Injeksi Botox pada Geriatri

Oleh :
dr. Fresa Nathania Rahardjo, M.Biomed, Sp.KK

Populasi geriatri memerlukan beberapa perhatian khusus jika akan menjalani tindakan injeksi toksin botulinum tipe A atau botox. Hal ini karena geriatri memiliki struktur kulit yang telah berubah, risiko interaksi obat yang lebih tinggi, dan gambaran kerutan yang lebih sulit sehingga membutuhkan dosis toksin botulinum lebih besar. Meski demikian, secara garis besar tidak ada indikasi atau kontraindikasi yang berbeda secara spesifik pada pasien geriatri.

Pada geriatri, toksin botulinum yang paling banyak digunakan untuk mengurangi kerutan pada wajah dengan tujuan kosmetik atau anti-penuaan. Tujuan penggunaan lainnya adalah untuk memperbaiki kelainan neuromuskular, mengurangi sekresi kelenjar keringat, merelaksasi otot untuk meredakan spasme, serta meredakan nyeri yang bersumber dari saraf.[1,2]

Old,Woman,Gets,Filler,Or,Botox,Injection,For,Facial,Rejuvenation

Sekilas Tentang Toksin Botulinum

Toksin botulinum berasal dari Clostridium botulinum, suatu bakteri anaerob gram positif. Terdapat 7 subtipe toksin botulinum (A-G) tapi hanya A dan B yang digunakan secara klinis dan yang banyak digunakan adalah tipe A. Cara kerja toksin botulinum adalah dengan mengikat vesikel sinaps glikoprotein 2 begitu toksin tersebut mencapai terminal presinaps syaraf. Ikatan tersebut menyebabkan endositosis kompleks glikoprotein-toksin dan rantai toksin dilepaskan melalui rongga sinaps. Rantai toksin ringan dipecah protein terkait sinaptosomal, sehingga menghambat pelepasan asetilkolin dari akson ke neuron motorik perifer dan menyebabkan denervasi kimiawi sementara atau paralisis otot.[3,5]

Injeksi toksin botulinum relatif aman dilakukan apabila pengerjaannya sesuai prosedur dan dikerjakan oleh dokter yang berkompeten di bidangnya. Secara umum, kontraindikasi injeksi toksin botulinum adalah adanya hipersensitivitas terhadap toksin botulinum, namun hal ini sangat jarang ditemukan. Efek samping yang biasa terjadi pada injeksi toksin botulinum antara lain adalah ptosis, asimetri wajah, dan atrofi otot. Efek samping dapat dihindari dengan dosis yang tepat, lokasi penyuntikan yang tepat, dan perawatan setelah injeksi yang benar agar tidak terjadi migrasi cairan toksin botulinum dari otot target ke area otot yang berdekatan.[1,2,4]

Indikasi Injeksi Toksin Botulinum  pada Populasi Geriatri

Secara garis besar, tidak ada perbedaan indikasi khusus injeksi toksin botulinum pada populasi geriatri dan dewasa lainnya. Botox paling umum digunakan untuk tujuan kosmetik atau rejuvinasi. Injeksi toksin botulinum merupakan prosedur kosmetik yang paling banyak dilakukan di seluruh dunia, dengan perkiraan hampir 3 juta suntikan per tahun. Kerutan dinamis adalah indikasi kosmetik utama dari penggunaan toksin botulinum.[1,2,5]

Indikasi Rejuvinasi atau Kosmetik

Tujuan injeksi toksin botulinum adalah untuk mengurangi kerutan dinamis di area yang diinginkan. Sebagai contoh, kerutan dahi transversal dapat dihilangkan dengan cara menyuntikan toksin botulinum pada otot frontalis. Sementara itu, kerutan pada glabella dapat dihilangkan dengan suntikan toksin botulinum pada otot procerus dan korugator, sehingga menyebabkan hilangnya kerutan transversal dan vertikal di antara glabela. Metode ini membantu meminimalkan difusi melalui septum orbita yang dapat menyebabkan ptosis kelopak mata dan memaksimalkan efek toksin botulinum.

