Kontroversi dan Keamanan Ivermectin sebagai Terapi dan Profilaksis COVID-19

Oleh :
dr. Nurul Falah

Kontroversi dan keamanan ivermectin sebagai terapi dan profilaksis coronavirus disease 2019 (COVID-19) masih mencuat. Peningkatan insidensi COVID-19 yang cepat mendesak peneliti untuk terus mengembangkan obat COVID-19, termasuk menggali potensi obat yang telah tersedia.

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

Simpang siur potensi ivermectin sebagai terapi COVID-19 telah membuat masyarakat menjadi panik sehingga tak jarang pasien membeli sendiri ivermectin tanpa rekomendasi dari dokter. Hal ini kemungkinan terkait dengan laporan adanya aktivitas antivirus dari ivermectin dalam satu studi in vitro. Faktanya, terdapat sejumlah bukti ilmiah yang bertentangan mengenai ivermectin sebagai terapi dan profilaksis COVID-19.[1,2]

BPOM pada tanggal 10 Juni 2021 telah membuat klarifikasi bahwa penggunaan ivermectin untuk COVID-19 masih memerlukan pembuktian melalui uji klinik. Hal ini sejalan dengan WHO dan EMA yang tidak merekomendasikan ivermectin sebagai terapi profilaksis.[2,3]

shutterstock_1924703864-min

Data uji klinik yang cukup untuk membuktikan khasiat Ivermectin dalam mencegah dan mengobati COVID-19 hingga saat ini pun belum tersedia. Dengan demikian, Ivermectin belum dapat disetujui untuk indikasi tersebut. Sebagai tindak lanjut untuk memastikan efikasi dan keamanan Ivermectin sebagai terapi dan profilaksis COVID-19 di Indonesia, BPOM RI menyetujui dilakukannya uji klinik di bawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, serta Kementerian Kesehatan RI dengan melibatkan beberapa Rumah Sakit.[2,3]

Sekilas Mengenai Ivermectin dan Potensinya sebagai Antivirus

Ivermectin merupakan macrocyclic lactone 22,23-dihydroavermectin B yang diproduksi oleh bakteri Streptomyces avermitilis. Ivermectin dikenalkan sebagai agen antiparasit spektrum luas sejak tahun 1981 dan terdaftar di Indonesia untuk pengobatan infeksi cacing (Strongyloidiasis dan Onchocerciasis). Pembeliannya harus dengan resep serta pengawasan dari dokter mengingat ivermectin memiliki risiko efek samping seperti ataksia hingga kejang.[1,4]

Potensi Ivermectin sebagai Antivirus

Sejak tahun 2012, sejumlah studi in vitro telah melaporkan aktivitas antivirus dari ivermectin terhadap sejumlah virus RNA termasuk human immunodeficiency virus (HIV)-1, influenza, flavivirus seperti virus dengue (DENV) dan virus Zika (ZIKV), bahkan termasuk SARS-CoV-2 (penyebab COVID-19). Dasar aktivitas antivirus spektrum luas dari ivermectin tampaknya berkaitan dengan fakta bahwa ivermectin dapat mengikat dan menghambat peran transportasi nuklir dari protein importin-α (IMPα) dari host, yang diketahui memperantarai transpor nuklir dari berbagai protein virus dan faktor pejamu utama.[4,5]

Sementara itu, bukti aktivitas antivirus dari ivermectin terhadap virus DNA lebih terbatas, sejauh ini yang pernah dilaporkan adalah pseudorabies, polyoma, dan adenovirus. Salah satu contoh virus DNA lain yang dilaporkan merespon terhadap ivermectin adalah porcine circovirus 2 (PCV2), dimana studi oleh Wang et al melaporkan aktivitas antivirus dari ivermectin terhadap virus PCV2 dalam jaringan dan serum babi yang terinfeksi pada uji in vitro dan in vivo.[6]

