Penggunaan Kateter Uretra Pasca Operasi Histerektomi Radikal

Oleh :
Sunita

Penggunaan kateter uretra pasca operasi histerektomi radikal dinyatakan bermanfaat karena dapat menangani retensi urine yang terjadi akibat disfungsi kandung kemih pasca histerektomi radikal. Histerektomi radikal merupakan prosedur pembedahan untuk mengangkat seluruh bagian uterus, jaringan parametrium, hingga sepertiga atau setengah dari bagian atas vagina.[1,2]

Histerektomi radikal adalah terapi pilihan untuk kanker serviks stadium awal, didukung oleh tingkat keberhasilan prosedur ini dalam mendukung kesintasan pasien dalam 5 tahun (5-year disease-free survival rates) hingga 90%. Meskipun demikian, terdapat risiko komplikasi. Salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah gangguan fungsi traktus urinarius bawah, termasuk disfungsi kandung kemih.[3,4]

Penggunaan Kateter Uretra Pasca Operasi Histerektomi Radikal (2)-min

Pemasangan kateter uretra rutin dilakukan sebagai langkah persiapan operasi histerektomi yang diduga membantu meningkatkan perspektif operator terhadap lapang operasi serta mencegah kejadian cedera dan disfungsi kandung kemih. Namun, penggunaan kateter urine berpotensi meningkatkan risiko infeksi saluran kemih (ISK), dan risiko ini tampak lebih signifikan pada penggunaan kateter urine jangka panjang pasca histerektomi radikal.[4–6]

Risiko Disfungsi Kandung Kemih Pada Histerektomi Radikal

Sebuah tinjauan sistematis Cochrane pada tahun 2017 menyatakan risiko disfungsi kandung kemih pasca operasi histerektomi bervariasi antara 12–85%, tergantung dari metode evaluasi fungsi kandung kemih yang digunakan, dan lamanya waktu follow up penelitian.[7]

Studi oleh Lin et al menemukan bahwa dari total 210 pasien kanker serviks yang akan menjalani histerektomi radikal, hanya 17% saja yang menunjukkan hasil pemeriksaan urodinamik yang normal sebelum operasi. Sementara itu, sebanyak 45% pasien menunjukkan gambaran studi urodinamik dengan karakteristik masalah penyimpanan urine dan 10% pasien memiliki masalah pengosongan lambung.[8]

Hal ini menunjukkan bahwa secara signifikan terdapat proporsi pasien kanker serviks stadium awal yang mungkin sudah memiliki disfungsi kandung kemih sebelum operasi.

Penyebab disfungsi kandung kemih setelah histerektomi radikal adalah kerusakan persarafan otonom pelvis yang mempersarafi otot detrusor, sfingter uretra dan fascia pelvis. Disfungsi kandung kemih dapat bermanifestasi sebagai retensi urine, kesulitan pengosongan kandung kemih, urinary hesitancy, infeksi saluran kemih, dan inkontinensia stress. Tidak hanya menyebabkan morbiditas, disfungsi kandung kemih juga dapat mengganggu kualitas hidup pasien.[7]

Risiko terjadinya disfungsi kandung kemih dipengaruhi oleh ukuran tumor, yaitu risiko lebih besar pada tumor di atas 4 cm, serta teknik operasi yang digunakan, yang berarti semakin radikal tindakan, risiko disfungsi kandung kemih semakin besar.[9]

Studi oleh Laterza, et al. mendapatkan rerata insidens disfungsi kandung kemih yang dibuktikan oleh penelitian urodinamik pasca histerektomi radikal dapat mencapai 72%. Pada 12 bulan pasca operasi histerektomi radikal primer, ditemukan insidens tersebut mulai menurun hingga 30%, menggambarkan bahwa kondisi ini dapat bersifat temporer pada sebagian pasien.[10]

Namun, sejauh ini belum ada uji klinis acak prospektif dengan durasi pemantauan jangka panjang yang mempelajari dampak perubahan motorik simpatik dan parasimpatik pasca histerektomi radikal maupun studi urodinamik yang mendeskripsikan perubahan parameter urodinamik dari waktu ke waktu.[10]

