Patofisiologi Hemofilia
Patofisiologi hemofilia melibatkan disfungsi atau defisiensi dari faktor pembekuan, yang menyebabkan gangguan kaskade pembekuan darah dan membuat pasien lebih berisiko mengalami perdarahan mayor, bahkan dari cedera minor.[1,3,4]
Gangguan Kaskade Pembekuan Darah pada Hemofilia
Pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dipicu oleh terjadinya luka, sehingga terjadi disrupsi endotel dan paparan faktor jaringan (tissue factor/TF) ke subendotel. Faktor jaringan kemudian berikatan dengan faktor VIIa teraktivasi, kemudian membentuk suatu kompleks yang secara simultan juga mengaktivasi faktor IX dan X menjadi IXa dan Xa.
Sementara itu, proses pembekuan pada jalur intrinsik teraktivasi setelah faktor XII, prekallikrein, dan high-molecular-weight kininogen di dalam darah mengalami kontak dengan permukaan artifisial. Faktor XII akan teraktivasi menjadi XIIa. Faktor XIIa selanjutnya akan mengaktivasi faktor XI menjadi faktor XIa, yang selanjutnya mengubah faktor IX menjadi faktor IXa.[1]
Kedua jalur ini pada akhirnya akan menghasilkan faktor Xa. Faktor Xa berfungsi mengubah protrombin (faktor II) menjadi trombin (faktor IIa). Trombin berfungsi membantu pelepasan faktor VIII dari faktor Von Willebrand dan kemudian mengaktivasinya menjadi faktor VIIa. Kemudian, terjadi aktivasi trombosit dengan fosfolipid yang mengikat faktor IXa, dan juga mengaktivasi faktor XIII menjadi faktor XIIIa yang membantu stabilisasi bekuan darah.[1,2]
Apa yang Terjadi pada Hemofilia?
Pada hemofilia, terjadi mutasi genetik yang diturunkan atau didapat, yang mengakibatkan disfungsi atau defisiensi pada faktor pembekuan. Hal ini akan menyebabkan terganggunya pembentukan bekuan, dan sebagai konsekuensinya akan muncul manifestasi perdarahan secara klinis.
Pada umumnya, perdarahan bersifat rekuren dan sering ditemukan di sendi atau otot. Perdarahan juga bisa bersifat spontan, memiliki durasi lebih panjang, jumlah yang lebih banyak dari orang normal, atau tidak proporsional dengan cedera yang dialami.[3,4]