Saat proses penuaan, otot platysma di leher anterior kehilangan elastisitasnya dan membentuk garis vertikal di leher. Ini juga dapat diperbaiki dengan injeksi toksin botulinum. Botox dapat juga digunakan untuk koreksi neuromuskular pada gummy smile (gusi tampak saat tersenyum) dengan penyuntikan pada otot levator labii superioris ala nasi.

Kerutan vertikal di atas dan bawah bibir disebabkan kontraksi repetitif muskulus orbikularis oris. Kerutan ini disebut garis perokok karena sering terjadi pada orang yang merokok. Suntikan toksin botulinum yang terlalu berlebihan bisa menyebabkan bibir tampak asimetris dan bisa terjadi gangguan bicara atau gangguan gerakan bibir untuk minum. Tindakan yang lebih aman untuk area ini adalah dengan peeling kimiawi atau laser CO2.[1,3,5]

Indikasi Selain Kosmetik: Mengurangi Sekresi Kelenjar

Kegunaan toksin botulinum yang lain selain kosmetik adalah untuk mengurangi produksi kelenjar keringat, misalnya pada penderita hiperhidrosis. Botox disuntikkan pada area yang banyak kelenjar keringat, seperti aksila, palmar, atau plantar.

Botox juga dapat digunakan pada pengobatan sindroma Frey dengan hipersialorea dengan cara diinjeksikan pada intraglandular parotis untuk mengatasi hipersialorea.

Indikasi Selain Kosmetik: Gangguan Neurologi

Botox dapat pula digunakan dalam penatalaksanaan nyeri pada trigeminal neuralgia bila disuntikkan pada zona pemicu trigeminal neuralgia.

Pada spastisitas otot fleksor plantar pasca stroke, toksin botulinum dapat digunakan untuk menghambat transmisi sinaps lokal pada terminal kolinergik sehingga dapat digunakan sebagai terapi yang efektif untuk spasme otot pasca stroke. Suntikan toksin botulinum dapat secara signifikan mengurangi spastisitas, meningkatkan jangkauan gerak,  dan meningkatkan fungsi ekstremitas atas. Injeksi toksin botulinum juga dapat mereduksi nyeri bahu dan meningkatkan jangkauan gerakan pasif dengan denervasi muskulus subskapularis.

Indikasi Selain Kosmetik Lainnya

Pada pengobatan disfagia, toksin botulinum digunakan untuk denervasi otot secara kimia agar otot mengalami relaksasi dan menyebabkan ada rongga untuk lewatnya bolus makanan.

Botox juga dapat digunakan pada pengobatan paralisis pita suara bilateral. Otot abduktor bilateral pita suara yang mengalami paralisis atau paresis diinjeksikan toksin botulinum pada otot tiroaritenoid dan interaritenoid, sehingga terjadi keseimbangan posisi pita suara yang mengalami paralisis ke posisi yang lebih abduksi dengan melemahkan otot adduktor.[2,4,5]

Kontraindikasi dan Peringatan Penggunaan Toksin Botulinum pada Populasi Geriatri

Secara garis besar, tidak ada kontraindikasi toksin botulinum yang berbeda antara populasi geriatri dengan dewasa lainnya. Injeksi toksin botulinum dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat alergi terhadap toksin botulinum dan komponen lain dari sediaan. Selain itu, penggunaan toksin botulinum pada pasien dengan sklerosis amiotrofik lateral dan kelainan lain dengan deplesi produksi asetilkolin (seperti sindrom Eaton-Lambert) tidak direkomendasikan.

Pasien geriatri sering mengonsumsi polifarmasi, sehingga interaksi obat tertentu perlu mendapat pengawasan. Penggunaan antibiotik golongan aminoglikosida, siklosporin, atau obat yang mengganggu transmisi neuromuskular seperti tubokurarin, dapat meningkatkan efek dari toksin botulinum.[1-4]

Efek Samping Injeksi Toksin Botulinum pada Populasi Geriatri

Pengobatan dengan toksin botulinum bersifat aman, efektif, dan minim efek samping serius, termasuk pada populasi geriatri. Dosis letal toksin botulinum diperkirakan 1,3-2,1 mg/kgBB melalui injeksi intramuskular atau intravena. Dosis ini jauh lebih tinggi dibandingkan dosis yang biasa digunakan secara klinis, sehingga penggunaan toksin botulinum untuk tujuan kosmetik dan tujuan medis lain dianggap sangat aman.[1-4]

