Penekanan Krikoid Tidak Direkomendasikan Saat Intubasi

Oleh :
Josephine Darmawan

Penekanan krikoid atau cricoid pressure saat melakukan intubasi endotrakeal mulai menuai kontroversi dalam beberapa tahun terakhir. Bukti klinis yang terbaru tidak lagi mendukung manuver ini karena dinilai kurang bermanfaat untuk pasien dan justru dapat mengganggu manajemen jalan napas.

Penekanan krikoid merupakan teknik yang digunakan untuk mencegah aspirasi pada saat intubasi. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Brian Selick pada tahun 1961 dan dikenal juga sebagai manuver Sellick. Manuver ini dilakukan dengan cara menekan kartilago krikoid, sehingga dokter dapat mengoklusi lumen esofagus dan mencegah refluks isi lambung ke dalam saluran napas saat intubasi.[1-3]

cricroid pressure intubation

Penekanan krikoid telah digunakan dengan sangat luas oleh dokter di seluruh dunia sejak tahun 1960-an. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, berkembang studi bahwa teknik penekanan krikoid ini tidak efektif untuk mencegah aspirasi. Penekanan krikoid juga dinilai dapat mengganggu aliran udara masker saat ventilasi serta mengganggu lapangan pandang dokter saat melakukan manajemen jalan napas.[4-7]

Hipotesis tentang Bagaimana Penekanan Krikoid Bisa Mencegah Aspirasi

Rapid sequence intubation (RSI) dilakukan pada pasien yang lambungnya terisi atau pasien yang dicurigai berisiko aspirasi isi gaster, yakni dengan cara pre-oksigenasi, induksi, pencegahan aspirasi, laringoskopi, dan intubasi selang endotrakeal (ETT).[1,8]

Penekanan krikoid biasanya dilakukan pada RSI, yakni setelah induksi. Penekanan krikoid baru dilepaskan setelah balon ETT terinflasi. Penekanan krikoid didasarkan pada studi Sellick yang menyatakan bahwa manuver ini dapat mencegah refluks isi gaster karena krikoid mengelilingi esofagus. Sellick menganggap bahwa penekanan kartilago krikoid akan membuat lumen esofagus teroklusi. Oklusi lumen esofagus akan menghalangi refluksat dari gaster dan mencegah aspirasi paru.[1,8,9]

Penekanan krikoid harus dilakukan dengan tepat agar oklusi esofagus terjadi dengan baik. Posisi penekanan harus tepat pada kartilago krikoid, pasien harus berada dalam sniffing position, dan kekuatan penekanan harus 30–44 Newton (10 Newton setara dengan gaya yang dibutuhkan untuk mengangkat benda 1 kg melawan gravitasi). Penekanan yang tepat diperkirakan akan mengoklusi lumen esofagus 50%.[1,8,10]

Masalah yang Ditemukan dalam Melakukan Penekanan Krikoid

Dokter sering melakukan penekanan pada bagian anatomis yang kurang tepat atau menggunakan kekuatan penekanan yang kurang tepat. Kekuatan penekanan yang cukup besar dan tepat 30–44 Newton dibutuhkan untuk bisa mengoklusi esofagus dengan baik. Kekuatan penekanan yang tidak adekuat dapat menyebabkan oklusi tidak maksimal, sehingga refluks isi gaster masih dapat terjadi.[4,6,10]

Namun, penekanan sekitar 20 N pada cincin kartilago krikoid pasien yang sadar dapat menyebabkan rasa sangat tidak nyaman, kesulitan bernapas, induksi muntah, aspirasi, hingga ruptur esofagus. Hal ini menjadikan penekanan krikoid sering kali tidak adekuat dilakukan, sehingga tidak efektif. Di sisi lain, penekanan yang terlalu kuat memiliki risiko untuk membahayakan jalan napas pasien.[4,6,10]

Pengetahuan dan keterampilan dokter yang terbatas untuk melakukan penekanan krikoid membuat prosedur ini semakin sulit berhasil. Selain itu, meskipun penekanan sudah dilakukan dengan tepat, efektivitas prosedur ini dinilai masih rendah. Risiko aspirasi tetap ada meskipun penekanan krikoid dilakukan dengan tepat.[3,4,6,9]

Hal lain yang membuat efektivitas penekanan krikoid diragukan adalah studi preliminary manuver ini sangat terbatas dan hanya menggunakan kadaver. Penekanan krikoid juga dapat mengganggu pemasangan masker laring (LMA) ataupun ETT karena diameter esofagus yang mengecil akibat penekanan. Penekanan krikoid juga dapat mengganggu laju oksigenasi pada saat ventilasi.[3,4,6,9]

