Omega-3 Sebagai Terapi Tambahan Pada Depresi

Oleh :
dr.Jualita Heidy Saputri, Sp.PD

Terdapat sejumlah penelitian yang menunjukkan bahwa asam lemak omega-3 bermanfaat dalam manajemen gangguan depresi mayor. Omega-3 tidak dapat diproduksi secara efisien oleh tubuh. Omega-3 ditemukan pada ikan laut, minyak sayur, kerang, rumput laut, telur, dan produk protein nabati. Omega 3 merupakan polyunsaturated fatty acids (PUFA) yang disintesis oleh asam lemak rantai pendek alfa-linolenat (ALA) untuk membentuk asam lemak rantai panjang yang lebih esensial yaitu eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA).[1-3]

Mekanisme Aksi Perbaikan Gejala Depresi Oleh Omega-3

Mekanisme aksi omega-3 yang berperan dalam depresi masih belum diketahui pasti. Omega-3 diduga dapat menembus membran sel otak dan berinteraksi dengan molekul terkait mood. Omega-3 juga memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gejala depresi.

Omega-3 Sebagai Terapi Tambahan Pada Depresi-min

Modulasi Neuroendokrin

Perubahan membran yang disebabkan oleh asupan omega-3 dapat mempengaruhi sistem neurotransmitter, termasuk neurotransmitter yang disfungsional pada pasien depresi. Omega-3 diduga berpengaruh positif pada depresi dengan cara berinteraksi dengan transmisi serotoninergik dan dopaminergik, termasuk metabolisme, pelepasan, serapan, dan fungsi reseptor. Omega-3 juga mengatur transduksi sinyal dengan meningkatkan transduksi yang dimediasi protein G, enzim terikat membran (Na/K-dependent ATPase), dan protein kinase C.[2,4,5]

Efek Antiinflamasi

Stres kronis dapat menginisiasi respon neuroinflamasi melalui pelepasan mediator inflamasi seperti interleukin-1β (IL-1β) dan tumor necrosis factor-α (TNF-α). Depresi telah dikaitkan dengan adanya peradangan kronis pada sistem saraf.

Efek antiinflamasi omega-3 berkaitan dengan aksinya pada eikosanoid. Eikosanoid adalah mediator lipid aktif biologis yang berperan dalam peradangan dan pengaturan fungsi sistem imun.[2,3,5,6]

Peran Omega 3 dalam Terapi Depresi

Konsensus internasional yang diterbitkan oleh kelompok riset nutrisi psikiatri merekomendasikan penggunaan omega-3 pada pasien yang diagnosis klinisnya sudah terkonfirmasi dan kondisi fisik yang relevan sudah dieksklusi (misalnya riwayat hipersensitivitas terhadap ikan). Menurut konsensus ini juga, omega-3 lebih baik digunakan sebagai terapi tambahan dibandingkan monoterapi, serta digunakan untuk tujuan akselerasi maupun augmentasi pengobatan depresi. Omega-3 juga dapat dimanfaatkan untuk pencegahan pada pasien depresi dengan risiko tinggi rekurensi.

Dosis yang dapat diberikan adalah 1-2 gram/hari dalam bentuk EPA murni atau EPA-DHA. Dosis dapat dinaikkan tiap 2 minggu jika respon tidak adekuat. Durasi terapi yang disarankan adalah 8 minggu.

Selama pengobatan, dokter perlu melakukan pengawasan terkait efek samping, antara lain:

  • Gastrointestinal: disgeusia, mual
  • Dermatologi: erupsi kulit, gatal, eksantema
  • Biokimia: peningkatan LDL, gula darah puasa, glutamic-pyruvic transaminase (GPT), dan blood urea nitrogen (BUN)
  • Hematologi: penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit, serta prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT)[7]

Bukti Ilmiah Efikasi Omega-3 dalam Manajemen Depresi

Sebuah tinjauan sistematik menganalisis efikasi omega-3 dalam terapi depresi pada individu berusia di atas 65 tahun. Hasil meta analisis pada 6 penelitian dengan total partisipan 4.605 pasien menunjukkan bahwa penggunaan omega-3 lebih efektif dalam terapi depresi ringan-sedang pasien lansia dibandingkan plasebo.[2]

Hasil serupa juga ditemukan pada uji klinis acak terkontrol buta ganda yang mengevaluasi efikasi omega-3 pada pasien gagal jantung dengan gangguan depresi mayor. Dalam penelitian yang melibatkan 108 pasien ini didapatkan bahwa suplementasi omega-3 mampu memperbaiki gejala depresi kognitif dan fungsi sosial lebih baik dibandingkan plasebo.[8]

Salah satu bukti ilmiah terbaru terkait efikasi omega-3 dalam manajemen depresi disajikan oleh Chang et al (2020). Dalam uji klinis ini, Chang et al mengevaluasi efek dari suplementasi omega-3 pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.

Uji klinis ini melibatkan 59 pasien penyakit kardiovaskular dengan komorbid gangguan depresi mayor. Partisipan dirandomisasi untuk mendapat EPA 2 g/hari dan DHA 1 g/hari atau plasebo selama 12 minggu. Hasil analisis menunjukkan bahwa omega-3 tidak lebih efektif dibandingkan plasebo dalam mengatasi gejala depresi. Meski demikian, ketika dilakukan stratifikasi tingkat keparahan depresi, omega-3 didapatkan efektif untuk memperbaiki gejala depresi utama pada pasien dengan gangguan depresi mayor derajat sangat berat.[9]

Kesimpulan

Peran omega-3 sebagai terapi ajuvan dalam manajemen depresi masih membutuhkan studi lebih lanjut. Bukti ilmiah terbatas yang tersedia mengindikasikan adanya potensi manfaat suplementasi omega-3 dalam kasus gangguan depresi mayor. Tetapi, studi yang ada masih memiliki kekuatan bukti yang kurang adekuat, dimana kebanyakan melibatkan subjek dengan komorbiditas penyakit kardiovaskular, jumlah sampel terbatas, dan parameter luaran yang kurang jelas..

Omega-3 diduga bermanfaat dalam terapi depresi dengan mempengaruhi sistem neurotransmitter yang disfungsional pada pasien depresi dan memiliki efek antiinflamasi pada sistem saraf. Konsensus oleh kelompok riset nutrisi psikiatri merekomendasikan penggunaan omega-3 dalam dosis 1-2 g/hari untuk terapi ajuvan depresi dan pencegahan rekurensi pada pasien risiko tinggi.

Referensi