Sildenafil untuk Terapi Gangguan Perfusi pada COVID-19

Oleh :
dr. Jocelyn Prima Utami

Suatu studi melaporkan bahwa sildenafil mungkin bermanfaat untuk terapi pasien COVID-19 dengan gangguan perfusi paru. Pasien dengan COVID-19 dilaporkan dapat mengalami mismatch atau ketidakcocokan antara perfusi dan ventilasi paru, di mana parenkim paru-paru yang terventilasi dengan baik tampak mengalami hipoperfusi pada subtraction computed tomography angiography atau sCTA.

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

COVID-19 dapat memengaruhi regulasi perfusi paru, yang menyebabkan gangguan oksigenasi di tahap awal dan menyebabkan hipoksemia seiring perjalanan penyakit. Beberapa ahli menduga bahwa terapi yang bisa memperbaiki perfusi paru pada tahap awal pneumonia akibat COVID-19 mungkin akan bermanfaat untuk luaran klinis pasien seiring perjalanan penyakitnya.[1,2]

Mekanisme Gangguan Perfusi Paru Akibat COVID-19

Infeksi SARS-CoV-2 dapat mengganggu regulasi perfusi paru-paru dan menyebabkan gangguan oksigenasi. Perlekatan antara virus dengan reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) mengganggu sistem renin-angiotensin, yang menyebabkan aktivasi berlebih pada jalur ACE/angiotensin II/reseptor angiotensin tipe 1.

Meningkatnya level angiotensin II dapat menyebabkan pemecahan nitric oxide (NO). Lalu, penurunan NO menyebabkan vasokonstriksi dan hipoperfusi. Hipoperfusi pada area parenkim paru yang terventilasi dengan baik dapat memunculkan gambaran ventilation-perfusion mismatch (V/Q mismatch) pada sCTA.[2,3]

Sildenafil untuk Terapi Gangguan Perfusi pada COVID-19-min

Efek Terapi Sildenafil Secara Umum

Sildenafil merupakan obat yang umum digunakan untuk terapi hipertensi pulmonal dan disfungsi ereksi. Sildenafil adalah inhibitor enzim phosphodiesterase tipe 5 (PDE5) yang bekerja dengan meningkatkan akumulasi cyclic guanosine monophosphate (cGMP), sehingga terjadi peningkatan aktivitas protein kinase cGMP. Hal ini dapat menyebabkan relaksasi dan vasodilatasi dari otot halus.

PDE5 banyak diekspresikan juga pada otot polos vaskular dan saluran pernapasan, di mana vasodilatasi arteri pulmonal dapat menurunkan resistensi aliran darah dan menurunkan tekanan arteri pulmonal. Sildenafil juga dikatakan berperan sebagai terapi penyakit kronis saluran napas karena memiliki efek antiinflamasi dan imunomodulasi.

Sildenafil menurunkan level sitokin proinflamasi seperti interleukin-1 dan tumor necrosis factor (TNF) alfa, serta meningkatkan aktivitas sel T. Mekanisme inhibisi PDE5 oleh sildenafil dapat meningkatkan efek NO dan menyebabkan vasodilatasi pada lokasi yang memerlukan perfusi, sehingga dapat mencegah terjadinya V/Q mismatch.[2,4-6]

Studi tentang Efek Sildenafil pada Gangguan Perfusi Pasien COVID-19

Suatu uji klinis acak terkontrol dilakukan oleh Santamaria MG, et al terhadap 40 pasien yang dikonfirmasi mengalami COVID-19 melalui RT-PCR atau yang dikategorikan sebagai kasus highly probable COVID-19. Pasien menjalani sCTA dalam waktu 24 jam sejak admisi ke unit gawat darurat dan menunjukkan hasil V/Q mismatch.

Pasien dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang diberikan sildenafil oral 25 mg sebanyak 3 kali/hari selama 7 hari dan kelompok kontrol yang diberikan kapsul plasebo. Hasil menunjukkan bahwa pasien kelompok sildenafil memiliki PaO2/FiO2 yang lebih tinggi dengan tekanan parsial CO2 yang lebih rendah bila dibandingkan kelompok plasebo. Namun, perbedaan tidak signifikan.

Sebanyak 8 dari 40 pasien dirawat di ICU (3 dari 20 pada kelompok sildenafil dan 5 dari 20 pada kelompok plasebo). Penggunaan ventilasi mekanik karena gagal napas berat terjadi pada 4 dari 40 pasien, yang semuanya merupakan kelompok plasebo. Pasien kelompok sildenafil menunjukkan durasi rawat inap yang lebih singkat daripada pasien kelompok plasebo (9 interquartile range 7–12 hari vs. 12 interquartile range 9–21 hari).

Studi ini berkesimpulan bahwa sildenafil mungkin bermanfaat untuk mengurangi durasi rawat inap dan penggunaan ventilasi mekanik invasif pada pasien COVID-19 dengan V/Q mismatch. Efek samping sildenafil yang dilaporkan dalam studi ini bersifat ringan, yaitu pusing, kongesti nasal, dan sakit kepala.

Namun, jumlah sampel dalam studi ini sangat kecil, sehingga hasil studi masih bersifat underpowered dan membutuhkan konfirmasi dengan studi berskala lebih besar. Studi ini hanya merupakan studi pilot untuk mengevaluasi kemungkinan potensi sildenafil sebagai terapi COVID-19 ringan hingga moderat dengan gangguan perfusi paru.[2]

Kesimpulan

COVID-19 dapat mengganggu perfusi paru, yang bisa tampak sebagai ketidakcocokan atau mismatch antara perfusi dan ventilasi paru pada subtraction computed tomography angiography (sCTA). Sildenafil diperkirakan dapat menyebabkan vasodilatasi pada area hipoperfusi, sehingga diduga dapat memperbaiki luaran klinis pasien COVID-19 dengan mismatch tersebut.

Studi yang ada saat ini menunjukkan bahwa sildenafil mungkin bisa mengurangi durasi rawat inap dan penggunaan ventilasi mekanik invasif pada pasien COVID-19 dengan V/Q mismatch. Namun, studi ini masih merupakan studi pilot dengan ukuran sampel amat kecil. Studi lebih lanjut dengan skala besar masih diperlukan untuk konfirmasi.

Referensi