Serumenolitik Tetes Telinga pada Tata Laksana Serumen Prop

Oleh :
dr.Dhaniel Abdi Wicaksana, Sp.T.H.T.K.L., FICS

Serumenolitik tetes telinga adalah salah satu tata laksana untuk melunakkan serumen pada serumen prop, selain tindakan ekstraksi dengan irigasi telinga ataupun ekstraksi manual. Adanya akumulasi serumen harus diterapi apabila menimbulkan gejala, seperti nyeri dan gangguan pendengaran, dan/atau menghalangi pemeriksaan telinga.[1,2,10]

Metode dengan serumenolitik tetes telinga hingga saat ini bukan merupakan pilihan utama untuk ekstraksi serumen. Akan tetapi, metode ini lebih mudah dan nyaman bagi pasien. Selain itu, terdapat beberapa sediaan serumenolitik baru yang memiliki efikasi lebih baik dan dapat menjadi pertimbangan lebih lanjut bagi pasien.[1,2]

Serumenolitik Tetes Telinga-min

Sekilas Mengenai Serumen Prop

Serumen terbentuk melalui sekresi kelenjar pada liang telinga, kemudian bercampur dengan epitel skuamosa yang mengalami eksfoliasi. Serumen dibagi menjadi tipe basah dan kering. Populasi Asia umumnya memiliki serumen tipe kering yang memiliki warna kuning ke abu-abu.[1,3-5]

Mekanisme pengeluaran serumen berlangsung secara spontan dan juga dibantu oleh pergerakan rahang. Apabila mekanisme pengeluaran serumen secara spontan terganggu, maka serumen akan tertahan di liang terlinga. Impaksi serumen atau serumen prop biasanya terjadi karena pemakaian cotton bud maupun kebiasaan meletakkan benda di telinga, misalnya earphone atau ear bud.[1,3-5]

Serumen prop dapat menyebabkan gangguan pendengaran karena tuli konduktif, meningkatkan risiko infeksi, nyeri dan rasa tidak nyaman, serta mengganggu visualisasi membran timpani saat pemeriksaan fisik. Maka dari itu, keadaan ini perlu ditata laksana.[1]

Serumenolitik

Tujuan pemberian serumenolitik melunakkan serumen, sehingga dapat keluar dari liang telinga dengan sendirinya atau mempermudah ekstraksi serumen dengan meminimalisir kemungkinan terjadinya komplikasi, seperti luka maupun rasa tidak nyaman. Serumenolitik dibagi tiga kelompok berdasarkan bahan penyusun, yaitu komponen berbasis minyak, berbasis air, dan larutan dengan kombinasi minyak dan air atau larutan berbasis bukan air maupun minyak.[1-3]

Serumenolitik dengan Komponen Berbasis Minyak:

Serumenolitik dengan komponen berbasis minyak diberikan dengan tujuan lubrikasi dan melunakkan serumen, tapi tidak memecah komponen serumen. Akan tetapi, beberapa studi menemukan bahwa serumenolitik berbasis minyak tidak efektif. Contoh komponen berbasis minyak adalah minyak kacang, minyak zaitun atau minyak almond.[1-5,6]

Serumenolitik dengan Komponen Berbasis Air:

Serumenolitik dengan komponen berbasis air diberikan dengan tujuan menghidrasi lewat gradien osmotik dan memecah komponen serumen. Beberapa studi menyatakan bahwa yang berbasis air mungkin lebih efektif, tapi hal ini masih dalam perdebatan. Serumenolitik jenis ini antara lain, seperti hidrogen peroksida, asam asetat, natrium bikarbonat atau docusate sodium.[1-4]

Serumenolitik dengan Komponen Berbasis Non-Water, Non-Oil:

Serumenolitik dengan komponen berbasis non-water, non-oil, antara lain seperti carbamide peroxide, kolin salisilat, atau gliserol.[1,2,5,6]

Keunggulan Serumenolitik

Keunggulan penggunaan serumenolitik adalah mudah digunakan, sehingga pasien dapat mengaplikasikan sendiri di rumah. Selain itu, serumenolitik lebih murah dan mudah didapatkan. Penggunaan serumenolitik tidak membutuhkan instrumen khusus dan tidak ada risiko kerusakan mekanik/trauma seperti layaknya saat dilakukan irigasi telinga ataupun ekstraksi manual.[1,2,5,8]

