Prognosis dan Komplikasi Epilepsi
Kondisi epilepsi sangat heterogen sehingga prognosisnya sulit ditentukan. Walau demikian, terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prognosis epilepsi, seperti hasil elektroensefalografi (EEG), usia, dan respon terhadap monoterapi antiepileptik.
Komplikasi
Komplikasi epilepsi yang merupakan kelainan neurologis mencakup tiga hal berikut:
-
Gangguan psikiatrik, prevalensi gangguan psikiatri meningkat pada pasien epilepsi, seperti gangguan mood, gangguan kecemasan, atau attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)
- Gangguan kognitif, pasien epilepsi mengalami abnormalitas kognitif dibanding orang normal pada umur yang sama. Pasien epilepsi sering ditemukan mengalami kurang prestasi akademik (tinggal kelas, harus mendapatkan jam pelajaran tambahan)
-
Gangguan perilaku dan adaptasi sosial, pasien epilepsi dapat mengalami gangguan dalam bersosialisasi dan membina hubungan antar individu.[12]
Salah satu komplikasi epilepsi yang berbahaya adalah kematian akibat sudden unexpected death in epilepsy (SUDEP) yaitu kematian akibat serangan epilepsi yang terjadi pada saat tidur dengan posisi yang dapat menghambat jalan napas. Insidensinya diperkirakan 1,2 per 1.000 penderita epilepsi dan paling sering terjadi pada pasien dewasa muda.[13]
Prognosis
Belum ada faktor prognostik yang dapat memprediksi setiap hasil akhir dari epilepsi dikarenakan heterogenisitas dari kondisi epilepsi itu sendiri. Pada laki-laki, remisi ditemukan lebih cepat dibandingkan dengan perempuan. Pasien dengan kelainan pada hasil EEG cenderung mengalami kegagalan terapi dibandingkan dengan pasien epilepsi dengan EEG normal. Remisi juga lebih cepat terjadi pada anak-anak dan pasien usia tua dibandingkan dengan pasien dewasa muda.[14]
Pasien yang pertama kali didiagnosis epilepsi dan responsif terhadap monoterapi obat antiepilepsi memiliki angka bebas kejang yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien epilepsi yang harus mendapatkan dua jenis obat antiepilepsi atau lebih.[3]
Pasien anak yang yang telah dilakukan hemisferektomi mengalami angka bebas kejang selama 5 tahun sebesar 63%.[15] Sementara pada pasien yang dilakukan implantasi dan neurostimulasi responsif, terdapat penurunan kejadian serangan epileptik sebesar 53% dalam 2 tahun.[16]