Cardiac Myosin-Binding Protein C: Indikator Baru untuk Infark Miokard Akut

Oleh :
dr. Paulina Livia Tandijono

Dalam beberapa tahun terakhir, cardiac myosin-binding protein C (cMyC) telah diteliti sebagai marker untuk mendeteksi infark miokard akut (IMA). Pemeriksaan cardiac myosin-binding protein C diharapkan dapat mengatasi kelemahan marker IMA saat ini.

Troponin T dan I merupakan marker yang sering digunakan untuk mendiagnosis infark miokard akut karena sensitivitas dan spesifisitasnya lebih tinggi daripada marker lain, seperti creatine kinase-MB dan mioglobin. Sayangnya, troponin ini baru terdeteksi 4–6 jam setelah onset gejala. Selain itu, troponin dapat terdeteksi hingga 14 hari, sehingga tidak ideal untuk mendiagnosis infark ulang yang dapat terjadi dalam 28 hari.[1,2]

shutterstock_787940146-min

Untuk memasukkan dan menyingkirkan (rule-in dan rule-out) diagnosis IMA di triase, European Society of Cardiology menyarankan pemeriksaan high-sensitivity cardiac troponin T dan I (hsTnT dan hsTnI). Marker ini dapat terdeteksi 1–3 jam setelah onset gejala. Namun, pemeriksaan hsTnT dan hsTnI yang <3 jam sering memberikan hasil “abu-abu”, sehingga diperlukan pemeriksaan ulang 3 jam setelah onset gejala.[3]

Sekilas tentang Cardiac Myosin-Binding Protein C (cMyC)

cMyC ditemukan pertama kali oleh Offer et al pada tahun 1973. Protein ini berperan penting untuk pengaturan kontraksi miokard dan stabilisasi filamen tebal sarkomer (unit fungsional terkecil otot). Protein ini diduga berfungsi sebagai “rem” kontraksi jantung.

Terdapat tiga isoform cMyC, yaitu yang dikode oleh gen MYBPC1 (otot skelet lambat), MYBPC2 (otot skelet cepat), dan MYBPC3 (hanya di miokard). Mutasi gen MYBP3 diketahui dapat menyebabkan kardiomiopati hipertrofi.[4,5]

CMyC adalah protein jantung dengan ukuran 140,8 kDa. Protein ini terletak pada filamen tebal. Protein ini juga berperan dalam pengaturan formasi crossbridge dengan filamen tipis. Saat iskemia atau infark miokard, terjadi proteolisis yang menyebabkan defosforilasi cMyC. Defosforilasi ini menyebabkan pemecahan cMyC dan pelepasannya ke aliran darah. Akibatnya, terjadi peningkatan cMyC sesaat setelah IMA.[6]

Efektivitas Cardiac Myosin-Binding Protein C untuk Deteksi Infark Miokard Akut

Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa cMyC dapat terdeteksi 30 menit setelah onset IMA. Hal ini sulit diteliti pada manusia, mengingat pasien biasanya tiba di fasilitas kesehatan >30 menit setelah gejala. Pada manusia, cMyC dilaporkan meningkat secara signifikan pada 3–6 jam pertama dan menetap hingga 12 jam.[2,6,7]

Studi Terdahulu tentang cMyC

Suatu penelitian di Chicago pada tahun 2013 membandingkan kadar cMyC pada pasien IMA yang menjalani percutaneous transcoronary angioplasty (PTCA) dan pada grup kontrol. Kadar cMyC pasien IMA tampak 4,78 kali lebih tinggi daripada grup kontrol.

Sekitar 12 jam setelah PTCA, kadar cMyC pasien IMA menurun menjadi 1,88 kali lipat lebih tinggi daripada grup kontrol. Sementara itu, kadar troponin masih tetap tinggi. Hal ini menyebabkan kejadian infark miokard akut ulang (<28 hari) pasca-PTCA bisa dideteksi oleh cMyC tetapi tidak bisa dideteksi menggunakan troponin.[8]

Pada tahun 2015, suatu penelitian yang melibatkan 20 pasien ST-elevation myocardial infarction (STEMI) membandingkan cMyC dan troponin T. Kadar cMyC dilaporkan bisa mencapai puncak (7,9 ± 4,4 jam) lebih cepat daripada troponin T (11,8 ± 3,4 jam).[2]

Kadar cMyC juga berhubungan dengan luas fibrosis dan beratnya kerusakan miokard. Suatu penelitian di Inggris pada tahun 2016 menyatakan bahwa kadar cMyC berkaitan dengan massa ventrikel kiri, volume fibrosis, dan volume ekstraseluler pasien stenosis aorta. Hasil studi ini mendukung kemungkinan cMyC sebagai prediktor dan penentu prognosis kejadian kardiovaskular.[9]

Studi Terkini tentang cMyC

Pada tahun 2017, dilakukan studi kohort yang melibatkan 1.954 pasien dengan gejala IMA. Dari 1.954 pasien tersebut, 17% memang mengalami IMA, sementara 10% mengalami angina pektoris tak stabil dan 14% mengalami penyakit jantung nonkoroner. Penelitian ini menyatakan bahwa cMyC (area under curve atau AUC 0,915) lebih superior daripada hsTnT (AUC 0,892), hsTnI (AUC 0,909), dan troponin I standar (AUC 0,892) untuk mendeteksi IMA dengan onset gejala <3 jam.