Efek Samping Serumenolitik

Efek samping dari penggunaan serumenolitik adalah iritasi dan inflamasi kulit liang telinga sehingga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, nyeri, terbakar, atau dermatitis kontak. Walaupun jarang, serumenolitik juga pernah menyebabkan fixed drug eruption, sehingga riwayat alergi terhadap komponen penyusun serumenolitik perlu digali sebelum serumenolitik diberikan.[1,2,5,8]

Selain itu, vertigo juga dilaporkan dapat terjadi pada penggunaan serumenolitik. Maka dari itu, sebelum aplikasi, pastikan suhu larutan mendekati suhu tubuh untuk mengurangi risiko terjadinya efek kalori atau vertigo.[1,2,5]

Kontraindikasi Serumenolitik

Kontraindikasi penggunaan serumenolitik adalah membran timpani yang tidak intak, pasien dengan pipa ventilasi timpanostomi, atau sedang mengalami infeksi liang telinga.[1,2,5,8]

Teknik Pemberian

Serumenolitik umumnya digunakan sebagai terapi tunggal. Akan tetapi, tidak jarang dikombinasi dengan irigasi atau ekstraksi manual. Penggunaan serumenolitik umumnya adalah dengan aplikasi 5 tetes larutan serumenolitik ke dalam liang telinga, 1 hingga 2 kali sehari selama 3 hingga 7 hari.[4,5,7]

Bila dikombinasikan dengan irigasi telinga, dapat menggunakan air hangat atau campuran 1:1 air dengan hidrogen peroksida. Kemudian dengan spuit air atau alat khusus irigasi telinga, air dialirkan ke liang telinga dan basin maupun nierbeken dapat digunakan untuk menampung aliran air yang mengalir keluar dari liang telinga.[4,5,7]

Perbandingan Efektivitas Serumenolitik

Penelitian terkait perbandingan efektivitas berbagai sediaan serumenolitik telah banyak dilakukan dan dipublikasi. Berdasarkan hasil studi, ada yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara berbagai sediaan tersebut, atau menyatakan air dan komponen berbasis air yang terbaik. Akan tetapi, kebanyakan studi setuju bahwa komponen minyak tidak efektif digunakan sebagai serumenolitik.[1-4]

Studi Perbandingan Serumenolitik Berdasarkan Jenis Komponen dan Cara Pemakaian dengan Tanpa Intervensi

Studi systematic review Cochrane dilakukan oleh Aaron et al. mengenai efektifitas dan efek samping serumenolitik berbasis air, minyak, dan non-water non-oil serta perbandingan outcome dengan kelompok yang tidak diberikan intervensi. Studi ini melibatkan 10 penelitian, dengan total 623 peserta dengan 900 telinga.[1]

Serumenolitik yang digunakan adalah larutan berbasis minyak (triethanolamine polypeptide, minyak almond, benzocaine dan chlorobutanol), berbasis air (docusate sodium, carbamide peroxide, phenazone, kolin salisilat, urea peroksida dan kalium karbonat), pembanding lain (larutan salin atau air) atau tidak diberikan pengobatan.[1]

Pada studi ini, hasil utama yang dinilai adalah ketuntasan bersihan telinga dari serumen prop serta efek samping utama, yaitu nyeri, rasa tidak nyaman, dan iritasi.[1]

Perbandingan Pengobatan Aktif dengan yang Tidak Menerima Pengobatan:

Satu studi membahas perbandingan pengobatan aktif dengan yang tidak menerima pengobatan. Pengobatan aktif dengan serumenolitik meliputi minyak arachis 57,3%, chlorobutanol 5%, para-dichlorobenzene 2% atau cerumol, dan natrium bikarbonat (NaHCO3) empat  tetes dua kali sehari.[1]

Dari studi ini didapatkan proporsi telinga yang bersih dengan komplit dari serumen prop lebih banyak pada kelompok yang mendapatkan pengobatan aktif setelah 5 hari, yaitu sebesar 22% berbanding 5% pada yang tidak mendapat pengobatan. Efek samping juga tidak ditemukan pada kedua kelompok. Maka dari itu, pengobatan aktif dengan serumenolitik lebih baik daripada tidak menerima pengobatan untuk kasus serumen prop.[1]

Perbandingan Serumenolitik Lain dengan Larutan Saline/Air:

