Chancroid atau Ulkus Mole: Insidensi Menurun Apakah Tereradikasi

Oleh :
dr.Diah Puspitosari

Saat ini, secara global insidensi chancroid atau ulkus mole dilaporkan menurun. Apakah kondisi ini akibat terapi penyakit yang baik sehingga tereradikasi, atau karena misdiagnosis maupun pelaporan kasus yang tidak baik? Chancroid atau ulkus mole adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri batang gram negatif Haemophilus ducreyi (H.ducreyi ).[1,2]

Bakteri ini umumnya menular melalui kontak seksual, yang didahului dengan mikroabrasi di epidermis genital sehingga infeksi masuk ke jaringan di bawahnya. Chancroid atau ulkus mole ditandai dengan ulkus genital superfisial yang terasa nyeri, disertai limfadenitis.[1,2]

Ulkus mole. Sumber: Pirozzi, PHIL CDC, 1972. Ulkus mole. Sumber: Pirozzi, PHIL CDC, 1972.

Risiko Infeksi Menular Seksual Chancroid

Sebelum tahun 1990, berbagai penelitian yang menggunakan metoda standar diagnostik, seperti mikroskop lapang pandang gelap, pemeriksaan serologis untuk sifilis, serta kultur untuk herpes simplex virus (HSV) dan H.ducreyi, tidak dapat mengidentifikasi etiologi sebagian besar penyakit ulkus genital. Selain itu, penyakit ulkus genital seringkali tumpang tindih sehingga diagnosis chancroid kadang tidak tercatat.[3]

Sejak tahun 1980-an, telah dikenal beberapa trend epidemiologi penyakit chancroid, di mana proporsi infeksi lebih tinggi ditemukan pada pria dari kelompok sosial ekonomi rendah dan berhubungan dengan wanita pekerja seksual. Sekitar 4% wanita pekerja seksual terinfeksi H.ducreyi tanpa gejala. Faktor risiko chancroid lain adalah pria yang tidak disirkumsisi dan pengguna kokain.[1,3,4]

Kasus Chancroid yang Tidak Terdokumentasi

Epidemiologi global infeksi H. ducreyi tidak terdokumentasi dengan baik, terutama di negara-negara dengan sumber daya yang terbatas. Hal ini disebabkan oleh konfirmasi mikrobiologis yang sulit, akses klinik infeksi menular seksual ke laboratorium untuk uji diagnostik yang terbatas, serta sistem pendataan yang tidak regular.[2,4,5]

Chancroid sering ditemukan di negara berkembang, seperti Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Karibian. Data dari populasi klinik di negara-negara berkembang ini memperlihatkan variasi geografis yang luas dalam hal prevalensi dan insidensi chancroid. Namun, daerah endemik ini sebetulnya memiliki keterbatasan pelayanan kesehatan, termasuk ketersediaan uji diagnostik untuk H.ducreyi. Oleh karena itu, prevalensi chancroid tidak diketahui dengan pasti.[1-4]

Misdiagnosis Chancroid

Beberapa kondisi menyebabkan misdiagnosis pada kasus chancroid, misalnya ulkus genital yang nyeri yang didiagnosis sebagai herpes genital. Sementara itu, pemeriksaan laboratorium berupa kultur untuk konfirmasi diagnosis sulit dilakukan.[2-5]

Metode multiplex polymerase chain reaction (MPCR) untuk H.ducreyi memang lebih baik daripada pemeriksaan kultur, dengan sensitivitas 98,4% dan spesifisitas 99,6%. Namun, MPCR tidak tersedia secara komersial, serta memerlukan alat dan pelatihan khusus dalam pelaksanaannya. Diagnosis yang hanya didasarkan pada pemeriksaan klinis sangat mungkin mengalami kesalahan.[2-5]

