada plasebo (MD atau mean difference -0,45 kg/m2; 95% CI: -0,89 hingga -0,02), dengan MI memberikan manfaat terbesar (MD -0,71 kg/m2; 95% CI: -1,00 hingga -0,43).[10]

Apabila dibandingkan dengan metformin, MI menunjukkan efektivitas yang sebanding dalam hal normalisasi siklus haid (risiko relatif 1,42; CI: 0,8–2,53) dan penurunan IMT (MD -0,11 kg/m2; CI: -0,25–0,04).[10]

Efek Inositol untuk Penurunan Kadar Androgen

Terkait profil androgen, inositol menurunkan kadar testosteron total (MD -20,39 ng/dL), testosteron bebas (MD -0,41 ng/dL), dan androstenedion (MD -0,69 ng/mL). Inositol juga meningkatkan kadar SHBG (MD 32,06 nmol/L). DCI juga menurunkan kadar DHEAS atau dehydroepiandrosterone sulfate (MD -168,48 µg/dL), meskipun analisis gabungan dari beberapa studi tidak menunjukkan signifikansi statistik.[10]

MI meningkatkan SHBG secara signifikan dibandingkan metformin (MD 2,78 nmol/L), meskipun metformin lebih unggul untuk menurunkan skor Ferriman-Gallwey (FG-score) untuk hirsutisme (MD 0,6). Efek terhadap kadar DHEAS dan androstenedion bervariasi antar studi.[5]

Efek Inositol untuk Perbaikan Metabolisme Glukosa

Meta analisis menunjukkan bahwa inositol secara signifikan menurunkan glukosa puasa dibandingkan plasebo (MD -3,14 mg/dL), dengan efek terbesar ditunjukkan oleh MI (MD -4,03 mg/dL). Meskipun tidak terdapat efek signifikan terhadap insulin puasa, HOMA-IR (Homeostatic Model Assessment of Insulin Resistance), maupun AUC (Area Under the Curve) glukosa, terdapat penurunan signifikan AUC-insulin (MD -2081,05 µU/mL/menit), terutama oleh MI (MD -2034,05 µU/mL/menit).[10]

Apabila dibandingkan dengan metformin, tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam hasil metabolisme glukosa, yang menunjukkan bahwa inositol memiliki efektivitas yang tidak inferior.[10]

Efek Inositol untuk Fertilitas

Terkait fertilitas, delapan uji klinis acak terkontrol melaporkan angka kehamilan setelah terapi inositol. Namun, definisi kehamilan bervariasi dan beberapa studi menyertakan terapi tambahan, yang dapat menimbulkan bias. Satu studi tanpa terapi tambahan tidak menemukan perbedaan pada angka kehamilan (risiko relatif 3,3; CI: 0,4–27,13). Bila dibandingkan dengan metformin, inositol menunjukkan hasil serupa, baik dengan terapi tambahan (risiko relatif 1,22; CI: 0,84–1,78) maupun tanpa terapi tambahan (risiko relatif 1,38; CI: 0,88–2,15).[10]

Profil Keamanan Inositol untuk Terapi Sindrom Ovarium Polikistik

Salah satu keunggulan utama inositol adalah profil keamanannya yang lebih baik daripada metformin. Dalam empat studi klinis yang membandingkan inositol dengan metformin, efek samping gastrointestinal seperti mual dan kembung dilaporkan secara signifikan lebih sedikit pada kelompok inositol (7% berbanding 53%; risiko relatif 0,16; 95% CI: 0,09–0,28).[10]

Kesimpulan

Bukti klinis saat ini menunjukkan bahwa inositol, khususnya myo-inositol, memberikan manfaat untuk normalisasi siklus menstruasi, penurunan berat badan, penurunan kadar androgen, dan perbaikan metabolisme glukosa pada pasien PCOS.

Inositol adalah terapi yang menjanjikan dalam tata laksana PCOS, dengan profil efikasi yang sebanding metformin untuk memperbaiki fungsi ovarium, hiperandrogenisme, dan resistensi insulin, serta memiliki profil keamanan yang lebih baik daripada metformin. Penggunaan inositol patut dipertimbangkan dalam penatalaksanaan pasien PCOS, khususnya mereka yang mengalami efek samping akibat metformin.

Referensi