Kombinasi cMyC dan hsTnT (AUC 0,935) lebih akurat secara signifikan dibandingkan hsTnT saja. Meskipun demikian, setelah melewati 3 jam, pemeriksaan cMyC tidak lebih superior daripada hsTn. Dari perhitungan studi ini, cMyC memiliki sensitivitas 99,6% (95% CI 98,6–100) dan spesifisitas 94,7% (95% CI 93,3–95,9).[4]

Suatu analisis retrospektif pada tahun 2017 juga mempelajari cMyC. Analisis ini melibatkan 776 sampel dan menggunakan cMyC untuk mendiagnosis IMA <1 jam. Dari hasil analisis, cMyC (AUC 0,839) dilaporkan lebih akurat daripada hsTnT (AUC 0,8) untuk mendiagnosis IMA. Kombinasi kedua marker ini juga lebih akurat daripada pemeriksaan hsTnT saja (AUC 0,823).

Selain itu, orang dengan kadar cMyC yang tinggi (>80 ng/L) digolongkan ke dalam kelompok berisiko tinggi dan memiliki risiko 32% untuk meninggal dalam 2 tahun. Dalam studi ini, pemeriksaan cMyC memiliki sensitivitas 56% dan spesifisitas 86%. Angka ini jauh di bawah perhitungan penelitian lain karena studi ini menggunakan sampel darah yang diambil <1 jam setelah onset gejala.[10]

Penelitian lain yang juga dilakukan pada tahun 2017 menyatakan bahwa kadar cMyC meningkat akibat exercise stress test. Selain itu, pasien dengan IMA, stroke, dan emboli paru memiliki baseline cMyC yang lebih tinggi daripada populasi normal. Hal ini menandakan bahwa cMyC dapat digunakan sebagai prediktor kejadian dan faktor prognosis penyakit kardiovaskular, termasuk IMA.[11]

Kelebihan dan Kekurangan cMyC Dibandingkan Troponin

Pemeriksaan cardiac myosin-binding protein C (cMyC) dan troponin memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Berbagai studi telah dilakukan untuk membandingkan efektivitas kedua marker ini.

Kelebihan cMyC Dibandingkan Troponin

Pada infark miokard akut, kadar cMyC meningkat secara signifikan pada 3–6 jam pertama dan menetap hanya hingga 12 jam. Oleh karena itu, cMyC dapat mendeteksi infark ulang. Troponin tidak dapat digunakan untuk hal ini karena dapat menetap hingga 14 hari setelah onset gejala.[1,2,6,7]

Pada infark miokard dengan onset gejala <3 jam, pemeriksaan cMyC sedikit lebih unggul daripada pemeriksaan hsTn dan troponin standar. Sementara itu, pada infark miokard akut dengan onset gejala <1 jam, cMyC jauh lebih unggul daripada hsTnT. Sayangnya, sensitivitas dan spesifisitas cMyC dengan onset gejala <1 jam lebih rendah daripada cMyC yang dilakukan 3 jam setelah onset gejala.[4,10]

Pemeriksaan cMyC juga berpotensi menjadi prediktor insiden dan faktor prognosis penyakit kardiovaskular. Selain itu, saat ini telah dikembangkan metode pemeriksaan cMyC yang high-sensitivity untuk mengimbangi metode pemeriksaan high-sensitivity cardiac troponin T dan I.[9-11]

Kekurangan cMyC Dibandingkan Troponin

Hingga saat ini, pemeriksaan cMyC belum dapat menggantikan peran troponin dalam mendiagnosis IMA karena masih memerlukan penelitian untuk memvalidasi nilai cut-off. Selain itu, saat ini belum ada patokan mengenai interval pengambilan darah ulang jika kadar cMyC meragukan pada pengambilan darah pertama.

Pemeriksaan cMyC saat ini hanya terbatas untuk keperluan penelitian saja dan belum digunakan dalam praktik klinis. Bila akhirnya cMyC akan digunakan secara klinis, masih diperlukan kajian untuk menentukan apakah pemeriksaan ini dapat dijadikan pengganti troponin atau harus digunakan bersama troponin.[4]

Kesimpulan

Cardiac myosin-binding protein C (cMyC) adalah suatu marker infark miokard akut yang menjanjikan. Marker ini dilaporkan berakurasi lebih baik daripada pemeriksaan hsTn (high-sensitivity troponin) dan troponin standar untuk mendeteksi infark miokard akut yang beronset gejala <3 jam. Selain itu, tidak seperti troponin, marker ini dapat dipakai untuk mendeteksi infark miokard ulang.

Namun, penggunaan cMyC saat ini belum dapat diimplementasikan secara umum dan belum bisa dijadikan pengganti troponin karena masih memerlukan studi lebih lanjut. Saat ini, guideline klinis yang ada masih menyarankan pemeriksaan high-sensitivity cardiac troponin T dan I untuk diagnosis IMA.

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi