Skrining dan Manajemen Infeksi Cytomegalovirus pada Kehamilan

Oleh :
dr. Utari Nur Alifah

Skrining infeksi cytomegalovirus (CMV) primer pada kehamilan belum menjadi pemeriksaan rutin meskipun infeksi CMV dikaitkan dengan penularan transplasenta. Cytomegalovirus merupakan virus yang memiliki manifestasi bervariasi, mulai dari asimptomatik hingga menyebabkan disfungsi organ. Pada bayi yang tertular infeksi CMV dari ibu selama kehamilan, dapat terjadi tuli sensorineural mikrosefali, korioretinitis, gangguan pertumbuhan, dan berbagai disabilitas lain.[1-4]

Infeksi Cytomegalovirus pada Ibu dan Janin

Data epidemiologi mengindikasikan bahwa infeksi cytomegalovirus (CMV) merupakan infeksi intrauterin yang paling sering terjadi dan merupakan penyebab utama tuli sensorineural kongenital. Pada ibu hamil, infeksi CMV sulit dikenali karena sering asimptomatik. Bila muncul gejala, infeksi CMV menimbulkan gejala nonspesifik yang menyerupai flu biasa, seperti lemas, sakit kepala, batuk, dan pilek.[4-7]

Infeksi Cytomegalovirus pada Kehamilan

Transmisi Infeksi Cytomegalovirus dari Ibu ke Bayi

Infeksi CMV dapat ditularkan dari ibu ke bayi secara intrauterin, intrapartum, dan antenatal. Transmisi intrauterin merupakan rute terbanyak penyebab infeksi CMV pada janin. Di sisi lain, penularan intrapartum terjadi akibat paparan sekret vagina yang terinfeksi CMV saat bayi dilahirkan per vaginam. Sementara itu, penularan antenatal dapat terjadi saat bayi menyusu ASI ibu yang terinfeksi CMV.

Infeksi kongenital CMV menghasilkan bentuk yang lebih berat dengan luaran jangka panjang lebih buruk dibandingkan jika transmisi terjadi intrapartum atau antenatal. Infeksi CMV kongenital dapat menyebabkan cerebral palsy, keterlambatan perkembangan, kehilangan pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan kognitif, keterlambatan bahasa, dan gangguan fungsi vestibular.[4-7]

Diagnosis, Pencegahan, dan Terapi Cytomegalovirus pada Ibu Hamil

Seperti telah disebutkan di atas, diagnosis infeksi cytomegalovirus (CMV) pada ibu hamil sulit ditegakkan secara klinis karena sering asimptomatik ataupun menimbulkan gejala yang nonspesifik. Apabila infeksi pada ibu telah terdiagnosis, infeksi pada janin juga perlu dipastikan.[4-8]

Sulitnya Diagnosis Infeksi Cytomegalovirus pada Ibu dan Janin

Apabila seorang ibu hamil dicurigai mengalami infeksi CMV, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk menegakkan diagnosis infeksi CMV maternal. Diagnosis infeksi CMV dapat ditegakkan pada ibu dengan kadar IgM >300 U/mL, diikuti dengan peningkatan kadar IgG dalam 2‒3 minggu sejak onset gejala.

Apabila infeksi maternal sudah ditegakkan, maka dokter perlu memantau ada-tidaknya infeksi CMV pada janin. Hal ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan PCR dari cairan amnion. Amniocentesis dapat dilakukan pada minggu ke-7 setelah diagnosis infeksi maternal dan pada kehamilan >21 minggu. Semakin tinggi jumlah DNA virus pada cairan amnion, semakin buruk kemungkinan luaran klinis janin. Selanjutnya, perlu dilakukan USG serial setiap 2 minggu.

Keterbatasan dari alur diagnosis tersebut adalah sulitnya mengenali ibu yang mengalami infeksi CMV. Selain itu, deteksi CMV dari cairan amnion dapat berisiko pada fetus.[6-8]

Langkah Pencegahan Infeksi Cytomegalovirus

Pemberian edukasi antenatal dapat menurunkan risiko infeksi cytomegalovirus selama kehamilan. Ibu hamil perlu menerapkan pola hidup bersih dan sehat, yakni dengan mencuci tangan, serta menghindari penggunaan alat makan ataupun alat mandi secara bersamaan. Identifikasi infeksi CMV selama kehamilan dapat membantu mempersiapkan terapi pada neonatus setelah lahir.[8-11]

Hingga saat ini, belum ada vaksin resmi untuk CMV. Vaksin telah diuji dalam fase II namun belum disetujui untuk penggunaan klinis karena keterbatasan efikasi yang hanya 50%, di mana efikasi tersebut serupa dengan tindakan kebersihan sederhana.

