Penatalaksanaan Ruptur Tendon Achilles
Modalitas penatalaksanaan ruptur tendon achilles adalah tata laksana konservatif dan operatif. tata laksana konservatif adalah dengan imobilisasi menggunakan bidai dan functional brace. [10,24] Tindakan operatif dapat berupa open repair, minimally invasive, percutaneous repair, dan augmented repair.
Pada kasus ruptur tendon Achilles, kompetensi dokter umum hanya sampai pada penanganan awal. Penanganan selanjutnya dilakukan oleh spesialis ortopedi.
Tata Laksana Konservatif
Penanganan konservatif akan efektif jika cedera terjadi kurang dari 72 jam pada kondisi :
- Non atlet
- Pasien usia > 65 tahun
- Memiliki kebiasan merokok
- Pola hidup sedenter
- Obesitas
- Memiliki kontraindikasi operasi misalnya diabetes mellitus, neuropati, dan imunokompromais [7,8,13,24]
Imobilisasi dilakukan dengan menggunakan cast atau functional brace selama 8-12 minggu. Efek imobilisasi adalah atrofi otot, kekakuan sendi, produktivitas berkurang, dan memperpanjang masa rehabilitasi. Imobilisasi lebih dari 8 minggu tidak direkomendasikan karena meningkatkan risiko ruptur ulangan, deep vein thrombosis, serta penurunan atau kehilangan koordinasi dan propriosepsi [6,10,23,25].
Pemasangan, plaster cast di bawah lutut umumnya cukup. Pada awal terapi, kaki diposisikan dalam plantarfleksi penuh dan tidak menumpu beban. Kemudian, dalam 8-12 minggu kaki perlahan-lahan diubah hingga posisi netral.
Kelemahan metode konservatif adalah lebih sering terjadi ruptur ulangan, kekuatan dan ketahanan otot lebih rendah, serta lebih sering terjadi elongasi tendon. [8,13,23,26]
Pembedahan
Penanganan operatif dilaporkan menurunkan risiko ruptur ulangan, hasil kekuatan otot lebih baik, dan durasi rehabilitasi lebih cepat dibandingkan tata laksana konservatif. Pilihan pembedahan dianjurkan pada beberapa kondisi antara lain:
- Pasien muda dengan usia < 40 tahun
- Gaya hidup aktif dan butuh mobilitas tinggi
- Kasus ruptur kronik
Gap lebih dari 5 mm
- Gejala memburuk, menetap, atau berulang setelah 6 bulan ditangani secara konservatif.
Teknik pembedahan terdiri atas 4 jenis, antara lain open repair, percutaneous repair, minimally invasive, dan augmented repair. [4,10,11,18,24]
Open Repair
Metode ini lebih dipilih pada pasien muda, gaya hidup aktif, atau atlet profesional karena durasi rehabilitasi lebih cepat, risiko ruptur berulang paling rendah, tidak mencederai saraf dan hasil jangka panjang lebih baik. Namun, tingkat komplikasi pascaoperasi paling tinggi. [4,11,24]
Percutaneous Repair
Teknik ini juga disukai pada atlet karena waktu penyembuhan paling cepat. Insisi minimal membuat efek kosmetik paling baik dan dapat menggunakan anestesi lokal. Akan tetapi, pilihan pembedahan dengan teknik ini harus dilakukan sesegera mungkin setelah cedera. Selain itu, tindakan ini membutuhkan keahlian dan instrumentasi khusus. Komplikasi cedera nervus suralis sering terjadi. [4,10,25] Namun, cedera saraf dapat dihindari dengan bantuan USG dan endoskopi. [1,8,11,13]
Minimally Invasive/Mini Open Repair
Teknik ini merupakan perpaduan antara open repair dan percutaneous repair. Keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan teknik ini adalah insidensi ruptur ulang lebih rendah dibandingkan open repair, dapat meningkatkan kekuatan otot, risiko cedera saraf minimal, dan durasi penyembuhan lebih cepat. Risiko dehisensi luka lebih rendah dibandingkan open repair. [10,19,24,26]
Augmented Repair
Augmentasi diperlukan jika ukuran defek lebih dari 3 cm dan pada ruptur yang kronis. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan graft atau flap. Penggunaan graft atau flap akan membantu penyembuhan dan memperkuat tendon. [4,6,8]
Perawatan Pascaoperasi
Pedoman American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS) merekomendasikan protected weight bearing (penopangan berat badan terproteksi) selama ≤ 2 minggu pada pasien pascaoperasi. Studi menunjukan bahwa penopangan berat badan dini memungkinkan pasien kembali ke aktivitas lebih cepat dalam 6 bulan pertama, dibandingkan jika dilakukan casting. Namun, keputusan harus diambil berdasarkan klinis masing-masing pasien.
Pada pasien yang berolahraga, AAOS menyarankan kembali berolahraga dalam 3-6 bulan setelah tata laksana operatif. [2]
Rehabilitasi
Rehabilitasi menyebabkan kekuatan dan ketahanan otot lebih baik, serta kejadian ruptur ulangan dan elongasi tendon lebih rendah. Fase rehabilitasi diawali dengan early controlled mobilization selama 6-8 minggu pertama, lalu diikuti early mobilization selama 6-8 minggu kedua, lalu diakhiri dengan rehabilitasi lanjut selama 3 bulan. [6]