Potensi Ivermectin sebagai Terapi COVID-19

SARS-CoV-2 diketahui memiliki keterkaitan yang erat dengan SARS-CoV yang memicu severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS). Studi terhadap protein SARS-CoV telah menunjukkan peran potensial dari IMPα/β1 selama proses infeksi dalam penutupan signal-dependent nucleocytoplasmic dari protein nukleokapsid SARS-CoV yang dapat mempengaruhi divisi sel host. Selain itu protein aksesori SARS-CoV yaitu ORF6 terlihat melawan aktivitas antiviral dari faktor transkripsi STAT1 dengan mengasingkan IMPα/β1 pada membran golgi/retikulum endoplasma kasar. Adanya laporan ini menunjukkan bahwa aktivitas penghambatan transpor nuklir dari ivermectin mungkin efektif juga dalam melawan SARS-CoV-2.[5]

Studi in vitro oleh Caly melaporkan adanya potensi ivermectin sebagai antivirus ataupun inhibitor terhadap SARS-CoV-2. Dalam studi ini terlihat bahwa pemberian ivermectin dosis tunggal ke dalam sel Vero/hSLAM dua jam pasca infeksi SARS-CoV-2 dapat mengurangi replikasi isolat Australia dari SARS-CoV-2 sampai 5000 kali lipat dalam 48 jam. Meski demikian, studi in vitro ini perlu diinterpretasikan dengan hati-hati mengingat uji klinik ivermectin untuk COVID-19 masih terus berjalan.[7]

Efikasi Ivermectin sebagai Terapi dan Profilaksis COVID-19

Berdasarkan penemuan aktivitas antivirus dari ivermectin, sejumlah peneliti mulai menggali potensi ivermectin sebagai terapi dan profilaksis untuk COVID-19.[1,2]

Efikasi Ivermectin sebagai Terapi COVID-19

Tinjauan sistematis dan meta-analisis oleh Roman et al  terhadap 10 uji acak terkontrol (RCT) dengan total subjek sebanyak 1173 pasien melalui lima mesin pencari. Lima RCT dijadikan subjek standard of Care (SOC) dan lima RCT lainnya dijadikan subjek plasebo Dari 10 RCT, delapan diantaranya memiliki gejala ringan, satu gejala sedang, dan satu RCT lagi ringan-sedang. Studi ini menunjukkan bahwa penggunaan ivermectin tidak mengurangi risiko kematian bila dibandingkan dengan subjek kontrol. Dari studi ini, dilaporkan bahwa ivermectin tidak mengurangi risiko mortalitas ((RR 0.37, 95%CI 0.12 sampai 1.13, very low QoE), lama rawat inap (MD 0.72 hari, 95%CI −0.86 to 2.29, very low QoE), atau viral clearance pada RCT dimana kebanyakan pasien memiliki gejala COVID-19 yang ringan.[8]

Uji acak terkontrol open-label yang melibatkan 164 pasien dengan COVID-19 yang kemudian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang diberikan ivermectin sebanyak 12 mg sekali sehari selama 3 hari dibandingkan dengan kelompok yang diberikan pengobatan standar. Pasien dalam kelompok ivermectin memiliki lama rawat inap yang lebih pendek (8,82 ± 4,94 hari) dibandingkan kelompok kontrol (10,97 ± 5,28 hari), namun hal ini tidak signifikan secara statistik (p = 0,085). Tiga pasien (3,7%) di setiap kelompok membutuhkan bantuan ventilasi mekanis (p = 1,00). Laju mortalitas adalah tiga pasien pada kelompok ivermectin (3,7%) dan empat pasien pada kelompok kontrol (4,9%). Meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik pada akhir penelitian, terdapat kecenderungan bahwa penggunaan ivermectin dapat memperpendek masa perawatan di rumah sakit.[3]

Hal yang sedikit berbeda ditunjukkan oleh meta-analisis terhadap 15 studi yang melibatkan 2438 partisipan dimana dilaporkan bahwa ivermectin dapat menurunkan risiko mortalitas rata-rata sebesar 62% (95% CI 27%-81%) dibandingkan dengan yang tidak menggunakan ivermectin average RR (aRR) 0.38, 95% CI 0.19-0.73; I2 5 49%]. Pada pasien yang dirawat di rumah sakit, risiko mortalitas antara yang menggunakan ivermectin dan yang tidak menggunakan ivermectin masing-masing adalah 2,3% versus 7,8%.[9]