Studi Terkait Penekanan Krikoid

Suatu penelitian menunjukkan bahwa kejadian aspirasi saat intubasi hampir tidak ada (sekitar 1:3.000 pada anestesi total elektif dan 1:900 pada operasi cito). Mortalitas akibat aspirasi juga sangat kecil, yaitu sebanyak 1 dari 45.000–70.000 orang. Mortalitas juga terbatas pada pasien yang memiliki skor American Society of Anesthesiology (ASA) III dan IV. Studi ini menyimpulkan bahwa penekanan krikoid sebenarnya tidak perlu dilakukan.[3,11]

Studi lain juga menunjukkan bahwa efektivitas penekanan krikoid untuk mencegah aspirasi tergolong rendah, yaitu sekitar 50%. Aspirasi tetap dapat terjadi meskipun penekanan krikoid dilakukan. Sebanyak 11–14% dokter spesialis anestesi pernah menangani pasien yang mengalami aspirasi meskipun penekanan krikoid sudah dilakukan. Studi lain juga mendapatkan bahwa pada 9 dari 11 kasus kematian karena aspirasi, penekanan krikoid sudah dilakukan.

Prosedur ini mungkin bermanfaat bila dilakukan dengan cara yang tepat dan pada pasien yang tepat. Prosedur ini dinilai tetap dapat bermanfaat pada pasien memiliki risiko tinggi untuk mengalami refluks. Penekanan krikoid dapat dilakukan dengan perlahan (10 N) dan diperkuat seiring pasien menjadi tidak sadar. Penekanan harus segera dilepas apabila ventilasi terganggu dan terjadi kesulitan pemasangan ETT atau LMA karena penekanan krikoid.[4,7,10,12]

Sebelum penekanan, manfaat dan risikonya pada tiap pasien harus dipertimbangkan. Studi menunjukkan bahwa pada 79 pasien, penekanan krikoid sebesar 30 N membuat selang nasogastric (NGT) berukuran 4 mm tidak dapat dimasukkan. Keberhasilan pemasangan LMA dan ETT juga menurun dari 97% menjadi 67% karena penekanan krikoid. Studi berdasarkan MRI dan CT scan pada pasien juga menunjukkan bahwa penekanan krikoid menyebabkan pergeseran lateral esofagus sebanyak 53%-90%.[2,3]

Menurut meta analisis terhadap 12 uji klinis acak terkontrol dengan total 4.862 pasien, penekanan krikoid tidak bermanfaat untuk mencegah aspirasi dan mungkin membuat intubasi menjadi lebih sulit.[13]

Rekomendasi Terbaru tentang Melakukan Penekanan Krikoid

Anjuran tentang penekanan krikoid hingga saat ini masih belum jelas. Scandinavian Society of Anesthesiology and Intensive Care Medicine dalam Clinical Practice Guidelines on General Anaesthesia for Emergency Situations tahun 2010 menyatakan bahwa penekanan krikoid tidak direkomendasikan untuk mencegah regurgitasi dan aspirasi karena bukti klinisnya sangat minimal dan terbatas pada expert opinion yang tidak teruji dengan baik (rekomendasi E).

Penekanan krikoid bukan merupakan prosedur yang wajib untuk dilakukan, tetapi tetap dapat dilakukan pada pasien yang berisiko tinggi aspirasi atau regurgitasi. Keputusan perlu tidaknya penekanan krikoid tergantung pada penilaian klinis tiap dokter.

Penekanan krikoid memiliki manfaat dan risiko yang harus dipertimbangkan pada tiap pasien secara individual. Dokter juga harus siap melepaskan penekanan jika berisiko membahayakan patensi jalan napas pasien, menghalangi lapang pandang dokter, dan menyebabkan kesulitan intubasi ataupun ventilasi.[2,3,12]

Kesimpulan

Penekanan krikoid saat intubasi merupakan hal yang kontroversial. Penekanan krikoid harus dilakukan dengan tepat dan presisi sambil memperhatikan letak anatomis, posisi pasien, dan kekuatan penekanan. Studi yang ada menunjukkan bahwa manuver ini kurang efektif untuk mencegah aspirasi, tetapi tetap dapat bermanfaat pada pasien dengan risiko tinggi aspirasi ataupun refluks.

Hingga saat ini belum ada protokol yang dengan tegas melarang penekanan krikoid. Rekomendasi terbaru menyatakan bahwa penekanan krikoid bukan merupakan prosedur wajib. Perlu tidaknya penekanan krikoid merupakan keputusan klinis masing-masing dokter dengan mempertimbangkan risiko dan manfaat klinis. Dokter juga harus siap melepaskan penekanan krikoid apabila prosedur ini mengganggu manajemen jalan napas yang dilakukan.

Sebagai informasi tambahan, untuk pasien yang diintubasi dan dirawat di ICU tetapi kondisinya sudah lebih stabil, mobilisasi dini mungkin bermanfaat untuk mengurangi risiko atrofi otot, ulkus dekubitus, dan trombosis akibat imobilisasi lama.

 

 

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi