Trigger Point Injection for Myofascial Pain Syndrome of the Low Back: A Partially Blinded Three-Arm Randomized Controlled Trial
Lajeunesse MD, Olivera TR, April MD, et al. American College of Emergency Physicians. 2025. 86(6):606-615. doi: 10.1016/j.annemergmed.2025.05.008
Abstrak
Latar belakang: Nyeri punggung bawah adalah keluhan umum yang membawa pasien berobat ke unit gawat darurat. Salah satu penyebab tersering nyeri punggung bawah ini adalah sindrom nyeri miofasial.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa injeksi trigger point efektif digunakan di unit gawat darurat pada berbagai lokasi tubuh. Namun, hanya satu studi yang secara khusus menilai nyeri punggung bawah miofasial, dan tidak ada yang mengevaluasi luaran fungsional. Tujuan dari studi ini adalah untuk membandingkan efikasi injeksi trigger point dikombinasi terapi standar dengan terapi standar saja.
Metode: Studi ini merupakan uji acak tersamar parsial dengan 3 lengan penelitian. Studi ini melakukan randomisasi pasien dengan nyeri punggung bawah dan secara klinis teridentifikasi memiliki trigger point, untuk mendapatkan terapi standar saja atau kombinasi terapi standar dengan injeksi trigger point dengan kandungan bupivacaine atau cairan normal salin.
Luaran primer studi ini adalah perubahan skala nyeri dalam 30-60 menit diukur dengan skala visual analog. Luaran sekunder adalah perubahan pada nilai indeks Modified Oswestry Disability pada 30-60 menit. Luaran tersier adalah perubahan nyeri pada skala visual analog dan nilai indeks Modified Oswestry Disability pada 60-72 jam.
Hasil: Penelitian ini melakukan randomisasi terhadap 180 peserta (60 per kohort) ke dalam 3 lengan intervensi. Semua lengan terapi menunjukkan penurunan nyeri pada 30 menit.
Dibandingkan dengan terapi standar saja, penurunan nyeri pada 30 hingga 60 menit adalah 0,55 (interval kepercayaan/IK 95%: –0,19 hingga 1,28) untuk bupivacaine dan 0,71 (IK 95%: 0,00 hingga 1,43) untuk larutan salin normal. Tidak ditemukan perbedaan antar kelompok dalam hal nyeri maupun luaran fungsional. Tidak ada kejadian efek samping serius yang dilaporkan.
Kesimpulan: Tidak ditemukan adanya perbaikan dengan injeksi trigger point dibandingkan terapi standar saja.
Ulasan Alomedika
Nyeri punggung bawah merupakan salah satu keluhan tersering yang membawa pasien berobat ke unit gawat darurat. Penyebab dari nyeri punggung bawah dapat bervariasi, salah satunya sindrom nyeri miofasial. Pada sindrom nyeri miofasial, terdapat bagian otot yang hiperaktif dan nyeri yang disebut sebagai trigger point. Studi ini bertujuan menilai efikasi injeksi trigger point dikombinasi terapi standar dengan terapi standar saja.
Ulasan Metode Penelitian
Studi ini merupakan uji acak tersamar ganda parsial dengan kelompok kontrol sebagai pembanding yang dilakukan di lokasi tunggal yaitu rumah sakit militer dan akademik di Amerika Serikat. Pengambilan sampel studi dilakukan dalam rentang waktu Januari 2021 hingga Februari 2024. Kelompok pasien yang menerima terapi standar tidak tersamar karena alasan etik.
Subjek Studi:
Partisipan pada studi ini diseleksi awal oleh perawat triase untuk identifikasi pasien yang potensial datang dengan keluhan nyeri punggung bawah. Tim investigasi beranggotakan total 16 orang terdiri dari dokter, residen, dan asisten dokter kemudian melakukan penilaian lanjutan untuk menentukan apakah pasien memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Semua investigator telah mendapatkan pelatihan standar untuk identifikasi dan injeksi trigger point.
Kriteria inklusi pada studi ini adalah pasien nyeri punggung bawah yang dapat ke unit gawat darurat dengan diagnosis sindrom nyeri miofasial dan teridentifikasi mempunyai trigger point.
Kriteria eksklusi meliputi kondisi medis seperti kehamilan, defisit neurologis fokal, penggunaan antikoagulan, selulitis, demam, skiatika, keganasan aktif, fraktur atau operasi tulang belakang atau panggul dalam 6 bulan terakhir, fibromialgia, rheumatoid arthritis, ankylosing spondylitis, atau mendapatkan injeksi trigger point dalam waktu baru-baru ini.
