Risiko Konsumsi Antihistamin untuk Anak dengan Motion Sickness

Oleh :
dr. Anastasia Feliciana

Antihistamin sering diberikan pada anak-anak untuk mengatasi motion sickness. Jenis antihistamin yang terutama banyak digunakan adalah antihistamin generasi pertama, seperti chlorpheniramine maleate dan dimenhydrinate yang banyak dipasarkan untuk mencegah dan mengatasi motion sickness. Namun, penggunaan antihistamin generasi pertama pada anak memiliki risiko medis yang serius.

Motion sickness merupakan gangguan transien yang muncul akibat pergerakan. Hal ini dapat terjadi pada individu mana pun bila ada paparan gerakan pada tubuh yang cukup signifikan. Motion sickness jarang terjadi pada anak berusia <2 tahun karena kurangnya input visual pada anak usia ini.[1,2]

Risiko Konsumsi Antihistamin untuk Anak dengan Motion Sickness-min

Anak berusia muda sering berada dalam posisi terlentang, sehingga kurang rentan mengalami motion sickness. Kelompok anak yang paling umum mengalami motion sickness adalah anak berusia 6–12 tahun, dengan puncak usia 9–10 tahun.

Kerentanan ini berkurang saat anak memasuki usia remaja, yang mungkin disebabkan oleh habituasi. Adanya riwayat motion sickness pada orang tua meningkatkan risiko motion sickness pada anak sebanyak dua kali lipat.[1-3]

Perbedaan Antihistamin Generasi Pertama dan Kedua untuk Motion Sickness

Antihistamin generasi pertama telah dilaporkan efektif mencegah dan mengatasi motion sickness. Namun, antihistamin golongan ini memiliki efek sedatif yang tinggi. Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah dimenhydrinatechlorpheniramine maleate, promethazine, diphenhydramine, dan meclizine.

Antihistamin generasi kedua memiliki efek sedatif yang lebih rendah, tetapi dilaporkan kurang efektif untuk mencegah dan mengatasi motion sickness. Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini adalah cetirizine dan loratadine.[1,2]

Risiko Efek Samping Antihistamin Generasi Pertama

Antihistamin generasi pertama memblokir reseptor histamin di pusat muntah. Selain itu, komponen antikolinergiknya dapat berkontribusi pada pencegahan dan pengurahan gejala motion sickness. Efek samping obat golongan ini adalah kantuk, agitasi, delirium, tremor, konstipasi, mulut kering, dan pandangan kabur.

Efek samping yang lebih jarang dapat berupa palpitasi, hipotensi, pingsan, dan retensi urine. Tanda intoksikasi antihistamin generasi pertama adalah dilatasi pupil, wajah kemerahan, halusinasi, ataksia, dan retensi urine.[4,5]

Terdapat beberapa laporan efek samping antihistamin generasi pertama berupa aritmia (khususnya torsades de pointes) akibat terhambatnya rilis kalium dari sel miokardium yang menyebabkan pemanjangan interval QT, dan berupa depresi pernapasan yang dapat berisiko pada kematian.

Pemberian Antihistamin Generasi Pertama pada Anak

Studi yang langsung mempelajari risiko pemberian antihistamin generasi pertama pada anak-anak memang masih terbatas. Namun, ada studi yang telah mempelajari pola kebiasaan pemberian antihistamin generasi pertama pada anak-anak untuk berbagai tujuan lain, termasuk untuk tidur, flu, dan rhinitis alergi.

Dalam penelitiannya, Yehya et al. mempelajari pola penggunaan antihistamin generasi pertama pada 516 anak berusia <6 tahun. Dari total penggunaan antihistamin generasi pertama tersebut, lebih dari setengahnya diperoleh sendiri tanpa konsultasi ke dokter. Chlorpheniramine maleate adalah jenis yang paling banyak dipakai (62,9%). Sekitar 47% anak diberikan obat golongan ini untuk tidur; sekitar 21,7% diberikan untuk mengobati flu; dan sekitar 12,9% diberikan untuk menangani rhinitis alergi.

Antihistamin generasi pertama dapat menyebabkan gangguan kognitif dan psikomotor pada anak. Namun, hasil studi tersebut menunjukkan bahwa 80,5% orang tua mengetahui antihistamin generasi pertama menimbulkan efek samping kantuk, tetapi hanya 31,9% orang tua mengetahui obat ini menimbulkan efek samping kognitif.[1]

Dosis berlebih pada anak dapat menyebabkan kardiotoksisitas (menimbulkan aritmia), depresi pernapasan, hingga kematian. Pemberian obat antihistamin generasi pertama sebaiknya dihindari pada anak usia ≤2 tahun.

Untuk anak usia >2 tahun yang mengalami motion sickness, antihistamin generasi pertama sesuai berat badan dapat diberikan oleh dokter dengan berhati-hati untuk mencegah intoksikasi. Antihistamin generasi pertama dikonsumsi 30 menit sebelum paparan gerak untuk mencegah motion sickness pada anak usia >2 tahun.[2,3,5]

Eksitasi Paroxysmal akibat Antihistamin

Penggunaan antihistamin untuk mengatasi motion sickness pada anak-anak mungkin menimbulkan stimulasi paradoks yang bermanifestasi sebagai eksitasi. Oleh karena itu, pemberian obat ini untuk pertama kalinya pada anak sebaiknya tidak dilakukan di dalam pesawat maupun ruangan tertutup lainnya.[5,6]

Kesimpulan

Antihistamin generasi pertama bersifat lebih efektif daripada antihistamin generasi kedua untuk mencegah dan mengatasi motion sickness. Namun, antihistamin generasi pertama memiliki efek sedatif yang tinggi, serta dapat menyebabkan gangguan kognitif dan gangguan psikomotor pada anak-anak. Dosis berlebih pada anak juga berisiko menimbulkan kardiotoksisitas dan depresi pernapasan.

Pemberian antihistamin generasi pertama untuk kasus motion sickness tidak dianjurkan pada anak usia ≤2 tahun. Untuk anak usia >2 tahun yang mengalami motion sickness, dokter dapat memberikan antihistamin generasi pertama sesuai berat badan anak dengan berhati-hati untuk menghindari intoksikasi. Dokter juga perlu mewaspadai risiko eksitasi paroxysmal akibat antihistamin. Terapi nonfarmakologis untuk motion sickness sebaiknya tetap menjadi lini pertama.

Referensi