Mempertahankan Penurunan Berat Badan yang Sehat dengan Olahraga, Liraglutide, atau Kombinasi Keduanya – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Nathania S. Sutisna

Healthy Weight Loss Maintenance with Exercise, Liraglutide or Both Combined

Lundgren JR, Janus C, Jensen SBK, Juhl CR, Olsen LM, Christensen RM, Svane MS, Bandholm T, Bojsen-Møller KN, Blond MB, Jensen JB, Stallknecht BM, Holst JJ, Madsbad S, Torekov SS. The New England Journal of Medicine, 2021. 384(18):1719-1730. doi: 10.1056/NEJMoa2028198. PMID: 33951361.

Abstrak

Latar Belakang: Peningkatan berat badan kembali setelah penurunan berat badan merupakan masalah signifikan dalam pengobatan pasien dengan obesitas.

Metode: Pada uji klinis acak head-to-head terkontrol plasebo ini, peneliti mengamati orang dewasa dengan obesitas (indeks massa tubuh 32–43 kg/m2) yang tidak memiliki diabetes. Setelah melakukan diet rendah kalori selama 8 minggu, partisipan secara acak diberikan 1 dari 4 strategi ini selama 1 tahun: program olahraga dengan intensitas sedang-berat plus plasebo (kelompok olahraga); pengobatan dengan liraglutide (3,0 mg per hari) ditambah aktivitas biasa (kelompok liraglutide); program olahraga dengan obat liraglutide (kelompok kombinasi); atau plasebo dengan aktivitas biasa (kelompok plasebo). Luaran yang diteliti dari proses pengacakan hingga akhir intervensi pada populasi intention-to-treat ini adalah perubahan berat badan (luaran primer) dan perubahan persentase massa lemak (luaran sekunder). Luaran terkait kesehatan metabolik dan keamanan juga turut dianalisis.

Hasil: Setelah menjalani diet rendah kalori selama 8 minggu, 195 partisipan mengalami rerata penurunan berat badan sebesar 13,1 kg. Setelah satu tahun, semua usaha strategi penatalaksanaan aktif menghasilkan penurunan berat badan yang lebih besar dibandingkan dengan plasebo: perubahan pada kelompok olahraga, -4,1 kg; pada kelompok liraglutide, -6,8 kg; dan pada kelompok kombinasi, -9,5 kg. Strategi kombinasi menghasilkan penurunan berat badan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok olahraga (perbedaan, -5,4 kg; P=0,004) tetapi tidak lebih tinggi secara signifikan dibandingkan kelompok liraglutide (-2.7 kg; P=0,13).

Strategi kombinasi juga menurunkan persentase lemak tubuh sebesar 3,9 poin persentase, dua kali lebih besar dibandingkan kelompok olahraga (-1,7 poin persentase; P=0,02) dan kelompok liraglutide (-1.9 poin persentase; P=0,009). Hanya strategi kombinasi yang berhubungan dengan peningkatan perbaikan kadar HbA1C, sensitivitas insulin, dan kesehatan kardiorespirasi. Peningkatan denyut jantung dan kolelitiasis lebih sering muncul pada kelompok liraglutide dibandingkan kelompok kombinasi.

Kesimpulan: Kombinasi olahraga dengan liraglutide dapat meningkatkan jumlah penurunan berat badan pada masa pemeliharaan dibandingkan dengan pengobatan saja.

shutterstock_1697648122-min

Ulasan Alomedika

Obesitas merupakan penyakit tidak menular yang berhubungan dengan berbagai komplikasi metabolik. Penatalaksanaan obesitas diawali dengan perubahan gaya hidup, termasuk di dalamnya adalah pengaturan diet, yang bisa bergabung dengan terapi farmakologi.

Penurunan berat badan 3–5% berhubungan dengan penurunan faktor risiko terkait obesitas. Meskipun demikian, penurunan berat badan sebanyak 5–15% disarankan untuk pasien yang sudah memiliki berbagai penyakit penyerta atau obesitas morbid. Masalah yang timbul adalah seringnya terjadi peningkatan berat badan kembali setelah penurunan berat badan signifikan.

