Pasien penyakit ginjal kronis (PGK) stadium 5 yang menjalani hemodialisis rutin memerlukan pemantauan gizi yang rutin dan ketat karena tingginya angka malnutrisi. Suplementasi oral pada pasien hemodialisis yang mengalami hipoalbuminemia ditemukan bermanfaat menurunkan tingkat mortalitas[1].
Pasien dengan gangguan ginjal, termasuk penyakit ginjal kronis, sebaiknya dilakukan evaluasi nutrisi. Pasien dengan penyakit ginjal kronis memiliki resting energy expenditure (REE) yang lebih tinggi dibandingkan orang normal. Adanya kondisi lain atau komorbid yang menyebabkan inflamasi kronis juga dapat meningkatkan REE, contohnya penyakit kardiovaskular, dan diabetes mellitus tidak terkontrol. Peningkatan REE ini bila tidak diimbangi dengan nutrisi yang cukup dan sesuai dapat berujung pada malnutrisi.[2]
Asupan nutrisi pada pasien penyakit ginjal kronis seringkali terganggu akibat kurangnya pemasukkan makanan karena penurunan nafsu makan pada sindrom uremik, peningkatan katabolisme, inflamasi, stres oksidatif dan adanya komorbid. Gangguan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronis akan menyebabkan kegagalan ginjal dalam ekskresi H+ sehingga menyebabkan asidosis metabolik. Kondisi ini dapat memningkatkan inflamasi dan resistensi jaringan terhadap hormon-hormon anabolik, sehingga meningkatkan aktivitas katabolisme. Katabolisme dari protein akan menyebabkan peningkatan asam lebih lanjut dan keseimbangan nitrogen menjadi negatif.[1-3]
Hipoalbuminemia ditemukan sebagai salah satu faktor prognostik pada tingkat kematian pada penyakit ginjal kronis. Protein energy wasting (PEW) atau kurang energi protein sering ditemukan pada kondisi penyakit ginjal kronis dan menjadi faktor risiko yang berhubungan dengan mortalitas pasien penyakit ginjal kronis dengan atau tanpa terapi dialisis. PEW dapat ditegakkan dengan beberapa kriteria berikut:
- Pengukuran biokimia seperti albumin dan prealbumin serum serta kolesterol
- Massa tubuh (contoh: indeks massa tubuh, penurunan berat badan yang tidak diinginkan dan lemak tubuh total)
- Pengukuran massa otot yang diukur dari penurunan massa otot, lingkar lengan atas dan creatinine appearance
- Pengukuran diet[4]
- Evaluasi nutrisi pada pasien penyakit ginjal kronis sebaiknya dilakukan secara berkala (minimal 1 – 3 bulan sekali).[5]
Suplementasi untuk Pasien Penyakit Ginjal Kronis
Pada penyakit ginjal kronis dalam dialisis rutin, ASPEN (American Society for Parenteral and Enteral Nutrition) merekomendasikan asupan protein sebesar 1.2 g/kgBB/hari[6]. Rekomendasi asupan ini lebih tinggi dibandingkan penyakit ginjal kronis tanpa dialisis karena pada proses dialisis dapat terjadi penarikan asam amino, peptida, dan protein[7,8]. Rekomendasi KDOQI (Kidney Disease Outcomes Quality Initiative) untuk asupan energi dari diet pada pasien penyakit ginjal kronis adalah 30 – 35 kcal/kgBB/hari.[9]
Indikasi untuk dilakukan intervensi nutrisi antara lain:
- Kurangnya nafsu makan dengan atau tanpa penurunan asupan makanan
- Penurunan berat badan kering yang tidak diinginkan dan sarkopenia
- Albumin < 4 g/dL atau prealbumin < 30 mg/dL
-
MIS (malnutrition-inflammation score) ≥ 5 atau SGA (subjective global assessment) pada rentang malnutrisi
- Asupan protein harian < 1.0 g/kgBB/hari pada penyakit ginjal kronis stadium 5 atau < 0.5 g/kgBB/hari pada penyakit ginjal kronis stadium 1 – 4[5]
Pada studi yang melibatkan 1901 pasien penyakit ginjal kronis, ditemukan bahwa rata-rata pemasukkan nutrisi pasien penyakit ginjal kronis tidak mencapai rekomendasi. Pemasukkan energi pada hari non-dialisis rata-rata adalah 23.2 +/- 9.5 kcal/kgBB/hari dan pada hari dialisis adalah 22.2 +/- 9.6 kcal/kgBB/hari. Pemasukkan protein pada hari non-dialisis adalah 0.96 +/- 0.43 gr/kgBB/hari dan pada hari dialisis adalah 0.9 +/- 0.41 kgBB/hari.[10] Kurangnya asupan energi dan protein pada pasien penyakit ginjal kronis yang dapat menyebabkan kurang energi protein, dapat dibantu dengan suplementasi oral maupun parenteral (nutrisi intrahemodialisis).
