Pemberian Nutrisi Enteral Dini pada Pasien dengan Perdarahan Gastrointestinal

Oleh :
dr. Felicia

Pemberian nutrisi enteral dini pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal sering dianggap berkaitan dengan prognosis yang lebih buruk. Perdarahan gastrointestinal dapat dibagi menjadi perdarahan gastrointestinal atas, misalnya akibat ulkus peptikum dan varises esofagus, serta perdarahan gastrointestinal bawah, misalnya akibat divertikulosis dan tumor.

Perdarahan gastrointestinal atas meliputi perdarahan di esofagus, gaster, dan atau duodenum. Manifestasi klinis berupa hematemesis atau melena. Perdarahan gastrointestinal bawah meliputi perdarahan traktus gastrointestinal setelah ligamentum Treitz, gejala klinis yang khas adalah hematochezia.[1,2]

shutterstock_786459298

Manfaat Nutrisi Enteral

Nutrisi enteral merupakan salah satu komponen esensial dalam tata laksana pasien dengan perdarahan gastrointestinal. Nutrisi enteral adalah metode pemberian makanan lewat traktus gastrointestinal untuk memenuhi kebutuhan kalori.

Berdasarkan meta analisis yang dilakukan oleh Zhang et al., nutrisi enteral dapat mengurangi risiko terjadinya stress ulcer dan perdarahan gastrointestinal. Pemberian nutrisi enteral juga memberikan nutrisi lokal pada jaringan gaster serta memperbaiki aliran darah mukosa dan mengurangi reaksi inflamasi pada mukosa traktus gastrointestinal.[3]

Nutrisi enteral menstimulasi pembentukan barrier pada sistem gastrointestinal, antara lain dengan stimulasi sekresi gastrin dan asam lambung sebagai barrier kimia mukosa lambung, stimulasi sekresi mukus dan bikarbonat oleh sel-sel epitel sebagai barrier mukus, serta stimulasi sekresi immunoglobulin A (IgA) oleh sel-sel usus sebagai barrier imunologi. Selain itu, nutrisi enteral dapat mencegah terjadinya flora shift, yang penting untuk perkembangan normal bakteri usus dan mempertahankan barrier biologis usus.[3,4]

Pemberian nutrisi enteral menstimulasi peningkatan aliran darah splanchnic, sehingga membantu penyembuhan luka. Namun, pemberian nutrisi enteral terlalu cepat pada perdarahan gastrointestinal yang memiliki risiko tinggi rebleeding dan meningkatkan risiko perdarahan ulang.[3]

Nutrisi enteral menstimulasi peningkatan sekresi usus, hormon, dan enzim pencernaan, meningkatkan motilitas gastrointestinal dan kontraksi kantung empedu, serta meningkatkan aliran darah visceral, sehingga mengurangi insidensi terjadinya komplikasi hepatobilier yang lebih banyak ditemukan pada puasa berkepanjangan dengan nutrisi parenteral sebagai penunjang. Nutrisi enteral juga dapat membantu mencegah terjadinya perdarahan gastrointestinal pada pasien yang dirawat di ICU dengan bekerja sebagai buffer asam.[4,5]

Perbedaan Pemberian Nutrisi Enteral Dini dan Ditunda

Nutrisi enteral dini diberikan dalam 48-72 jam setelah cedera awal ataupun setelah 48-72 jam dirawat di ICU. Sementara itu, nutrisi enteral ditunda diberikan setelah 72 jam, sehingga pasien dipuasakan dalam 72 jam pertama tersebut.

Nutrisi enteral dini diperkirakan mampu membantu perkembangan sel-sel epitel usus, sehingga mencegah terjadinya atrofi mukosa serta mempertahankan fungsi barrier mukosa usus. Atrofi mukosa usus dapat menyebabkan masuknya bakteri lewat dinding usus yang mengalami atrofi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya septikemia.[3,5,6]

Terdapat teori bahwa penundaan nutrisi enteral pada pasien dengan perdarahan saluran cerna dapat mengurangi sekresi gaster, sehingga membantu dalam penyembuhan stress ulcer.

Namun, saat ini beberapa pedoman klinis sudah menganjurkan pemberian nutrisi enteral dini, terutama pada perdarahan gastrointestinal dengan risiko rebleeding yang rendah. Pada keadaan tersebut dianjurkan untuk memulai nutrisi enteral atau oral segera setelah pasien dapat mentoleransi nutrisi enteral atau 4-6 jam setelah dilakukan endoskopi. Nutrisi enteral dini dilaporkan dapat mengurangi waktu perawatan di rumah sakit serta biaya yang dikeluarkan terkait terapi.[6]

Selain itu, saat pasien dipuasakan, kebutuhan nutrisi dipenuhi dengan nutrisi parenteral atau total parenteral nutrition (TPN). Namun, pemberian TPN juga memiliki berbagai risiko, seperti infeksi pada area infus dengan komplikasi sepsis dan tromboflebitis. Pemberian TPN yang berkepanjangan juga dapat menyebabkan terjadinya translokasi bakteri dari usus.[3,4]

Pada saat pasien puasa, TPN diberikan dalam kalori tinggi untuk memenuhi kebutuhan kalori harian. Hal ini berisiko menimbulkan overfeeding ataupun defisiensi nutrisi, kurangnya stimulus dari saluran cerna untuk sekresi bilier, serta gangguan sirkulasi enterohepatik, yang dapat menginduksi terjadinya parenteral-nutrition associated liver disease (PNALD).[3,4,7]

