Memahami Hasil Serologi Hepatitis B

Oleh :
Maria Rossyani

Perkembangan serologi hepatitis B yang semakin kompleks membuat dokter perlu memahami mengenai indikasi masing-masing marker serologi dan interpretasi hasilnya.

Penggunaan serologi hepatitis sebagai bagian diagnosis hepatitis B diawali dengan ditemukannya Antigen Australia yang kini disebut HbsAg. Pada perkembangannya, serologi hepatitis B menjadi semakin kompleks, mencakup HBsAg, antiHBs, HBcAg, antiHBc, HBeAg, antiHBe, dan HBV DNA.

Doctor's,Hand,In,Medical,Gloves,Holding,Rapid,Test,Cassette,For

Serologi ini juga bermanfaat dalam menentukan carrier kronik, yang menurut data WHO tahun 2015 mencapai 257 juta orang dari populasi global. Pada artikel ini akan dibahas mengenai antigen, antibodi, dan level DNA yang muncul pada infeksi hepatitis akut maupun kronik, serta penggunaannya pada kondisi klinis.[1,2]

Pengenalan Struktur Virus Hepatitis B

Hepatitis B disebabkan oleh sebuah virus DNA dari famili Hepadnaviridae. Pada nukleus sel HBV, terdapat DNA, atau dikenal sebagai DNA HBV. Nukleus ini dikelilingi oleh inti virus atau core. Inti virus ini memiliki antigen, yang disebut HBcAg. Di sekeliling inti virus, terdapat lapisan envelope yang juga memiliki antigen, disebut HBeAg.

Di luar lapisan envelope  terdapat lapisan terluar yang disebut lapisan permukaan (‘surface’) yang antigennya dulu dikenal sebagai antigen Australia (Au), tetapi sekarang dikenal sebagai HBsAg.

Antibodi akan dihasilkan bila sistem kekebalan tubuh bertemu dengan antigen-antigen tersebut. Antibodi yang dihasilkan berkorelasi dengan antigen yang ditemuinya, sehingga akan terdapat AntiHBc (HBcAb), AntiHbe (HBeAb), dan AntiHBs (HBsAb).[3,4]

HBsAg dan AntiHBs (s = Surface)

Penyakit hepar yang disebabkan HBV dapat bersifat akut maupun kronik. Ketika seseorang pertama kali terkena HBV, marker serologi yang pertama naik adalah antigen permukaan virus hepatitis B (Hepatitis B surface antigen/HBsAg). HBsAg akan tampak pada serum dalam 1–10 minggu. Jika bertahan lebih dari 6 bulan, maka menandakan terjadinya infeksi hepatitis B kronik.

Anti-HBs akan muncul secara natural sebagai reaksi kekebalan tubuh terhadap HBsAg. Ketika AntiHBs sudah muncul pada seseorang yang terinfeksi Hepatitis B, ia dianggap memiliki imunitas jangka panjang terhadap Hepatitis B.

Pada orang yang mendapatkan imunitas dari vaksinasi hepatitis B, anti-HBs merupakan satu-satunya penanda serologi yang dapat terdeteksi di serum. Jika pernah memiliki riwayat infeksi HBV, maka akan ditemukan bersamaan dengan imunoglobulin (IgG) anti-HBc.[2,3,5]

HBcAg dan Anti-HBc (c = Core)

HBcAg terdapat intraseluler pada hepatosit yang terinfeksi HBV, sehingga tidak terdeteksi dalam serum. Pada infeksi  akut, IgM dan IgG anti-HBc akan muncul 1–2 minggu setelah HBsAg, bersamaan dengan peningkatan enzim aminotransferase dan manifestasi gejala klinis.

IgM anti-HBc akan bertahan hingga 6 bulan, lalu menurun. IgG anti-HBc dapat terus terdeteksi, baik pada pasien yang telah sembuh dari infeksi HBV, atau pada pasien yang mengalami infeksi kronis.[2,5]

HBeAg  dan AntiHbe (e = Envelope)

Naiknya HBeAg menandakan bahwa terdapat replikasi aktif baik pada awal infeksi, maupun pada infeksi kronik yang terus-menerus menghasilkan virus dalam kadar tinggi. Dari sisi diagnosis, HBeAg merupakan penanda terjadinya replikasi HBV. Nilai HBeAg berkorelasi dengan titer virus. HBeAg umumnya akan hilang ketika AntiHBe telah diproduksi dan mulai mengeliminasi HBeAg. Serokonversi HBeAg menjadi anti-HBe menandakan remisi dari penyakit.[3,5,6]

DNA HBV

DNA dari virus Hepatitis B dapat dideteksi dengan menggunakan uji  Polymerase Chain Reaction (PCR). PCR akan mendeteksi DNA hepatitis B di darah yang dapat terdeteksi saat proses penghancuran atau replikasi virus Hepatitis B.[2,3]

Uji terhadap DNA virus Hepatitis B dapat dilakukan pertama kali secara kualitatif (positif/negatif) sebagai skrining untuk mengetahui ada atau tidaknya virus. Jika hasilnya positif, dapat dilakukan uji kuantitatif virus Hepatitis B untuk mengetahui kadarnya dalam darah.[2]

Kemunculan Marker Serologi pada Infeksi Hepatitis B

Berdasarkan waktu kemunculannya, marker serologi hepatitis B dapat digunakan untuk melihat infeksi akut, window period, dan infeksi kronik.

