Perbandingan Pemberian Laju Cairan Intravena Cepat dan Lambat pada Pasien Kritis – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Wendy Damar Aprilano

Effect of Slower vs Faster Intravenous Fluid Bolus Rates on Mortality in Critically Ill Patients The BaSICS Randomized Clinical Trial

Zampieri FG, Machado FR, et al; BaSICS investigators and the BRICNet members. JAMA. 2021. 326(9):830-838. doi: 10.1001/jama.2021.11444. PMID: 34547081

studilayak

Abstrak

Latar Belakang: Pemberian cairan intravena dengan laju infus lambat dinilai dapat mengurangi pembentukan edema jaringan atau disfungsi organ pada pasien kritis. Akan tetapi, tidak ada data yang dapat mendukung perbedaan antara laju pemberian cairan selama terapi cairan yang berkaitan dengan hasil akhir terapi penting, seperti mortalitas.

Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan efek antara laju infus lambat dengan kontrol pada kesintasan 90 hari pada pasien di intensive care unit (ICU).

Metode: Uji klinis acak terkontrol faktorial tanpa penyamaran pada 75 ICU yang ada di Brasil, melibatkan 11.052 pasien yang membutuhkan minimal 1 fluid challenge dan 1 faktor risiko luaran yang lebih buruk, dilakukan randomisasi mulai 29 Mei 2017 ‒ 2 Maret 2020. Pemantauan diselesaikan pada 29 Oktober 2020. Pasien diberikan secara acak 2 laju infus yang berbeda (dibahas pada jurnal ini) dan 2 jenis cairan yang berbeda (dibahas pada jurnal terpisah).

Pasien secara acak akan menerima fluid challenge pada 2 laju infus yang berbeda, yaitu 5.538 pasien pada laju infus lambat (333 mL/jam) sedangkan 5.514 pasien pada kelompok kontrol (999 mL/jam). Luaran primer yang dianalisis adalah kesintasan 90 hari.

Hasil: Dari semua pasien yang menjalani randomisasi, 10.520 pasien (95,2%) diikutkan dalam analisis (rerata usia 61,1 tahun [SD 17,0 tahun], 44,2% adalah wanita) setelah dilakukan eksklusi data ganda dan penolakan informed consent. Pasien yang mendapat laju infus lambat menerima rerata 1.162 mL pada hari pertama, dan 1.252 mL pada kelompok kontrol. Di hari ke-90, 1.406 dari 5.276 pasien (26,6%) pada kelompok laju infus lambat meninggal, dibandingkan kelompok kontrol sebanyak 1.414 dari 5.244 pasien (27,0%) yang meninggal (adjusted hazard ratio 1,03; 95% CI 0,96-1,11 ; P = 0,46). Tidak ditemukan interaksi yang bermakna antara jenis cairan dengan laju infus (P = 0,98).

Kesimpulan: Di antara pasien yang dirawat di intensive care unit (ICU) yang membutuhkan fluid challenge, pemberian laju infus lambat dibandingkan dengan laju infus yang lebih cepat tidak menurunkan angka mortalitas 90 hari. Kesimpulan penelitian ini tidak mendukung penerapan laju infus lambat.

Perbandingan Pemberian Laju Cairan Intravena Cepat dan Lambat pada Pasien Kritis-min

Ulasan Alomedika

Pada pasien dengan perfusi yang buruk, terapi cairan masih menjadi pengobatan utama. Meski demikian, walaupun terapi cairan sangat umum diberikan pada populasi pasien ini, hanya ada sedikit literatur untuk memandu seberapa cepat cairan harus diberikan. Jika ada perbedaan luaran berdasarkan kecepatan infus, tentunya hal ini akan menjadi langkah sederhana yang dapat diambil untuk mempengaruhi kemungkinan luaran pasien.

Ulasan Metode Penelitian

Pasien sakit kritis di 75 ICU di Brasil yang membutuhkan fluid challenge diacak untuk menerima infus 333 ml per jam untuk kelompok infus lambat atau 999 ml per jam untuk kelompok kontrol. Luaran primer yang dievaluasi adalah mortalitas 90 hari antara 2 kelompok.

Pengacakan dilakukan menggunakan perangkat lunak daring. Orang-orang yang terlibat dalam perawatan pasien menjalani penyamaran (blinded) terkait jenis cairan, tetapi tidak terhadap kecepatan cairan. Cairan diberikan dalam kantung 500 mL identik yang dilabeli huruf A sampai F.

Ulasan Hasil Penelitian

Di antara 11.052 pasien sakit kritis yang membutuhkan setidaknya satu fluid challenge, 10.520 (95,2%) dimasukkan dalam analisis. Usia rerata partisipan adalah 61,1 tahun dan 44,2% dari populasi penelitian adalah perempuan. Setelah pengacakan, 5.538 pasien diberi cairan lebih lambat, sedangkan 5.514 lainnya masuk dalam kelompok kontrol. Pada hari ke-90, mortalitas adalah 26,6% pada kelompok laju cairan lambat dibandingkan dengan 27,0% pada kelompok kontrol. Tidak ada interaksi yang signifikan antara laju infus dan mortalitas.

Untuk luaran sekunder, didapatkan skor sequential organ failure assessment (SOFA) kardiovaskular dan respiratori yang lebih rendah pada kelompok laju lambat di hari ke-3. Selain itu, pada hari ke-3 juga didapatkan skor SOFA koagulasi lebih tinggi pada kelompok laju lambat.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan penelitian ini adalah metode uji klinis multisenter skala besar yang dirancang untuk menjawab pertanyaan klinis penting mengingat frekuensi penggunaan cairan di ICU. Randomisasi dilakukan dengan baik, yaitu menggunakan perangkat lunak daring. Karakteristik pasien juga seimbang antar lengan intervensi.

Dari 11.052 partisipan yang diikutsertakan dalam penelitian, sebanyak 95,2% pasien dianalisis lebih lanjut datanya, sehingga angka dropout hanya sebesar 4,8%.

Intervensi yang dilakukan pada pasien kritis memang sulit menerapkan sistem penyamaran atau blinded. Dalam konteks studi ini, tentunya sulit melakukan penyamaran laju pemberian cairan, sehingga meskipun dilakukan dengan unblinded hasil studi ini masih dapat diterima.

Limitasi Penelitian

Penentuan laju infus lambat ditentukan nilainya secara subjektif oleh peneliti, yaitu sebesar 333 mL/jam tanpa ada dasar yang cukup kuat. Data yang dikumpulkan juga tidak mengkaji efek terapi cairan pada parameter hemodinamik.

Studi ini juga melibatkan kebanyakan pasien dengan tingkat keparahan penyakit lebih rendah, yaitu skor Acute Physiology and Chronic Health Evaluation II (APACHE II) dengan median 12. Hampir separuh partisipan merupakan pasien bedah elektif dan sekitar 40% pasien tidak hipotensif.

Aplikasi Penelitian di Indonesia

Jika kita melihat penerapan pemberian fluid challenge pada pasien kritis di ICU di Indonesia, tentu saja hasil penelitian ini sangat bermanfaat dalam menjawab kebimbangan dari dokter penanggung jawab pelayanan saat memberikan terapi. Kebutuhan infus cairan yang diberikan dengan cepat untuk pasien ICU mungkin perlu dievaluasi secara individual, mengingat studi ini menunjukkan kurangnya manfaat dibandingkan pemberian dengan laju lambat terhadap mortalitas.

Referensi