Suplementasi oral khusus untuk ginjal dapat meningkatkan pemasukkan energi dan protein pada pasien penyakit ginjal kronis sebesar 7 – 10 kcal/kgBB/hari dan 0.3 – 0.4 gram protein/kgBB/hari. Suplemen oral dapat diberikan 2 – 3 kali dalam sehari sebaiknya 1 jam setelah makan. Jumlah dan frekuensi disesuaikan dengan kondisi klinis pasien. Pemberian terapi nutrisi dengan atau tanpa suplementasi oral yang tidak membuat kadar albumin mencapai 4 g/dL harus dilakukan kajian ulang. Peningkatan pemasukkan protein dan evaluasi terhadap proses peradangan kronis dan/atau albuminuria perlu dilakukan.[5]
Penelitian Benner, et al. (2017) yang melibatkan lebih dari 6000 pasien penyakit ginjal kronis dalam terapi dialisis dengan hipoalbuminemia (albumin ≤ 3.5 g/dL) telah ditemukan bahwa pemberian suplemen nutrisi oral intrahemodialisis yang diformulasikan khusus untuk penyakit ginjal kronis dalam dialisis dapat menurunkan angka kematian hingga 69%. Berat badan pasca dialisis ditemukan lebih tinggi pada kelompok intervensi. Kemungkinan hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan massa otot (lean body mass) pada pasien dalam kelompok intevensi.[1] Pengukuran antropometrik lain seperti indeks massa tubuh, massa bebas lemak, massa otot dan massa tulang ditemukan meningkat signifikan pada kelompok yang diberikan terapi suplemen oral pada penelitian lain.[11]
Serum albumin pada penelitian Benner, et al. (2017) ditemukan lebih rendah pada kelompok intervensi (terapi nutrisi oral) dibandingkan dengan kontrol, namun hal ini kemungkinan karena adanya kerancuan survivor pada kelompok intervensi. Temuan ini berbeda dengan penelitian Sezer, et al. (2014) yang menggunakan 60 pasien sebagai sampel menemukan bahwa terdapat peningkatan serum albumin yang signifikan pada kelompok yang mendapatkan terapi nutrisi oral. Kedua penelitian ini kurang tepat untuk dibandingkan karena perbedaan jumlah sampel yang besar.[1,11]
Suplemen nutrisi oral yang diberikan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien agar dapat memenuhi rekomendasi diet untuk penyakit ginjal kronik dalam dialisis. Riset telah menunjukkan manfaat dari penggunaan suplemen nutrisional oral dengan parameter protein 16-21.6 gram, dan kalori 70-479 kcal per sajian. Di Indonesia, contoh suplemen yang tersedia adalah Nephrisol-D® dengan kandungan 13 gram protein dan 260 kkal per sajian[12].
Kesimpulan
Evaluasi nutrisi pada pasien dengan penyakit ginjal kronis dalam terapi penggantian ginjal (dialisis) perlu dilakukan secara berkala. Kurangnya asupan protein pada penyakit ginjal kronis dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: kurangnya asupan makanan secara umum akibat dari sindrom uremikum, tingginya katabolisme protein, dan proses peradangan. Kondisi kekurangan energi protein dapat dilihat pada beberapa faktor seperti albumin, pengukuran antropometrik dan diet. Rendahnya serum albumin dapat menjadi prediktor dari prognosis penyakit ginjal kronis yang buruk dan peningkatan mortalitas.
Rekomendasi asupan protein harian dari ASPEN untuk pasien penyakit ginjal kronis dalam dialisis adalah 1.2 g/kgBB/hari. Rekomendasi KDOQI untuk asupan energi dari diet pada pasien penyakit ginjal kronis adalah 30 – 35 kcal/kgBB/hari. Seringkali pasien penyakit ginjal kronis dalam dialisis tidak mencapai sasaran asupan ini. Sehingga dibutuhkan terapi suplementasi protein yang dapat diberikan melalui enteral (per oral) dan parenteral saat hemodialisis berlangsung.
Suplementasi oral khusus untuk penyakit ginjal kronis dalam dialisis dapat meningkatkan pemasukkan energi dan protein sebesar 7 – 10 kcal/kgBB/hari dan 0.3 – 0.4 gram protein/kgBB/hari. Suplemen oral dapat diberikan 2 – 3 kali dalam sehari sebaiknya 1 jam setelah makan. Jumlah dan frekuensi disesuaikan dengan kondisi klinis pasien.
Pemberian terapi nutrisi oral intradialisis pada kondisi hipoalbuminemia untuk pasien penyakit ginjal kronis dalam dialisis ditemukan dapat menurunkan angka mortalitas hingga 69% dan meningkatkan berat badan kering pascadialisis. Peningkatan berat badan kering diduga terjadi akibat adanya proses anabolisme protein menjadi massa otot, meskipun secara teori saat proses hemodialisis berlangsung terjadi balans protein yang negatif. Terapi nutrisi oral juga dapat meningkatkan status nutrisi pasien penyakit ginjal kronis yang diukur dengan parameter antropometrik lain seperti indeks massa tubuh, massa bebas lemak, massa otot dan massa tulang.