Hubungan antara Liken Planus dengan Infeksi Hepatitis C

Oleh :
dr. Fresa Nathania Rahardjo, M.Biomed, Sp.KK

Hubungan antara liken planus dengan infeksi hepatitis C telah ditunjukkan pada uji epidemiologis tahun 2015 telah. Namun, patofisiologi hubungan antara liken planus dengan hepatitis C hingga saat ini masih belum jelas.[1]⁠

Prevalensi liken planus sebesar 1% dari seluruh penyakit mukokutaneus, dengan epidemiologi yang belum jelas. Liken planus muncul secara sporadis dan sering berhubungan dengan komorbid penyakit kronis. Georgescu et al pada tahun 2019 menunjukkan bahwa liken planus berhubungan dengan kondisi autoimun, termasuk autoimun yang dimediasi oleh infeksi virus.[2,3]⁠

LikenPlanusdanHepatitisC

Sekilas tentang Gambaran Klinis Liken Planus

Liken planus seringkali muncul pada pasien dengan penyakit kritis. Lesi klasik liken planus umumnya planar, purple, poligonal, pruritik, papula, dan plak (6P). Plak liken planus berbatas putih tegas (Wickham striae), yang dapat menyebabkan hiperpigmentasi pascainflamasi.[2]⁠

Lesi awal biasanya muncul secara bilateral dan simetris di ekstremitas sisi fleksor, misalnya di lengan bawah, pergelangan tangan, dan kaki. Lesi kemudian dapat meluas ke paha, punggung bawah, badan, leher, mukosa mulut, hingga genital. Lokasi yang jarang adalah wajah dan palmoplantar.[2]⁠

Gambaran lesi lainnya adalah hipertrofik, atrofik, bula, erosif, folikel, aktinik, anular, pigmentasi, linier, dan erupsi. Sekitar 50% pasien liken planus mengalami lesi di mukosa, di mana keluhan terbanyak pada mulut. Namun, lesi juga bisa ditemukan di bibir, esofagus, penis, vulva, atau vagina.[2]⁠

Variasi lesi erupsi jarang dilaporkan, tetapi dapat berkembang secara cepat. Laporan kasus menunjukkan adanya hubungan kasus liken planus eruptif ini dengan infeksi hepatitis C.[2]⁠

Hubungan Liken Planus dan Hepatitis C

Studi epidemiologis oleh Stark et al, pada tahun 2015 di populasi Mediterania, menunjukkan bahwa total pasien dengan liken planus yang memiliki komorbid infeksi hepatitis C sebesar 3,1%, yang lebih tinggi daripada pasien tanpa komorbid yaitu 0,14%.[1]⁠

Hasil studi ini sesuai dengan meta analisis terdahulu oleh Lodi et al (2010), yang menunjukkan adanya hubungan antara infeksi hepatitis C terhadap kejadian liken planus pada populasi Mediterania, Jepang, dan Amerika Serikat. Namun, terdapat 33 penelitian yang tidak menunjukkan hubungan tersebut. Pada populasi mediterania, USA, dan jepang terdapat faktor perancu yang cukup besar, yaitu umur, viral load, dan kejadian hepatocel carcinoma.[4]⁠⁠

Hubungan Liken Planus Eruptif dan Hepatitis C

Beck et al (2020) melaporkan kasus liken planus eruptif pada pasien dengan infeksi virus HCV. Menurut Beck, patofisiologi liken planus yang merupakan hasil reaksi imunitas tubuh merupakan kunci penting untuk menjelaskan mengapa infeksi virus menjadi faktor pencetus liken planus ini. Terdapat berbagai studi tentang penggunaan interferon memperburuk kejadian liken planus.[2]⁠

Penelitian oleh Shahzadi et al (2019) menemukan hubungan positif antara sepertiga populasi penderita hepatitis C dengan kejadian liken planus. Selain itu, materi genetik human leukocyte antigen (HLA) mempengaruhi kasus liken planus itu sendiri. Namun, patofisiologi liken planus dengan koinfeksi virus HCV belum dapat dijelaskan.[5]⁠⁠

Hipotesis Patofisiologi Liken Planus pada Pasien Hepatitis C

Georgescu et al (2019) mengemukakan berbagai hipotesis patofisiologi liken planus pada penderita hepatitis C, di antaranya teori replikasi virus di keratosit dan teori autoimunitas, di mana replikasi virus membuat penumpukan imunoglobulin yang berperan sebagai antigen bagi sistem imunitas tubuh inang.[3]

Hipotesis lainnya adalah teori radikal bebas pada proses replikasi virus, teori respon imunitas inang yang berubah melalui jalur sinyal antar seluler dan berhubungan dengan sinyal interferon, serta teori sitokin interferon yang berlebihan.[3]⁠

Faktor Risiko Terjadinya Liken Planus

Kondisi liken planus lebih sering terjadi pada pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap antigen hewani, benda metal, dan virus. Lucchese et al pada tahun 2022 menunjukkan bahwa pasien dengan komorbid infeksi hepatitis C, infeksi cytomegalovirus CMV, infeksi virus herpes simpleks (HSV-1), infeksi virus Epstein Barr (EBV) dan infeksi human papillomavirus (HPV) memiliki predileksi terjadinya liken planus lebih tinggi daripada pasien tanpa komorbid.[6]⁠

Terapi Liken Planus dengan Komorbid Hepatitis C

Terapi untuk liken planus tergantung derajat keparahan dan lokasi lesi. Walaupun 68% kasus liken planus akan sembuh sendiri dalam tahun pertama, pemberian terapi akan mempercepat proses penyembuhan.[2]⁠

Pilihan terapi lini pertama liken planus adalah steroid topikal. Bila terapi lokal tidak berhasil, terapi dapat dilanjutkan dengan kortikosteroid oral, fototerapi, dan/atau retinoid oral. Obat lain yang dianggap memiliki manfaat dalam terapi liken planus antara lain hidroksiklorokuin, sulfasalazine, siklosporin, dan azathioprine.[2,6,7]⁠

Antihistamin diberikan untuk mencegah ekskoriasi akibat gesekan mekanis atau  garukan, sehingga infeksi sekunder akibat pruritus dapat dihindari.[7]⁠

Kesimpulan

Prevalensi liken planus adalah 1% dari seluruh penyakit mukokutaneus. Pasien dengan infeksi virus HCV memiliki risiko 3,1% lebih tinggi terserang liken planus dibandingkan dengan pasien tanpa komorbid. Selain hepatitis C, faktor risiko liken planus adalah pasien dengan hipersensitif terhadap protein hewani dan pasien dengan komorbid infeksi CMV, HSV-1, EBV, dan HPV.

Teori hubungan liken planus dan infeksi hepatitis C sampai saat ini belum jelas. Namun, terdapat 5 hipotesis sebagai penyebab, yaitu teori replikasi virus di keratosit, teori autoimunitas, teori radikal bebas, teori respon imunitas inang yang berubah, dan teori sitokin interferon yang berlebihan. Terapi liken planus adalah dengan steroid topikal sampai dengan sitotoksik oral. Antihistamin dapat digunakan sebagai pereda gejala pruritus.

Referensi