Studi perbandingan pemberian serumenolitik lain dengan larutan salin atau air tidak ditemukannya perbedaan bermakna dalam hal pembersihan serumen. Pada kedua kelompok, efek samping utama tidak ditemukan. Maka dari itu, belum dapat dibuktikan dari studi ini bahwa serumenolitik lain lebih baik daripada larutan salin/air.[1]

Perbandingan Serumenolitik dengan Bahan Aktif:

Bila 2 bahan aktif dibandingkan satu sama lain (beberapa penelitian dengan bahan aktif meliputi phenazone – natrium karbonat;  minyak arachis – chlorobutanol – para-dichlorobenzene; docusate sodium; triethanolamine polipeptida; natrium bikarbonat; kolin salisilat; ethylene oxide-polyoxypropylene glycol; dan beberapa komponen aktif lain), didapatkan hasil bahwa tidak ada bahan aktif yang lebih superior dari yang lain.[1]

Bila analisis diperdalam dengan membandingkan kelompok yang menerima larutan berbasis minyak dan komponen yang mengandung larutan non minyak juga diperoleh hasil tidak berbeda bermakna. Efek samping utama, yaitu rasa tidak nyaman, iritasi atau nyeri, didapatkan pada kurang dari 30 responden.[1]

Tiga penelitian melaporkan efek samping lain seperti gangguan keseimbangan, bau tidak sedap, tinnitus, gangguan pendengaran. Akan tetapi, jumlahnya tidak banyak, dapat ditoleransi, dan tidak dilaporkan menjadi suatu kegawatdaruratan.[1]

Berdasarkan studi Cochrane ini, maka dapat disimpulkan bahwa belum ada bukti evidence based yang menyatakan bahwa serumenolitik satu lebih baik daripada lainnya. Akan tetapi, terapi aktif mungkin meningkatkan kemungkinan bersihan telinga dari serumen prop lebih baik dibanding tidak diterapi sama sekali.[1]

Efektivitas Beberapa Serumenolitik

Studi eksperimental secara in vitro oleh Nguyen et al., juga membandingkan efektivitas beberapa serumenolitik. Spesimen diambil secara manual tanpa serumenolitik dan irigasi, kemudian dibagi menjadi berat 50±1 mg dan dicampur dengan 3 ml serumenolitik di tabung reaksi, lalu disimpan pada suhu 25oC serta kelembaban yang dikontrol dengan air conditioner.[2]

Serumenolitik yang digunakan adalah NaHCO3 7,5%, kalium hidroksida (KOH) 5%, asam laktat 10%, asam salisilat 3%, asam glikolat 10% dan air destilasi. Hasil penelitian didapatkan KOH memberikan kemampuan serumenolitik paling cepat. Hal ini mungkin karena KOH adalah basa kuat yang bisa melarutkan keratin. Akan tetapi, KOH dapat memberikan reaksi iritasi dalam berbagai derajat.[2]

Natrium bikarbonat (NaHCO3) juga efektif sebagai serumenolitik karena saat sisa serumen yang tidak terlarut setelah 12 jam ditimbang, NaHCO3 yang paling banyak menunjukkan penurunan berat. Studi ini menyatakan bahwa NaHCO3 dapat direkomendasikan sebagai terapi dan digunakan pada pasien rawat jalan. Hal ini karena selain efektif, NaHCO3 juga murah serta mudah dibuat dan didapatkan.[2]

Air distilasi sebenarnya efektif sebagai serumenolitik, tapi waktu disintegrasinya lebih lama dibanding KOH dan NaHCO3. Akan tetapi, air distilasi lebih mudah didapat dan ekonomis. Namun, penggunaan air distilasi mungkin meningkatkan risiko otitis eksterna. Asam laktat memiliki efektivitas yang sama dengan air distilasi, tapi studi evaluasi untuk efek samping pada kanalis akustikus eksterna belum banyak dilakukan.[2]

Sementara asam glikolat dan asam salisilat tidak menunjukkan banyak perubahan pada sampel serumen yang diujikan. Maka dari itu, dari studi ini dapat disimpulkan bahwa KOH dan NaHCO3 merupakan serumenolitik yang paling efektif dan dapat digunakan pada pasien rawat jalan maupun persiapan tindakan lain, tapi NaHCO3 lebih aman.[2]

