5 Alasan Tidak Meresepkan Obat Batuk pada Anak

Oleh :
dr.Bedry Qintha

Telah ada banyak organisasi kesehatan dan badan regulasi yang mengeluarkan peringatan untuk tidak meresepkan obat batuk pada anak. Hal ini karena penggunaan obat batuk pada anak dianggap tidak membawa manfaat yang sebanding dengan bahayanya. Berikut ini merupakan alasan untuk tidak meresepkan obat batuk pada anak.[1,2]

1. Kebanyakan Batuk pada Anak Bersifat Self Limiting

Batuk merupakan keluhan yang sering ditemukan pada anak. Batuk memfasilitasi fungsi mukosiliar, sehingga membantu membersihkan sekresi dan debris berlebihan dari saluran napas.

Healthcare,,Treatment,And,Medicine,Concept,-,Bottle,Of,Medication,Or

Pada dasarnya, batuk merupakan respons alamiah yang tidak perlu ditekan dan dapat bermanfaat dalam membersihkan iritan dari jalan napas. Sebagian besar penyakit yang menyebabkan batuk akut pada anak bersifat jinak dan bisa sembuh sendiri.

Batuk akut pada anak mayoritas disebabkan oleh infeksi virus pada saluran pernapasan atas atau dari bronkospasme yang dipicu alergen dan aktivitas fisik. Selain itu, pada sebagian besar anak dengan infeksi saluran pernapasan atas, batuk cenderung berlangsung singkat dan akan sembuh dalam 10 hari.[1]

2. Belum Ada Bukti Ilmiah yang Menyokong Efikasi Obat Batuk pada Anak

Alasan lain untuk tidak meresepkan obat batuk pada anak adalah kurangnya basis bukti terkait efikasinya. Kebanyakan dasar ilmiah penggunaan obat batuk pada anak merupakan ekstrapolasi dari studi pada orang dewasa.[3,4]

Tinjauan Cochrane terhadap 10 uji klinis yang melibatkan total 1036 anak menunjukkan bahwa obat batuk tidak lebih efektif dibandingkan plasebo. Dalam tinjauan ini, obat batuk yang dievaluasi dalam uji klinis yang dianalisis mencakup obat golongan antitusif, antihistamin, antihistamin-dekongestan, dan antitusif-bronkodilator. Peneliti Cochrane menyebutkan bahwa uji klinis lebih lanjut masih diperlukan karena bukti yang tersedia masih belum cukup untuk menarik kesimpulan yang pasti.[5]

3. Timbulnya Efek Samping Tanpa Adanya Bukti Manfaat Yang Jelas

Konsumsi obat batuk pada anak akan memaparkan pasien pada bahan aktif obat yang bisa menyebabkan efek samping. Dalam sebuah tinjauan yang menganalisis 4202 kasus efek samping obat batuk pada anak usia < 12 tahun, efek samping yang timbul pada lebih dari 20% pasien mencakup takikardia, somnolen, halusinasi, ataksia, midriasis, dan agitasi. 20 kasus menyebabkan kematian, dimana 70% terjadi pada anak usia kurang dari 2 tahun.[6]

Laporan fatalitas terkait konsumsi obat batuk pada anak bukan merupakan berita baru. Sebuah studi yang mengevaluasi 180 kasus fatalitas terkait konsumsi obat batuk pada anak menunjukkan bahwa mayoritas kasus terjadi pada anak usia di bawah 2 tahun dan zat aktif yang paling sering terlibat adalah diphenhydramine.[7]

4. Risiko Penyalahgunaan

Pada anak yang lebih besar, obat batuk dengan efek pada sistem saraf pusat, seperti codeine dan dextromethorphan, berpotensi tinggi untuk disalahgunakan. Obat-obat tersebut memiliki efek euforia dan dapat menimbulkan halusinasi, sehingga kerap dijadikan obat rekreasi.

Di Amerika Serikat, obat batuk seperti codeine dicampur dengan soda oleh banyak remaja dan dijadikan sirup untuk menginduksi mabuk. Konsumsi bahan campuran seperti ini telah dikaitkan dengan overdosis dan kematian.[1]

5. Tersedia Alternatif yang Lebih Aman

FDA Amerika Serikat, American Academy of Pediatrician, dan berbagai organisasi lain telah mengeluarkan peringatan untuk tidak meresepkan obat batuk pada anak, terutama yang berusia di bawah 2 tahun. Hal ini utamanya berkaitan dengan potensi konsumsi obat yang tidak disengaja (unintentional use), efek samping, serta telah banyaknya kasus fatalitas pada anak.[1,2,8,9]

Sebagai alternatif untuk meredakan gejala batuk pada anak, dokter bisa menyarankan pendekatan konservatif pada pasien seperti banyak beristirahat dan minum air putih. Beberapa studi juga telah menunjukkan bahwa madu lebih efektif dibandingkan plasebo dalam meredakan gejala batuk. Perlu diperhatikan bahwa madu hanya digunakan pada anak berusia di atas 12 bulan.[5,10]

Selain madu, alternatif lain yang bisa digunakan adalah irigasi nasal dengan cairan salin. Irigasi nasal telah dilaporkan efektif mengurangi gejala infeksi saluran pernapasan atas, seperti batuk dan hidung tersumbat. Irigasi nasal juga merupakan cara yang mudah, murah, dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien di rumah, serta jarang menimbulkan efek samping bermakna.[11,12]

Kesimpulan

Berbagai organisasi kesehatan dan badan regulasi telah merekomendasikan untuk tidak meresepkan obat batuk pada anak, terutama yang berusia di bawah 2 tahun. Hal ini karena konsumsi obat batuk pada anak telah dikaitkan dengan efek samping bermakna, penyalahgunaan, hingga kematian tanpa adanya bukti manfaat yang jelas.

Selain itu, kebanyakan kasus batuk akut pada anak disebabkan oleh penyakit jinak yang bisa sembuh sendiri, sehingga pemberian obat batuk akan membawa potensi risiko yang lebih besar dibandingkan manfaatnya. Sebagai alternatif, dokter bisa menyarankan pasien untuk banyak beristirahat, minum air putih, mengonsumsi madu, maupun melakukan irigasi nasal.

Referensi