Luaran Studi:
Luaran primer dari studi ini bertujuan menentukan tata laksana mana yang lebih superior dalam waktu 30-60 menit. Parameter yang digunakan untuk menilai superioritas adalah dengan menilai penurunan derajat nyeri yang diukur dengan skala visual analog. Luaran sekunder adalah perubahan pada nilai indeks Modified Oswestry Disability pada 30-60 menit. Luaran tersier adalah perubahan nyeri pada skala visual analog dan nilai indeks Modified Oswestry Disability pada 60-72 jam.
Ulasan Hasil Penelitian
Pada luaran primer, dibandingkan dengan terapi standar berupa injeksi ketorolac 30 mg intramuskular dan paracetamol 975 mg, penambahan injeksi trigger point dengan bupivacaine dan normal salin tidak menurunkan derajat nyeri secara signifikan. Hasil serupa juga didapatkan pada luaran sekunder dan tersier.
Peneliti studi ini menduga ada 3 faktor yang menjelaskan. Pertama, injeksi trigger point tidak efektif, tetapi ini bertentangan dengan hasil studi lain. Kedua, adanya ambang terapi dimana penambahan terapi tidak mengurangi derajat nyeri lebih lanjut. Ketiga, injeksi trigger point mungkin mempunyai onset kerja yang lebih cepat dibandingkan dengan terapi standar, tetapi pada waktu penilaian studi ini (30 menit), efek terapi sudah menjadi setara.
Kelebihan Penelitian
Studi ini memiliki desain uji klinis acak terkontrol (randomized controlled trial) dengan sebagian lengan dibutakan. Penggunaan computer-generated randomization dan blok permutasi juga dapat meningkatkan keseimbangan antar kelompok. Selain itu, studi ini menggunakan analisis intention-to-treat dan menyajikan analisis per protokol.
Semua lengan penelitian menerima perawatan standar yang terdefinisi dengan baik dan sesuai praktik klinis modern, sehingga dapat meningkatkan relevansi klinis temuan dan memudahkan penerjemahan hasil ke praktik. Studi ini juga menilai skala nyeri dengan skala visual analog dan fungsi menggunakan Modified Oswestry Disability Index (MODI), yang merupakan luaran yang penting secara klinis.
Lebih lanjut, pengawasan data yang ketat, termasuk peninjauan reguler dan verifikasi 10% data oleh research monitor, meningkatkan akurasi dan integritas data. Tidak adanya kejadian efek samping serius juga menunjukkan bahwa intervensi aman dalam populasi yang dipelajari.
Limitasi Penelitian
Desain studi ini menggunakan convenience sampling dan dilakukan di satu pusat (single-center) dalam konteks rumah sakit militer akademik. Hal ini membatasi generalisasi hasil, terutama karena populasi rumah sakit militer cenderung didominasi oleh laki-laki, lebih muda, dan lebih sehat dibanding populasi umum. Selain itu, penggunaan convenience sample yang bergantung pada ketersediaan investigator dapat menimbulkan selection bias.
Selain itu, meski sebagian lengan studi dibutakan, lengan yang mendapat terapi standar saja tidak dibutakan. Hal ini berpotensi menimbulkan performance bias dan expectation bias, di mana peserta atau klinisi di kelompok tanpa injeksi mungkin memiliki ekspektasi terapi yang berbeda. Tingkat keberhasilan blinding pada kelompok injeksi juga relatif rendah, sehingga risiko unblinding dapat memengaruhi penilaian nyeri subjektif
Identifikasi trigger point dilakukan oleh 16 investigator dengan latar belakang beragam, meskipun telah diberi pelatihan. Diagnosis trigger point memiliki variabilitas antar-pemeriksa yang tinggi, dan prosedur ini sangat bergantung pada keahlian. Hal tersebut dapat menurunkan konsistensi intervensi dan berpotensi mengaburkan perbedaan antara kelompok.
Lebih lanjut, semua kelompok menerima terapi standar yang sudah mencakup analgesik. Ini dapat menyebabkan ceiling effect, sehingga efek tambahan dari injeksi trigger point sulit dibedakan secara klinis.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Hasil studi ini sangat relevan untuk diterapkan di Indonesia karena kasus nyeri punggung bawah merupakan salah satu keluhan tersering yang membawa pasien ke unit gawat darurat, termasuk di Indonesia. Penelitian ini menunjukkan bahwa injeksi trigger point tidak memberikan manfaat tambahan dalam terapi nyeri punggung bawah. Ini dapat membantu petugas kesehatan menghemat sumber daya dengan mengarahkan fokus pada terapi konservatif yang efektif.