Perbandingan Serumenolitik Berbasis Air, Minyak, dan Carbamide Peroksida

Timothy et al. melakukan penelitian ex vivo prospektif dari 12 pasien. Serumen kemudian dibagi menjadi tiga derajat konsistensi (lunak, medium dan keras). Serumenolitik yang digunakan adalah larutan berbasis air, minyak, serta carbamide peroxide. Evaluasi dilakukan setelah 1 menit, 2 menit dan 5 menit serta dilakukan dokumentasi foto.[4]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa serumenolitik berbasis air lebih efektif daripada minyak, sedangkan yang berbasis minyak dinyatakan tidak efektif. Akan tetapi, air steril secara statistik paling efektif dan lebih efektif daripada docusate sodium. Air merupakan pilihan yang efektif dan ekonomis, tapi penggunaan jangka panjang dapat menjadi predisposisi otitis eksterna.[4]

Perbandingan Natrium Bikarbonat 2,5% dengan Sodium Docusate

Sebuah penelitian randomized, controlled, double-blind yang dilaksanakan oleh Piromchai et al., membandingkan efektivitas natrium bikarbonat (NaHCO3) 2,5% dan sodium docusate pada 91 pasien dengan oklusi komplit yang dibagi menjadi 2 kelompok secara acak.[3]

Berdasarkan studi ini, dapatkan bahwa natrium bikarbonat (NaHCO3) 2,5% tidak lebih inferior dibanding sodium docusate, baik dari efektivitas maupun efek samping yang ditimbulkan. Studi ini merekomendasikan penggunaan NaHCO3 untuk serumenolitik pada praktik klinis, karena efektif, relatif aman, ekonomis, dan mudah didapatkan.[3]

Perlu atau Tidaknya Irigasi Telinga Pasca Pemberian Serumenolitik

Irigasi telinga pasca pemberian serumenolitik masih dianjurkan apabila benefisial. Tujuan intervensi pada serumen prop adalah menghilangkan gejala dan/atau memfasilitasi agar pemeriksaan telinga, seperti inspeksi dan audiometri, dapat dilakukan.[10]

Sridharan et al. melakukan systematic review pada 26 penelitian dan meta analisis pada 25 penelitian mengenai pemberian serumenolitik dengan atau tanpa ekstraksi serumen. Serumenolitik paling baik untuk mengatasi serumen prop tanpa intervensi lanjutan adalah kombinasi urea, hidrogen peroksida dan gliserol.[9]

Akan tetapi, berbagai penelitian yang ada tidak sepenuhnya menjelaskan perbandingan atau menjawab pertanyaan apakah serumenolitik saja dapat mengatasi serumen prop tanpa tindakan ekstraksi baik dengan irigasi telinga. Namun, kesimpulan dalam penelitian ini menyarankan bahwa, serumenolitik akan menjadi lebih efektif bila dikombinasikan dengan intervensi lanjutan, seperti irigasi.[9]

Secara garis besar, serumenolitik merupakan salah satu modalitas yang ekonomis, mudah diaplikasikan oleh pasien, nyaman, efektif, dengan efek samping yang relatif ringan dan jarang ditemukan. Serumenolitik dapat dipertimbangkan untuk tata laksana serumen prop dan akan menjadi lebih efektif bila dikombinasikan dengan irigasi telinga ataupun ekstraksi manual.[1-3,9,10]

Kesimpulan

Serumenolitik masih merupakan modalitas terapi pada kasus serumen prop. Berdasarkan studi-studi yang dilakukan, serumenolitik berbasis air dan air steril maupun distilasi masih merupakan yang terbaik dalam penanganan serumen prop, sedangkan minyak adalah yang paling tidak efektif. Akan tetapi, beberapa bukti klinis lain menunjukkan bahwa belum terdapat serumenolitik yang lebih unggul daripada serumenolitik lainnya dari segi efektivitas terapi.

Efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan serumenolitik relatif minimal dan dapat ditoleransi. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa efek samping lain yang jarang bisa timbul, seperti hipersensitivitas. Maka dari itu, diperlukan studi in vivo dengan skala yang lebih besar untuk mengidentifikasi efektivitas, efek samping, dan pemberian optimal serumenolitik.

Sampai saat ini, irigasi pasca pemberian serumenolitik masih dianjurkan apabila secara klinis diperlukan. Akan tetapi, belum ada panduan yang jelas mengenai kapan seharusnya hal ini dilakukan. Adanya gejala dan/atau kesulitan melakukan pemeriksaan telinga, seperti inspeksi dan audiometri, dapat menjadi salah satu panduan melakukan irigasi setelah pemberian serumenolitik.

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Yelvi Levani

Referensi