Efikasi Ivermectin sebagai Profilaksis COVID-19

Meta-analisis terhadap 3 studi yang melibatkan 738 pasien mengevaluasi efikasi ivermectin sebagai profilaksis COVID-19 di antara tenaga kesehatan dan subjek dengan riwayat kontak dengan pasien COVID-19. Meta-analisis ini melaporkan bahwa penggunaan ivermectin dapat mencegah terjadinya risiko infeksi COVID-19 mencapai rata-rata 86%  (79%-91%) (RR 0,14, 95% CI 0,09-0,21).[9]

Sementara itu, studi case-control berbasis rumah sakit dengan subjek 372 tenaga kesehatan dilakukan di India. Dari 372 partisipan, 171 diantaranya (101 case dan 70 control) mengambil berbagai bentuk profilaksis. Profilaksis dengan ivermectin dilaporkan digunakan oleh 117 partisipan (41 case dan 76 control). Profilaksis dengan menggunakan dua dosis ivermectin dikaitkan dengan pengurangan risiko infeksi SARS-CoV-2 sebesar 73% di antara petugas kesehatan untuk bulan berikutnya (AOR 0,27, 95% CI, 0,15-0,51).[10]

Keamanan Ivermectin sebagai Terapi dan Profilaksis COVID-19

Ivermectin umumnya ditoleransi dengan baik. Namun, ivermectin yang digunakan tanpa indikasi medis maupun pengawasan dokter berpotensi memicu efek samping, apalagi jika dipakai dalam jangka panjang. Efek samping yang mungkin terjadi adalah pusing, pruritus, mual, atau diare. Efek samping neurologis telah dilaporkan pada penggunaan ivermectin untuk pengobatan onchocerciasis dan penyakit parasit lainnya, tetapi tidak jelas apakah efek samping ini disebabkan oleh ivermectin atau kondisi lain yang mendasarinya.[11]

Meta-analisis terhadap 11 studi dengan 1533 partisipan menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan dalam risiko efek samping yang berat di antara ivermectin dan kontrol (RR 1,65, 95% CI 0,44-6,09; low certainty evidence). Tujuh kasus efek samping berat dilaporkan pada penggunaan ivermectin dan dua kasus pada pasien kontrol.[9]

Sementara itu, studi multicenter, acak, open-label, buta terhadap 45 pasien COVID-19 gejala ringan-sedang mencoba memantau efek penggunaan ivermectin dosis tinggi pada pasien COVID-19. Intervensi berupa pemberian ivermectin 600 μg/kg sekali sehari ditambah pengobatan standar selama 5 hari dan dibandingkan dengan kelompok yang diberikan pengobatan standar saja selama 5 hari.

Persentase kejadian efek samping cenderung tidak berbeda jauh di antara kedua kelompok (43% pada yang menerima ivermectin dan 33% pada kelompok yang mendapat pengobatan standar saja). Kebanyakan efek samping yang dilaporkan bersifat ringan. Pada studi ini disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara konsentrasi ivermectin dengan kejadian efek samping.[12]

Keamanan pada Ibu Hamil

Keamanan ivermectin pada ibu hamil hingga kini belum terbukti. Dalam studi terhadap hewan coba, ivermectin terbukti bersifat teratogenik bila diberikan dalam dosis yang bersifat maternotoksik. Hasil ini menimbulkan kekhawatiran terkait pemberian ivermectin kepada pasien yang berada pada tahap awal kehamilan (sebelum kehamilan 10 minggu).