Marker Serologi pada Infeksi Akut Hepatitis B

HBsAg muncul sekitar 1 bulan setelah paparan pertama HBV. Namun, kisaran waktu munculnya HbsAg dapat termasuk dalam rentang 1–10 minggu pascapaparan, bahkan dapat muncul 1–2 bulan sebelum munculnya gejala. Gejala umumnya muncul 12 minggu setelah paparan HBV, tetapi bervariasi antara 9 – 21 minggu. Pemulihan dari infeksi akut hepatitis B ditandai dengan menurunnya HBsAg, dan serokonversi menjadi anti-HBs, yang biasa terjadi dalam 3 bulan.[3,5,7]

HBeAg akan muncul segera setelah HBsAg terdeteksi. Pada masa pemulihan, HBeAg menjadi tidak terdeteksi dalam serum, dan digantikan dengan anti-HBe yang dapat bertahan hingga bertahun-tahun setelah pemulihan.[8]

IgM antiHBc muncul pada awal gejala dan hilang dalam 6–9 bulan, berfungsi sebagai penanda infeksi akut. IgM juga akan meningkat pada eksaserbasi akut infeksi kronik dan flare hepatitis, sehingga dapat menyebabkan kesalahan diagnosis. Sementara itu, total anti-HBc, yang terdiri dari IgM dan IgG, muncul pada awal gejala lalu menetap, dan berfungsi sebagai penanda infeksi lampau.[2,3,8]

Marker Serologi pada Window Period Hepatitis B

Anti-HBs muncul pada periode penyembuhan/convalescence, dan setelah HBsAg hilang. Periode waktu antara hilangnya HBsAg dan munculnya anti-HBs sering disebut sebagai periode jendela (window period). Hanya IgM anti-HBc dan total anti-HBc yang akan memiliki hasil positif pada window period tersebut.[2,8]

Marker Serologi pada Infeksi Kronik Hepatitis B

Seseorang yang memiliki infeksi Hepatitis B kronik akan menunjukkan HBsAg dan total anti-HBc yang terdeteksi secara persisten pada pemeriksaan serologi sepanjang masa kronisitas penyakitnya.

Pada pasien infeksi kronis, HBV DNA dapat dideteksi dengan menggunakan Nucleus Acid Test  atau NAT. Terdapat 4 fase hepatitis kronik, antara lain fase immune tolerant, immune clearance, pengidap inaktif, dan fase reaktivasi.

Immune tolerant dapat dinilai dengan adanya HBsAg dan HBV DNA yang tinggi bersamaan dengan kadar SGPT yang normal. Pada fase ini, pasien sangat infeksius, karena memiliki HBV DNA yang tinggi. Setelah itu, terdapat fase immune clearance di mana sistem imun melawan virus.

Fase inaktif ditandai ditandai dengan DNA VHB yang rendah, yaitu <2000 IU/mL atau bahkan tidak terdeteksi, dan ALT normal. Fase ini terkadang diikuti dengan fase reaktivasi kembali. Pada fase reaktivasi, terkadang dapat ditemukan HBeAg yang positif.[5,7,8]

Kesimpulan Hasil Serologi berdasarkan Presentasi Klinis

Pasien yang menunjukkan tanda dan gejala klinis penyakit hepatitis dites berdasarkan presentasi klinis (infeksi akut atau kronik) yang masuk dalam algoritma diagnosis.

Hepatitis Akut

Pada hepatitis akut, HBsAg dan anti-HBc positif. Pada tahap replikasi awal, HBeAg dan DNA HBV juga positif. Jika pada kasus tertentu pasien datang pada masa window period, yaitu periode saat HBsAg sudah negatif, tetapi anti-HBs belum positif, penanda infeksi akut hanyalah IgM anti-HBc dan total anti-HBc.[5,8]

Riwayat Hepatitis

Riwayat hepatitis B ditandai dengan anti-HBs, serta IgM dan IgG anti-HBc yang positif.[4,8]

