Penatalaksanaan Polisitemia
Penatalaksanaan polistemia primer meliputi phlebotomi terapeutik, aspirin dosis rendah, dan terapi sitoreduksi. Sedangkan, penatalaksanaan polisitemia sekunder disesuaikan dengan penyakit yang mendasari. Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan risiko thrombosis, mencegah perdarahan, meminimalisir risiko transformasi polisitemia menjadi keganasan, dan mengurangi gejala. [2,5,6,9]
Phlebotomi
Oleh karena pasien polisitemia mengalami peningkatan volume darah dan hiperviskositas, tindakan phlebotomi dapat membantu meringankan gejala. Satu unit standar phlebotomi (500mL) dapat mengurangi hematokrit sekitar 3%.
Tujuan dilakukan phlebotomi adalah untuk menyingkirkan kelebihan sel, terutama sel darah merah, serta memperbaiki sirkulasi dengan menurunkan viskositas darah. Pasien polisitemia vera dapat menjalani phlebotomi 1-2 kali seminggu hingga hematokrit <45%.
Untuk polisitemia sekunder, disarankan untuk menjaga hematokrit di rentang 55-60%. Hal ini karena kadar hematokrit di bawah itu dapat memperparah kondisi hipoksia jaringan dan mengeksaserbasi gejala.
Pemeriksaan darah lengkap secara reguler diperlukan untuk memantau kadar Hb dan hematokrit. Phlebotomi dilakukan untuk menjaga kadar Hb dan hematokrit dalam rentang yang direkomendasikan. [2,5,6,9]
Aspirin
Pada pasien polisitemia vera, disarankan untuk memberikan aspirin dosis rendah (40-100 mg dua kali sehari per oral) selama tidak ada kontraindikasi. Aspirin bermanfaat untuk mengurangi risiko thrombosis dan mengurangi gejala pruritus. [2,5,6,9]
Terapi Sitoreduksi
Terapi sitoreduksi merupakan manajemen rutin pada pasien polisitemia dengan risiko tinggi:
- Usia >60 tahun dengan atau tanpa riwayat thrombosis
- Pasien polisitemia vera dengan gejala yang tidak terkontrol
- Peningkatan leukosit dengan atau tanpa peningkatan thrombosit
- Splenomegali simptomatik
- Berespon buruk terhadap phlebotomi
Obat yang biasa digunakan untuk terapi ini adalah anti metabolit (hidroksiurea), agen biologis (interferon alfa), alkylating agent (busulfan), dan janus kinase inhibitor (ruxolitinib). [2,5,6,9]
Hidroksiurea
Obat yang paling sering direkomendasikan adalah hidroksiurea karena efikasi yang baik, pemberian yang mudah, biaya murah, dan data keamanan yang lebih baik jika dibandingkan dengan alternatif lainnya. Dosis hidroksiurea yang direkomendasikan adalah 15-20 mg/kg/hari per oral. Dosis awal 15 mg/kg/hari ditingkatkan secara bertahap setiap minggunya untuk mencapai hitung trombosit antara 100.000-400.000/mcL dengan menghindari anemia dan netropenia. [2,5,6,9]
Interferon Alfa
Interferon alfa merupakan obat alternatif untuk terapi sitoreduksi pada pasien polisitemia. Interferon alfa lebih dipilih untuk terapi polisitemia wanita yang merencanakan kehamilan karena adanya efek teratogenik hidroksiurea.
Pegylated interferon alfa lebih dipilih daripada interferon alfa konvensional karena profil toksisitas yang lebih ringan dan aktivitas obat yang lebih lama. Dosis inisial pegylated interferon alfa yang direkomendasikan adalah 45 mcg/minggu subkutan untuk dua minggu pertama dan ditingkatkan sesuai toleransi pasien hingga dosis maksimal 180 mcg/minggu. [1,2,4,8,12]
Busulfan
Penggunaan busulfan pada polisitemia diberikan jika pasien sudah mengalami kegagalan dengan hidroksiurea atau interferon alfa. Dosis busulfan yang direkomendasikan adalah 2-4 mg/hari per oral dengan penyesuaian dilakukan setiap minggu berdasarkan hasil darah lengkap. Dosis dikurangi hingga 2 mg/hari jika hitung trombosit < 200.000/mcL atau leukosit < 5000/mcL, dan ditahan sementara jika hitung trombosit < 100.000/mcL atau leukosit < 3000/mcL. [1,2,4,8,12]
Ruxolitinib
Ruxolitinib diberikan pada kasus refrakter polisitemia yang gagal dengan terapi hidroksiurea, interferon alfa, dan busulfan. Dosis yang direkomendasikan adalah 10–25 mg dua kali sehari per oral. [10,12-14]