Sebuah tinjauan sistematis dan meta-analisis pada tahun 2020 meninjau insidensi luaran ibu dan janin yang buruk setelah penggunaan ivermectin sebagai agen antiparasit selama kehamilan. Meski demikian, studi ini tidak dapat menunjukkan hubungan sebab akibat antara penggunaan ivermectin dan luaran ibu atau janin yang buruk. Selain itu, terdapat pula banyak laporan penggunaan ivermectin yang tidak disengaja pada awal kehamilan tanpa efek samping yang jelas. Oleh karena itu, belum terdapat cukup bukti untuk menetapkan keamanan penggunaan ivermectin pada orang hamil, terutama pada tahap akhir kehamilan.[13]

Keamanan pada Anak-Anak

Ivermectin umumnya digunakan pada anak dengan berat badan di atas 15 kg untuk pengobatan infeksi cacing, pedikulosis, dan kudis. Meskipun demikian keamanan penggunaan ivermectin pada anak dengan berat badan kurang dari 15 kg belum dapat disimpulkan dengan baik. Ivermectin umumnya ditoleransi dengan baik pada anak-anak, dengan profil efek samping yang serupa dengan orang dewasa. Saat ini, belum terdapat  uji klinik yang menyertakan anak-anak sebagai subjek untuk studi penggunaan ivermectin untuk terapi atau profilaksis COVID-19.[13,14]

Keterbatasan Studi terkait Ivermectin sebagai Terapi dan Profilaksis COVID-19

European Medicines Agency (EMA) telah meninjau studi terkini dari penggunaan ivermectin sebagai terapi dan profilaksis COVID-19 dan menyimpulkan bahwa data yang tersedia saat ini kurang dapat mendukung penggunaan ivermectin untuk COVID-19. Studi laboratorium yang menemukan bahwa ivermectin dapat memblokir replikasi SARS-CoV-2 diketahui mencapai konsentrasi ivermectin yang jauh lebih tinggi daripada dosis yang diizinkan saat ini. Hasil dari studi klinis pun bervariasi, dimana beberapa studi tidak menunjukkan manfaat yang potensial.[13]

Terdapat sejumlah keterbatasan lain dari studi-studi terkini terkait ivermectin sebagai terapi dan profilaksis COVID-19, antara lain sebagai berikut:

  • Ukuran sampel sebagian besar studi tergolong kecil
  • Dosis dan jadwal ivermectin yang digunakan sangat bervariasi
  • Beberapa uji coba terkontrol secara acak adalah studi label terbuka di mana baik peserta maupun peneliti tidak mengetahui kelompok pengobatan
  • Pasien menerima berbagai obat bersamaan (misalnya, doksisiklin, hidroksiklorokuin, azitromisin, zinc, kortikosteroid) selain ivermectin atau obat pembanding. Hal ini menjadi faktor pembias dalam penilaian efikasi atau keamanan ivermectin
  • Tingkat keparahan COVID-19 pada subjek penelitian tidak selalu dijelaskan dengan detail
  • Ukuran hasil studi tidak selalu didefinisikan dengan jelas[2,13]

Dengan berbagai keterbatasan tersebut, EMA menyimpulkan bahwa penggunaan ivermectin untuk terapi atau profilaksis COVID-19 saat ini tidak dapat direkomendasikan di luar uji klinis terkontrol. Studi acak lebih lanjut yang dirancang dengan baik diperlukan untuk menarik kesimpulan apakah ivermectin memang efektif dan aman dalam pencegahan dan pengobatan COVID-19.[13]

Kesimpulan

Saat ini terdapat publikasi di media terkait potensi ivermectin sebagai terapi dan profilaksis untuk COVID-19. Hal ini memicu kepanikan masyarakat sehingga membuat sebagian masyarakat membeli obat ini tanpa anjuran dari dokter. Sejauh ini indikasi penggunaan ivermectin di Indonesia adalah untuk infeksi cacing.

Data uji klinik yang cukup untuk membuktikan khasiat Ivermectin sebagai terapi dan profilaksis COVID-19 hingga saat ini belum tersedia, sehingga BPOM RI belum menyetujui Ivermectin untuk indikasi tersebut.

Sejumlah studi juga telah menunjukkan efikasi dan keamanan ivermectin untuk terapi dan profilaksis COVID-19. Terlepas dari potensi antivirus dan anti-inflamasi yang dimiliki ivermectin, terdapat sejumlah tantangan dalam memastikan efikasi dan keamanannya. Uji klinik dengan jumlah sampel yang besar sangat dibutuhkan untuk menilai efikasi dan keamanan ivermectin sebagai terapi dan profilaksis COVID-19.

Referensi