Meskipun demikian, bukti klinis yang tersedia menunjukkan bahwa pada pemantauan 6–9 tahun, disfungsi kandung kemih masih dialami oleh 36–45% wanita pasca histerektomi radikal.[10]

Peran Kateterisasi Uretra Pada Operasi Histerektomi Radikal

Pada pasien yang akan menjalani operasi histerektomi radikal, kateterisasi uretra memiliki beberapa peran penting. Pertama, kateterisasi membantu drainase kandung kemih sebelum dan selama tindakan operasi berjalan. Hal ini penting sebab pengaruh sejumlah obat anestesi terhadap relaksasi otot kandung kemih dapat meningkatkan kejadian distensi kandung kemih dan risiko cedera kandung kemih.

Kedua, drainase kandung kemih yang dibantu oleh kateter uretra juga memfasilitasi pengukuran produksi urine yang akurat. Untuk kedua alasan tersebut, penggunaan kateter uretra rutin dilakukan pada pasien yang akan menjalani operasi histerektomi radikal.[11]

Setelah operasi dilakukan, kateterisasi uretra berperan sebagai langkah awal dalam penanganan retensi urine pasca operasi (postoperative urinary retention/ POUR) untuk dekompresi kandung kemih guna mencegah kerusakan permanen pada kandung kemih.[12]

Walaupun definisi standar POUR masih diperdebatkan, sejumlah kriteria seperti sensasi kandung kemih penuh, terasa tidak nyaman, disertai ketidakmampuan berkemih, dan temuan pemeriksaan fisik berupa distensi kandung kemih dapat membantu mengarahkan dokter pada diagnosis POUR. Secara umum, POUR dikaitkan dengan adanya penurunan volume urine yang keluar saat berkemih serta peningkatan volume urine residu.[12]

Selain POUR yang terjadi segera setelah operasi, munculnya POUR awitan lanjut yang dapat dialami pasien saat setelah pulang dari rumah sakit merupakan hal lain yang juga perlu dipertimbangkan pada pasien pasca histerektomi radikal. Gejala klinis seperti sensasi buang air kecil tidak tuntas, aliran urine yang lemah, mengejan saat berkemih, serta adanya rembesan urine sewaktu-waktu dapat menjadi petunjuk adanya POUR awitan lanjut.[12]

Risiko Penggunaan Kateter Uretra Pasca Histerektomi Radikal

Walaupun kateterisasi uretra bermanfaat dalam penanganan retensi urine pasca operasi, ada beberapa risiko medis yang berkaitan dengan penggunaan kateter uretra menetap pasca histerektomi radikal.

Penggunaan kateter urine menetap pasca histerektomi radikal dapat meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih (ISK) simptomatik pasca operasi. Lebih lanjut, kateter uretra yang tidak segera dilepaskan pasca histerektomi radikal juga berkaitan dengan pemanjangan waktu mobilisasi pertama pasien pasca operasi.[13–15]

Penggunaan Kateter dan Infeksi Saluran Kemih

Studi oleh Karp, et al. tahun 2017 mendapatkan insidensi ISK pasca histerektomi adalah 2,3%. Persentase ISK paling kecil, sebesar 1,3% ditemukan pada kelompok paparan rendah, yaitu tidak terpasang kateter atau kateter dilepas pada hari operasi, dan terus meningkat, hingga 6,5%, seiring lamanya waktu kateter terpasang.[13]

Hasil serupa didapatkan oleh sebuah metaanalisis tahun 2020 yang mengkaji beberapa randomized controlled trial (RCT) mengenai waktu pelepasan kateter setelah operasi ginekologi.[14]

Hasil studi mendapatkan risiko ISK pada pelepasan indwelling catheter di atas 6 jam lebih besar 0,66 kali dibandingkan pelepasan pada 6 jam atau lebih cepat. Selain itu, pelepasan kateter kurang dari 6 jam juga menurunkan kejadian retensi urine. Insidensi ISK pada pelepasan kateter pada 6 jam atau kurang tidak berbeda signifikan dengan pelepasan langsung setelah operasi.[14]