Beberapa efek samping yang dapat muncul antara lain nyeri, bengkak, dan perdarahan di area penyuntikan. Pada injeksi di area wajah, bisa terjadi nyeri kepala yang berlangsung segera setelah penyuntikan sampai beberapa jam setelah penyuntikan dan akan hilang spontan. Efek samping tersebut bisa disebabkan spasme otot sebelum terjadi paralisis atau bisa karena terjadi kontak jarum dengan periosteum atau terjadi hematoma dalam otot. Meski begitu, nyeri kepala ini umumnya ringan dan hilang spontan dalam beberapa jam pasca penyuntikan.

Memar atau hematoma bisa saja terjadi pada area penyuntikan toksin botulinum karena kontak dengan pembuluh darah, namun akan pudar dalam beberapa minggu seperti memar biasa dan tidak membutuhkan penanganan khusus.[2-4,6]

Saat penyuntikan juga perlu diwaspadai terjadinya difusi toksin botulinum ke otot yang berdekatan secara tidak disengaja. Hal ini dapat menyebabkan efek asimetri pada wajah ataupun disfagia jika otot yang terkena adalah otot pada leher.[2,6]

Perhatian Khusus Injeksi Toksin Botulinum  pada Populasi Geriatri

Pasien yang berusia di atas 65 tahun memiliki lapisan kulit yang lebih tipis dan lebih tidak elastis, otot wajah yang lebih lemah, dan kerutan yang disebabkan gravitasi sehingga membentuk kantong (sagging) selain dari akibat kontraksi berulang. Oleh karenanya, respon injeksi toksin botulinum pada populasi geriatri tidak dapat diharapkan akan sebaik respon pada orang muda. Injeksi toksin botulinum tetap dapat membantu menghaluskan kerutan statis dan dinamis pada kulit, namun agar lebih baik hasilnya perlu dikombinasi dengan terapi lain seperti laser resurfacing.

Pada geriatri, bisa juga terdapat lapisan kulit ekstra di bawah alis akibat kulit yang sudah berkurang elastisitasnya. Hal ini dapat memburuk dengan injeksi toksin botulinum pada otot frontalis. Pasien yang lebih tua dan mendapat injeksi pada garis glabela juga lebih mudah mengalami ptosis kelopak mata. Orang yang lebih berisiko mengalami efek samping adalah orang dengan kerutan yang berat sehingga memerlukan dosis yang lebih besar untuk mendapat hasil signifikan.

Pasien geriatri juga menjadi lebih rentan mengalami memar pasca injeksi toksin botulinum. Risiko memar akan lebih besar pada pasien yang mengonsumsi obat antikoagulan dan antiplatelet, seperti warfarin atau aspirin.[5,6]

Untuk mencegah efek yang tidak diinginkan pada pasien geriatri, perlu dilakukan pengukuran dosis yang tepat dan identifikasi titik penyuntikan yang tepat dengan mempertimbangkan kondisi kulit yang sudah mengendur. Panduan dengan alat elektromiografi dapat berguna untuk memilih otot yang paling tepat diinjeksi. Selain itu, pasien dapat diminta untuk duduk tegak selama sekitar 3 jam pasca tindakan agar tidak terjadi difusi dan migrasi toksin botulinum. Hindari pemijatan atau penekanan pada area penyuntikan. Minta pula pasien untuk secara aktif mengkontraksikan otot yang diinjeksi untuk menstimulasi uptake neurotoksin oleh otot tersebut.[4,5]

Kesimpulan

Secara garis besar, tidak ada indikasi, kontraindikasi, ataupun efek samping berbeda terkait injeksi toksin botulinum pada geriatri dengan populasi dewasa lain. Meski demikian, perlu diketahui bahwa populasi geriatri mengalami perubahan struktur dan tampilan kulit yang menyebabkan mungkin diperlukan dosis toksin botulinum lebih banyak atau kesulitan dalam identifikasi otot yang akan diinjeksi. Selain itu, pasien geriatri juga cenderung mengonsumsi polifarmaka, sehingga dokter perlu mewaspadai adanya interaksi obat.

Referensi