Hepatitis Kronik

Diagnosis hepatitis B kronik dapat ditegakkan bila ditemukan HBsAg selama lebih dari 6 bulan. Nilai HBV DNA serum dapat diperiksa dengan real-time polymerase chain reaction (PCR). HBV DNA berkorelasi dengan progresivitas penyakit, serta berguna untuk membedakan fase aktif hepatitis b kronik dengan HBeAg negatif dan fase inaktif.[7,8]

Infeksi Hepatitis Samar

Pasien terdeteksi memiliki DNA HBV positif melalui pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), tetapi teruji negatif untuk HBsAg.[6,7]

Kemunculan Marker Serologi Pasca Imunisasi Hepatitis B

Vaksinasi hepatitis B yang sukses diindikasikan dengan naiknya titer anti-HBs sebesar 10 mIU/mL atau lebih pada 1–2 bulan setelah menyelesaikan ketiga dosis vaksinasi. Jika nilai anti-HBs dibawah 10 mIU/mL, maka dibutuhkan vaksinasi ulang. Jika seseorang telah diberikan 6 dosis vaksin hepatitis B, tetapi nilai anti-HBs tetap berada dibawah 10 mIU/mL, maka disebut sebagai tidak berespon (nonresponder).[6,7]

Skrining Pasien Asimtomatik

Skrining pada pasien asimtomatik direkomendasikan pada wanita hamil saat pemeriksaan prenatal pertama, dan pada dewasa muda yang berisiko mengalami hepatitis B kronik. Definisi berisiko yang digunakan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) adalah jika prevalensi lokal hepatitis B kronik sebesar 2% atau lebih. Berdasarkan definisi tersebut, maka Indonesia termasuk berisiko.

Skrining dilakukan dengan memeriksakan HBsAg. Jika HBsAg positif, selanjutnya diperiksa anti-HBs dan anti-HBc. Kedua pemeriksaan ini berguna untuk membedakan infeksi dan imunitas dari vaksinasi. Interpretasi hasil skrining serologi hepatitis B dapat dilihat pada tabel 1.[3,6]

Tabel 1. Interpretasi Hasil Skrining Serologi Hepatitis B

Serologi yang Diperiksa Hasil Interpretasi

HBsAg

AntiHBc

AntiHBs

Negatif

Negatif

Negatif

Rentan infeksi

HBsAg

AntiHBc

AntiHBs

Negatif

Positif

Positif

Imunitas akibat infeksi natural

HBsAg

AntiHBc

AntiHBs

Negatif

Negatif

Positif

Imunitas dari vaksinasi

HBsAg

AntiHBc

IgM AntiHBc

AntiHBs

Positif

Positif

Positif

Negatif

Infeksi akut

HBsAg

AntiHBc

IgM AntiHBc

AntiHBs

Positif

Positif

Negatif

Negatif

Infeksi kronik

HBsAg

AntiHBc

AntiHBs

Negatif

Positif

Negatif

Terdapat 4 kemungkinan interpretasi:

  1. Infeksi dalam pemulihan (kemungkinan paling umum)
  2. False positive (rentan)

  3. Infeksi kronik “low level
  4. Infeksi akut dalam pemulihan

Sumber: dr. Maria Rossyani, Alomedika. 2018

Perkembangan Penggunaan Serologi Hepatitis B

Serum HBsAg dilaporkan berhubungan dengan progresivitas fibrosis hepar dan neoplasma hepar, misalnya karsinoma hepatoselular. Studi oleh Martinot-Peignot, et al. pada tahun 2014 melaporkan nilai serum HBsAg kuantitatif yang lebih rendah signifikan pada pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg positif yang mengalami fibrosis hepar berat, dibandingkan fibrosis hepar ringan dan sedang.[9]

Pada tahun 2018, Yang, et al. Peningkatan HBV DNA dan nilai HBSAg berhubungan dengan meningkatnya risiko karsinoma hepatoselular. Studi lain menemukan tingkat survival jangka pendek, maupun jangka panjang pada pasien karsinoma hepatoselular lebih rendah signifikan pada pasien dengan HBsAg positif, dibandingkan HBsAg negatif.[10,11]

Kesimpulan

Secara keseluruhan, interpretasi atas pemeriksaan HBV tidak bergantung hanya pada 1 penanda, tetapi gabungan berbagai serologi. Serologi dasar yang dapat diperiksa untuk skrining adalah HBsAg, anti-HBs, dan anti-HBc. Sebagai tambahan, IgM anti-HBc dapat dilakukan untuk membedakan infeksi akut dan kronis, serta untuk mendeteksi infeksi pada periode jendela (window period).

Pada pasien dengan infeksi hepatitis B kronik, uji serologi HbeAg, SGPT, dan DNA HBV dapat dikerjakan untuk melakukan tata laksana sesuai kondisi pasien, yaitu carrier inactive atau hepatitis kronik.

 

 

Direvisi oleh: dr. Livia Saputra

Referensi