Liraglutide adalah agonis reseptor dari glucagon-like peptide-1 (GLP-1) dan merupakan salah satu terapi farmakologis pilihan pada obesitas karena dapat menginduksi penurunan berat badan dan mempertahankan penurunan berat badan jika disertai diet rendah kalori.

Mekanisme utama liraglutide dalam manajemen obesitas adalah menurunkan nafsu makan. Dosis liraglutide untuk penanganan obesitas adalah 3,0 mg per hari. Namun, belum ada studi yang membandingkan pengaruh kombinasi olahraga dengan liraglutide, terhadap olahraga saja atau liraglutide saja, terkait efek pemeliharaan penurunan berat badan yang sehat setelah penurunan berat badan yang diinduksi diet rendah kalori.

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Denmark dan menggunakan metode uji acak terkontrol plasebo, head-to-head. Sampel adalah orang dewasa, usia 18–65 tahun, dengan indeks massa tubuh 32–43 kg/m2, dan tidak memiliki diabetes. Penurunan berat badan pada 8 minggu pertama dilakukan dengan menggunakan diet rendah kalori, yaitu 800 kkal/hari dengan Cambridge Weight Plan. Bila berat badan partisipan berhasil turun setidaknya 5% dari berat badan awal, partisipan akan disertakan dalam proses randomisasi.

Proses randomisasi dilakukan berjenjang. Jenjang pertama adalah jenis kelamin dan usia (< 40 tahun dan ≥40 tahun), yang dilanjutkan dengan pembagian peserta menjadi empat kelompok dengan perbandingan 1:1:1:1 untuk dilakukan intervensi selama 1 tahun sebagai berikut:

  • Kelompok olahraga: diberikan plasebo dan regimen olahraga sesuai rekomendasi WHO (150 menit/minggu intensitas sedang atau 75 menit/minggu intensitas berat atau ekuivalen)
  • Kelompok liraglutide: diberikan liraglutide secara subkutan sebesar 0,6 mg/hari dan ditingkatkan hingga 3,0 mg/hari
  • Kelompok kombinasi: diberikan kombinasi pemberian liraglutide dengan regimen olahraga
  • Kelompok plasebo: diberikan plasebo dengan aktivitas biasa

Luaran yang dinilai adalah perubahan berat badan sebagai luaran primer dan perubahan persentase lemak tubuh sebagai luaran sekunder. Analisis statistik dilakukan oleh pihak yang tidak terlibat dalam desain penelitian. Selain itu, data terkait kardiometabolik juga diambil. Penelitian ini menggunakan pedoman CONSORT (Consolidated Standards of Reporting Trials) dan telah mendapat persetujuan etik penelitian.

Ulasan Hasil Penelitian

Penelitian ini melibatkan 215 partisipan yang diberikan diet rendah kalori di awal masa studi. 195 partisipan berhasil menurunkan setidaknya 5% berat badan dalam 8 minggu pemberian diet rendah kalori dan 166 partisipan dapat mengikuti hingga akhir penelitian pada minggu ke-52, dengan komposisi: 40 pada kelompok olahraga, 41 pada kelompok liraglutide, 45 pada kelompok kombinasi, dan 40 pada kelompok plasebo.

Penurunan berat badan dengan diet rendah kalori di 8 minggu awal menghasilkan rerata penurunan 13,1 kg yang juga disertai dengan penurunan persentase lemak tubuh, lingkar pinggang, rasio pinggang-panggul, HbA1c, tekanan darah, profil lipid, denyut nadi saat istirahat, dan homeostatic model assessment of insulin resistance (HOMA-IR). Indeks Matsuda, kesehatan kardiorespirasi, persepsi kesehatan secara umum, kapasitas fungsional dan emosi sehat didapatkan meningkat.