Modalitas Terapi Chancroid

WHO telah mengembangkan terapi dengan pendekatan sindrom untuk mengatasi keterbatasan diagnosis etiologi ulkus genital. Prinsip pendekatan sindrom ini adalah pemberian kombinasi antibiotik pada kunjungan pertama, baik untuk pasien maupun pasangan seksualnya. Alur penatalaksanaan dibuat dengan arahan yang sederhana, yaitu hanya memerlukan keterangan klinis ulkus serta tidak memerlukan identifikasi patogen penyebabnya.[6]

Kombinasi antibiotik ini akan mengobati semua kemungkinan penyebab ulkus, termasuk sifilis, herpes genital, dan limfogranuloma venereum. Pendekatan ini direkomendasikan oleh WHO untuk penanganan ulkus genital di negara-negara dengan keterbatasan sumber daya. Namun, pendekatan terapi ini menyebabkan pencatatan etiologi ulkus menjadi tidak pasti.[1,4,6]

Resistensi Terapi Chancroid

Selama dua dekade terakhir, chancroid dinilai masih memberikan respons yang baik terhadap golongan sefalosporin seperti cefadroxil, golongan makrolid seperti azithromycin dan erythromycin, atau golongan fluorokuinolon seperti ciprofloxacin.[1,4]

Meskipun sensitif terhadap berbagai antibiotik, H.ducreyi ditemukan resisten terhadap tetrasiklin, sulfonamid, penisilin, kloramfenikol, dan aminoglikosid. Kombinasi amoksisilin dengan asam klavulanat dinilai efektif di beberapa negara, tetapi penggunaannya tidak lagi direkomendasikan di Amerika Serikat karena resistensi kromosom mediated β lactam.[1,4]

Kegagalan Terapi Chancroid

Kegagalan terapi didefinisikan sebagai tidak adanya perbaikan ulkus dalam 7 hari. Hal ini biasanya disebabkan oleh koinfeksi dengan HIV atau adanya resistensi antibiotik.

Pasien dengan koinfeksi HIV dilaporkan mengalami kegagalan terapi dengan regimen dosis tunggal, seperti azithromycin 1 gram peroral dan ceftriaxone 250 mg injeksi intramuskular. Terapi dosis tunggal sulit menyembuhkan pasien chancroid dengan kondisi imunosupresi, sehingga pemberian terapi dianjurkan lebih lama dengan pengamatan yang lebih ketat.  Selain itu, setiap pasien ulkus genital sangat disarankan untuk konseling dan skrining HIV.[1,4]

Kesimpulan

Chancroid atau ulkus mole saat ini sudah jarang ditemukan, tetapi masih menjadi salah satu penyakit ulkus genital yang cukup sering ditemukan di negara-negara berkembang. Penurunan insidensi chancroid tampaknya disebabkan oleh data epidemiologi yang kurang baik. Hal ini terutama karena keterbatasan sarana diagnosis yang sensitif dan spesifik terhadap bakteri H. ducreyi, sehingga penegakan diagnosis dilakukan hanya secara klinis yang mungkin terjadi misdiagnosis.

Terapi antibiotik sampai saat ini masih dinilai efektif untuk menyembuhkan kasus chancroid, yaitu dengan pemberian golongan sefalosporin (cefadroxil, ceftriaxone), golongan makrolida (azithromycin, erythromycin), atau golongan fluorokuinolon (ciprofloxacin). Namun, di negara-negara dengan keterbatasan sumber daya, WHO merekomendasikan pemberian antibiotik kombinasi untuk semua pasien dengan ulkus genital dan pasangan seksualnya. Antibiotik kombinasi ini diberikan sejak kunjungan pertama, di mana ini menyebabkan pencatatan etiologi ulkus menjadi tidak pasti

Penggunaan antibiotik kombinasi dapat meningkatkan risiko resistensi, yang dapat menyebabkan kegagalan terapi. Penelitian dengan kondisi terkini diperlukan untuk menentukan apakah penurunan insidensi chancroid benar menunjukan eradikasi bakteri penyebab.

Referensi