Valacyclovir oral dapat diberikan pada ibu yang terinfeksi CMV primer di awal kehamilan. Terdapat bukti berkurangnya transmisi vertikal sebanyak 71% dengan pemberian valacyclovir.[8,10,11]

Terapi Infeksi Cytomegalovirus Selama Kehamilan

Pada ibu yang diketahui mengalami infeksi CMV, dapat diberikan hyperimmunoglobulin (HIG) cytomegalovirus untuk menurunkan risiko malformasi kongenital. Dosis HIG yang dapat digunakan adalah 200 U/kgBB.

Pada bayi, terapi medikamentosa diberikan untuk bayi dengan manifestasi berat seperti gangguan saraf pusat. Antivirus tidak direkomendasikan jika bayi asimptomatik, gejala ringan, atau hanya mengalami tuli sensorineural. Antiviral pilihan adalah ganciclovir 6 mg/kg/kali pemberian, diberikan 2 kali/hari selama 6 bulan.[4-11]

Keuntungan Skrining Cytomegalovirus di Trimester Pertama Kehamilan

Walaupun infeksi cytomegalovirus (CMV) dapat menyebabkan disabilitas serius pada bayi, belum banyak negara yang merekomendasikan skrining infeksi CMV secara rutin selama kehamilan. Alasan utamanya adalah karena instrumen pemeriksaan yang ada saat ini memiliki nilai prediktif yang rendah dan belum ada konsensus terapi yang paling efektif.[11]

Pemeriksaan serologi maternal merupakan satu-satunya alat skrining pada kehamilan yang dapat mengidentifikasi hingga 50% infeksi CMV kongenital. Meski belum terdapat panduan skrining infeksi CMV pada kehamilan, secara umum skrining dianggap bermanfaat pada kelompok risiko tinggi, misalnya wanita yang memiliki riwayat anak lahir dengan infeksi CMV kongenital.[12]

Skrining Infeksi Cytomegalovirus Selama Kehamilan

Rumania dan Cina merupakan contoh negara yang menerapkan skrining infeksi kehamilan trimester pertama, termasuk infeksi CMV. Skrining mencakup pemeriksaan IgM, IgG, dan aviditas IgG. Uji serologi tersebut dilakukan di awal kehamilan, yakni pada usia kehamilan 11‒14 minggu. Selain itu, skrining juga bisa dibarengi dengan pengamatan dengan menggunakan pencitraan fetal seperti USG untuk memantau adanya defek pada fetus.[11-13]

Dalam sebuah studi, dilaporkan bahwa mayoritas ibu hamil menginginkan untuk menjalani skrining infeksi CMV setelah diedukasi mengenai konsekuensi infeksi pada ibu dan janin, termasuk peningkatan risiko intrauterine fetal death.[14]

Kesimpulan

Pada ibu hamil, infeksi cytomegalovirus (CMV) sering asimptomatik atau memberi gejala non-spesifik, sehingga sulit dikenali. Di sisi lain, infeksi CMV selama kehamilan berisiko tinggi menyebabkan infeksi intrauterin pada janin. Janin yang mengalami infeksi CMV kongenital bisa menderita tuli sensorineural, gangguan tumbuh kembang, gangguan penglihatan, ataupun kematian intrauterin.

Deteksi infeksi CMV pada ibu hamil dan terapi antivirus atau hyperimmunoglobulin (HIG) dapat bermanfaat meningkatkan luaran klinis janin. Meski begitu, skrining infeksi CMV belum menjadi pemeriksaan rutin selama kehamilan karena alat skrining yang tersedia saat ini masih memiliki nilai prediktif yang rendah.

Di beberapa negara, seperti Rumania dan Cina, skrining dilakukan dengan pemeriksaan serologi pada usia kehamilan 11‒14 minggu. Ibu yang terdeteksi mengalami infeksi CMV kemudian diterapi untuk mencegah transmisi vertikal. Pada setting dengan sumber daya terbatas, skrining dapat dilakukan dengan USG prenatal untuk mendeteksi malformasi pada janin.

Referensi