Pada minggu ke-52, rerata berat badan pada kelompok plasebo mengalami peningkatan kembali (regain) sebesar 6,1 kg. Rerata berat badan kelompok kombinasi, kelompok olahraga, dan kelompok liraglutide lebih rendah 9,5 kg (p<0,001); 4,1 kg (p=0,03); dan 6,8 kg (p<0,001) dibandingkan kelompok plasebo. Pada kelompok kombinasi, terjadi penurunan berat badan sebesar 5,4 kg lebih rendah dibandingkan dengan kelompok olahraga (p=0,004) dan 2,7 kg lebih rendah dibandingkan kelompok liraglutide (p=0,13).

Dibandingkan dengan kelompok plasebo, penurunan persentase lemak tubuh paling tinggi tercapai pada kelompok kombinasi (efek terapi -3,9 poin persentase); disusul dengan kelompok olahraga (efek terapi -2,2 poin persentase) dan kelompok liraglutide (efek terapi -2,0 poin persentase). Di antara kelompok nonplasebo, perbedaan bermakna penurunan persentase lemak tubuh paling tinggi dicapai oleh kelompok kombinasi.

Semua kelompok pengobatan berhubungan dengan penurunan massa lemak dan lingkar pinggang. Hanya kelompok kombinasi yang mendapat manfaat penurunan resistensi insulin (HOMA-IR) dan rasio pinggang-panggul, serta peningkatan indeks Matsuda dan fungsi fisik. Selain itu, kelompok kombinasi juga dapat mempertahankan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik bila dibandingkan dengan plasebo. Kepatuhan pengobatan tercapai dalam semua kelompok dengan kepatuhan paling tinggi ditemukan pada kelompok kombinasi.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan penelitian ini adalah pada metode penelitiannya yang membandingkan semua intervensi secara head to head dan telah melakukan randomisasi dengan kontrol plasebo. Intervensi yang digunakan juga berupa program olahraga yang fleksibel namun termonitor dengan sistematis.

Limitasi Penelitian

Hasil studi ini secara umum sulit diaplikasikan pada populasi usia lanjut (di atas 65 tahun), obesitas berat (IMT di atas 43 kg/m2), pasien dengan penyakit penyerta seperti diabetes, dan pasien dengan ketidakpatuhan terhadap regimen olahraga. Hal ini menjadi penting karena pasien obesitas umumnya sudah memiliki penyakit penyerta, serta mengalami risiko kesehatan lebih tinggi jika memiliki usia lebih tua dan obesitas yang berat.

Limitasi lain adalah food record dan analisisnya selama 8 minggu pertama penelitian (saat diberikan regimen diet rendah kalori) dan saat dilakukan intervensi selama 1 tahun berikutnya tidak dicantumkan. Hal ini dapat menimbulkan bias karena pola diet akan berpengaruh terhadap berat badan, komposisi tubuh, dan efek kardiometabolik.

Aplikasi di Indonesia

Data di Indonesia melalui Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa 31% penduduk di atas usia 15 tahun  memiliki obesitas sentral.[2] Hal ini berarti 1 dari 3 penduduk di Indonesia memiliki obesitas sentral. Obesitas meningkatkan risiko penyakit tidak menular lain, seperti diabetes mellitus tipe 2, dan bahkan pada dewasa ini obesitas diketahui merupakan faktor yang memperburuk luaran penyakit COVID-19.

Saat ini, liraglutide dalam izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia masih termasuk dalam pengobatan untuk diabetes mellitus, sehingga penggunaan liraglutide untuk indikasi penurunan berat badan pada obesitas masih tergolong off label. Selain itu, klasifikasi obesitas yang digunakan di Indonesia adalah klasifikasi IMT Asia Pasifik, berbeda dengan klasifikasi yang digunakan pada penelitian ini. Limitasi lain dengan obat liraglutide adalah suntikan, yang dapat menurunkan daya tarik bagi beberapa pasien dan juga memerlukan edukasi pasien.

Meskipun ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam aplikasi studi ini di Indonesia, penelitian ini mengindikasikan bahwa kombinasi antara olahraga dengan terapi farmakologi dapat memberi efek lebih baik dibandingkan olahraga saja ataupun farmakologi saja.

Referensi