Penggunaan Kateter dan Retensi Urine

Sebuah RCT pada tahun 2019 membandingkan pelepasan kateter pasca histerektomi segera, yaitu di ruang operasi, dengan pelepasan tertunda, yang dilakukan 18–24 jam pascaoperasi, terhadap luaran retensi urine, ISK, waktu mobilisasi pasien, dan durasi rawat inap di rumah sakit.[15]

Hasil studi menemukan bahwa pelepasan kateter segera tidak terbukti non-inferior terhadap luaran retensi urine pada 6 jam pascaoperasi. Namun, pasien pada kelompok pelepasan segera dapat melakukan mobilisasi lebih cepat secara bermakna dibandingkan kelompok pelepasan tertunda, dengan waktu median 5,7 dan 21 jam. Kejadian ISK dan durasi rawat inap di rumah sakit juga ditemukan tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok.[15]

Meskipun tidak ditemukan perbedaan bermakna pada luaran retensi urine, tetapi 70% dari partisipan yang tidak dapat mengosongkan kandung kemih pada kelompok pelepasan segera, dapat mengosongkan kandung kemih secara spontan pada 9 jam pascaoperasi. Hal ini membuat adanya dugaan bahwa kasus retensi urine yang terjadi mungkin tidak signifikan secara klinis.[15]

Oleh sebab itu, tindakan pelepasan kateter segera memiliki manfaat yang lebih besar daripada risiko retensi urine sementara yang mungkin ditimbulkannya. Pelepasan kateter segera pasca histerektomi perlu dipertimbangkan.[15]

Rekomendasi Penggunaan Kateter Uretra Pasca Histerektomi

Secara umum, bukti klinis yang ada menjelaskan manfaat dan risiko penggunaan kateter uretra menetap pasca operasi histerektomi. Pemasangan kateter uretra yang lebih lama pasca histerektomi radikal, terutama di atas 6 jam, dapat meningkatkan risiko ISK dan memperlambat waktu yang dibutuhkan pasien untuk mulai mobilisasi.[13–15]

Perlu diingat, studi-studi di atas tidak terlepas dari limitasi. Beberapa studi yang dikaji memiliki sampel yang kecil, dan menggunakan metodologi yang kurang baik. Kriteria diagnosis infeksi saluran kemih juga berbeda-beda antar studi. Selain itu, sampel penelitian turut melibatkan pasien yang menjalani histerektomi atas indikasi penyakit bukan keganasan, sehingga sulit diterapkan pada populasi dengan penyakit keganasan.[13–15]

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa histerektomi radikal berkaitan dengan peningkatan kejadian disfungsi kandung kemih pasca operasi yang disebabkan oleh gangguan serabut saraf otonom. Manifestasi klinis yang bisa timbul, antara lain peningkatan tekanan uretra, penurunan aktivitas detrusor, serta proporsi pasien yang mengeluhkan perlunya mengejan saat berkemih.

Kateterisasi uretra merupakan metode pilihan pada pasien histerektomi radikal yang mengalami retensi urine pasca operasi. Selain itu, kateterisasi uretra juga berperan penting dalam pemantauan produksi urine dan pencegahan distensi, serta cedera kandung kemih selama tindakan operasi.

Kateterisasi uretra pasca histerektomi radikal berperan penting dalam mengatasi retensi urine khususnya pada 6 jam pertama pasca operasi. Namun, rasio manfaat dan risiko prosedur ini perlu dipertimbangkan, seiring dengan penurunan risiko retensi urine seiring pertambahan waktu pascaoperasi.

Risiko yang berkaitan dengan pemasangan kateter urine menetap pasca histerektomi radikal antara lain infeksi saluran kemih (ISK) dan pemanjangan waktu yang diperlukan pasien untuk mobilisasi. Risiko ISK meningkat secara bermakna seiring dengan lamanya durasi pemasangan kateter uretra pasca histerektomi.

Bukti yang ada secara terbatas mendukung pelepasan kateter uretra segera setelah histerektomi radikal. Namun, hal ini patut diimbangi dengan penilaian risiko pemasangan kateterisasi ulang jika kemudian pasien mengalami retensi urine awitan lanjut.

 

 

 

Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini

Referensi