Pemberian TPN juga berisiko menyebabkan gangguan metabolik, seperti gangguan metabolisme glukosa, gangguan elektrolit, gangguan asam basa, dan azotemia. Gangguan metabolisme glukosa merupakan hal yang paling sering ditemui dan dapat menyebabkan koma hiperosmolar pada pasien dengan sakit berat.[4]

Bukti Ilmiah Terkait Pemberian Nutrisi Enteral Dini vs Ditunda

Salah satu studi terbaru yang membandingkan pemberian nutrisi enteral dini dengan ditunda pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal adalah meta analisis oleh Zhang et al. Studi ini melakukan analisis pada 5 uji klinis acak terkontrol dengan total subjek 313 pasien.

Hasil studi oleh Zhang et al. tersebut menunjukkan bahwa pemberian nutrisi enteral dini menurunkan angka rebleeding, namun temuan ini tidak signifikan secara statistik. Selain itu, risiko mortalitas dalam 30 hari juga tidak berbeda bermakna antara pasien pada kelompok nutrisi enteral dini dengan ditunda. Walaupun demikian, nutrisi enteral dini ditemukan berkaitan dengan penurunan durasi rawat inap.[3]

Penentuan Waktu yang Tepat untuk Pemberian Nutrisi Enteral

Pemberian nutrisi enteral pada perdarahan gastrointestinal tergantung dari keadaan klinis serta risiko perdarahan ulang atau rebleeding. Klasifikasi Forrest digunakan untuk membantu memprediksi risiko rebleeding pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan gambaran endoskopi yang didapatkan. Tingkatan klasifikasi menjadi acuan dalam merencanakan pemberian nutrisi enteral. [8,9]

Pasien yang mengalami perdarahan gastrointestinal dengan risiko perdarahan ulang yang rendah (Forrest IIc dan III), atau pada pasien dengan gastritis, penyakit Mallory-Weiss, esofagitis, atau angiodisplasia, disarankan untuk memulai nutrisi enteral secepatnya saat pasien dapat mentoleransi nutrisi enteral. [3]

Selain sistem klasifikasi Forrest, dapat digunakan Glasgow-Blatchford score (GBS). GBS adalah sistem skoring untuk memprediksi perlunya dilakukan terapi endoskopi, risiko rebleeding, dan kematian. Pasien dengan skor GBS ≤3 tidak memerlukan intervensi endoskopi, dan memiliki kemungkinan rebleeding yang rendah. Sistem skoring ini dapat digunakan untuk menentukan prognosis, dengan menilai denyut jantung, kadar hemoglobin, blood urea nitrogen (BUN), tekanan darah sistolik, adanya melena, sinkop, gangguan hepar, atau gagal jantung.[3,10]

Pasien dengan perdarahan gastroduodenal yang berisiko tinggi mengalami rebleeding disarankan untuk mendapat nutrisi enteral tertunda dan dipantau selama 48-72. Puasa diharapkan dapat memperbaiki pH lambung, menstabilisasi clotting, dan mengurangi risiko rebleeding.[3-6]

Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal bawah, waktu pemberian nutrisi enteral tidak terlalu berpengaruh pada risiko perdarahan ulang, keputusan untuk memberikan nutrisi enteral dini atau ditunda tergantung dari klinis dan persiapan pasien saat sebelum melakukan tindakan, sehingga waktu pemberian nutrisi pada perdarahan saluran cerna bagian bawah masih diperdebatkan.[11]

Pertimbangan Penundaan Pemberian Nutrisi Enteral

Selain yang telah disebutkan di atas, terdapat beberapa hal lain yang menjadi pertimbangan untuk menunda pemberian nutrisi enteral, yaitu:

  • Pasien dengan syok refrakter, dimana sasaran hemodinamik dan perfusi jaringan tidak tercapai dengan pemberian cairan adekuat dan vasopresor
  • Asidosis dan hipoksemia tidak terkontrol
  • Perdarahan gastrointestinal yang tidak terkontrol
  • Iskemia jaringan usus yang jelas
  • Ileus obstruktif
  • Abdominal compartment syndrome
  • Gastric aspirate volume (GRV) >500 ml per 6 jam[12]

Kesimpulan

Perdarahan gastrointestinal dapat terjadi pada traktus gastrointestinal bagian atas dan bawah. Keputusan klinisi untuk memberikan nutrisi enteral sangat bergantung dari keadaan klinis pasien serta besarnya risiko untuk mengalami perdarahan ulang.  Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal dan risiko rebleeding yang rendah, nutrisi enteral dapat dimulai segera setelah pasien sudah dapat mentoleransi.

Pemberian nutrisi enteral dini dapat menurunkan risiko rebleeding pada populasi pasien ini. Sementara itu, pada pasien dengan risiko rebleeding yang tinggi, disarankan untuk menunda pemberian nutrisi enteral selama 48-72 jam. Selain itu, pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal dan gangguan hemodinamik yang tidak terkontrol, iskemia jaringan usus yang berat, atau ileus obstruktif, pemberian nutrisi enteral sebaiknya ditunda sesuai dengan klinis pasien.

 

 

Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri

Referensi