Pasien wanita usia 36 tahun dengan diabetes mellitus - Diskusi Dokter

general_alomedika

Alo dokter,Izin berdiskusi, saya memiliki pasien pasien wanita usia 36 th, dengan trias DM (+), Gula darah sewaktu : 256. Riwayat DM pada keluarga (-), saya...

Diskusi Dokter

  • Kembali ke komunitas
  • Pasien wanita usia 36 tahun dengan diabetes mellitus

    Dibalas 13 Juni 2022, 06:54

    Alo dokter,

    Izin berdiskusi, saya memiliki pasien pasien wanita usia 36 th, dengan trias DM (+), Gula darah sewaktu : 256. Riwayat DM pada keluarga (-), saya ulang di hari lain pemeriksaannya didapatkan Gula darah puasa : 186.

    Nah yang ingin saya tanyakan, apakah kita sebagai dokter umum boleh langsung memberikan terapi farmakologi pada pasien tersebut atau haruskah pasien cek HbA1c dulu baru kita menentukan target pemilihan terapi? Terima kasih

10 Juni 2022, 00:43
dr. Rendhy Wisnugroho Santoso
dr. Rendhy Wisnugroho Santoso
Dokter Spesialis Penyakit Dalam
09 Juni 2022, 13:09
Kpd dr Rhendy, ijin bertanya dok. Untuk pasien umur 85 thn , wanita, yg menggunakan glimepiride 2 mg selama >10 thn, GD sukar terkontrol dan dosis ditambah menjadi 3 mg, tp GD masih belum bisa turun. Pengecekan GDS sekitaran 200 mg/dl (dicek lebih dari 1 bln) dan GDS sekitaran 130-160 mg/ dl (lama pengecekan sama dgn GDS). Skrg di ganti dgn Gliquidone 3 x30 mg. Tp GDS masih menetap di 200 an mg/dl. Creatininine 2.9, GFR Pertanyaan, apakah pasien dapat diberikan insulin? Mohon saran dokter untuk jenis insulin dan dosis nya dan bagaimana monitoring GD nya. Terima kasih sebelumnya dok

Terimakasih atas pertanyaannya dr. Kho Hana Deborah, izin sharing ya dok..

Dalam pemberian terapi pada pasien DM kita hrs menilai profil pasien. Pada kasus dimana glukosa darah sulit turun perlu dikaji 1) apakah pasien sudah menerapkan pola hidup dan diet yang benar 2)apakah pasien dalam kondisi dekompensasi metabolik,3) apakah ada resistensi insulin, 4)apakah terapi yg diberikan selama ini sudah dijalankan dengan benar oleh pasien (ketaatan minum obat).

Dekompensasi metabolic merupakan kondisi di mana pasien memiliki kadar glukosa darah yg selalu tinggi akibat dari jumlah insulin yg diproduksi oleh pancreas sudah tidk cukup memenuhi kebutuhan insulin tubuh. Penggunaan obat golongan sulfonylurea (misalnya glimepiride, glikuidon) berkerja menstimulasi pancreas menghasilkan insulin, padahal perlu diketahui bahwa sebagian besar penderita DM ketika terdiagnosis fungsi pankreasnya tinggal 50%. Semakin lama distimulasi oleh obat dan seiring usia pancreas lama kelamaan akan kelelahan, akibatnya tidak mampu lagi menghasilkan insulin meskipun sudah diberikan obat sulfonylurea. Glukosa darah akan tinggi karena insulin yg dihasilkan sedikit,  sehingga glukosa tidak mampu masuk ke dalam sel. Akibatnya sel kelaparan karena tidak mampu menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Biasanya klinisnya adalah pasien yg makin lama makin kurus namun kadar glukosanya tinggi.

Resistensi insulin adalah kondisi di mana kadar insulin dalam tubuh masih banyak namun insulin tidak mampu bekerja pada sel karena adanya resistensi. Biasanya hal ini dipicu oleh berbagai mekanisme, namun salah satunya adanya kondisi low grade inflammation, terutama pada pasien DM yg gemuk. Sehingga resistensi insulin seringnya dijumpai pada pasien DM yg klinisnya gemuk.

Pengkajian pasien DM juga perlu memperhatikan pola hidup dan pola makan pasien. Apakah pasien selama ini cenderung sedentary life style atau masih aktif bahkan sampai dapat rutin melakukan latihan fisik. Pola makan juga diperhatikan. Pasien DM harus dihitung kebutuhan kalori dari pola makannya dengan mempertimbangkan berbagai variabel yaitu : apakah berat badan saat ini sudah ideal (BMI 18-22,9), bgmn aktivitas kesehariannya, adakah penyakit penyerta lain misalnya infeksi, di mana kesemuanya itu akan mempengaruhi perhitungan kebutuhan kalorinya. Sehingga kita perlu menilai apakah pasien selama ini makannya sudah memenuhi kebutuhan kalorinya. Jika selama ini pasienmakan melebihi kebutuhan kalorinya maka hal tersebut bisa menjadi salah satu penyebab tinggi nya gula darah. Jika pasien makannya kurang, maka hrs diedukasi untuk memenuhi kebutuhan kalorinya agar fungsi metabolic tubuh dapat tercapai dengan baik (sehingga pasien tidak jatuh dalam kondisi kurang gizi).

Kembali ke kasus, pasien usia lanjut dengan CKD hrs kita nilai, apakah pasien dalam kondisi dekompensasi metabolic saat ini. Jika ya, maka insulin bisa diberikan. Namun jika pasien dinilai lebih condong ke arah resistensi (misalnya pasiennya gemuk) maka pola makan (perhitungan kalori) hariannya harus direview terlebih dahulu dengan tujuan menurunkan berat badan dgn harapan memperbaiki status resistensi insulinnya. Pada kasus resistensi insulin, insulin masih bisa diberikan namun sebaiknya dengan dosis yg tidak terlalu tinggi. Karena jika kita memberikan insulin namun resistensi insulinnya tidak diatasi maka insulin akan berpotensi makin meningkatkan berat badan yg justru akan semaikn meningkatkan resistensi insulin.

Inisiasi pemberian insulin pada pasien yg baru pertama kali menggunakan insulin mempertimbangkan banyak aspek antara lain : 1) pola glukosa darahnya,apakah Glukoasa darah puasa atau glukosa darah post prandialnya yg terganggu, atau keduanya, 2)ketersediaan insulin yang ada 3) jika pasien lansia hrs dipastikan apakah pasien sendiri masih mampu menggunakan di rumah atau ada pendamping yg perlu diedukasi 4) edukasi efek samping hipoglikemi. Sebenarnya insulin long acting, mix, maupun rapid acting bisa dipakai. Namun pada pengguna baru, biasanya disarankan menggunakan insulin long acting yg titik kerjanya adalah mengcover insulin basal (gula darah puasa). Insulin jenis ini biasanya hanya perlu disuntik 1x sehari, sehingga cukup praktis bagi pengguna baru. Namun perlu diperhatikan bahwa pasien ini juga menderita CKD (mesikipun belum CKD stg 5). Sehingga klirens dari insulin biasanya akan lebih lambat dari pada tanpa pasien tanpa ckd. Oleh karena itu perlu pemantauan gula darah berkala diawal2 pemakaian sampai mendapatkan dosis yang sesuai. Insulin jenis lain bisa juga digunakan, namun dari segi praktis insulin basal long actin dapat digunakan sebagai inisiasi awal. Ada pendapat bahwa pasien dgn CKD sebaiknya tidak menggunakan insulin long acting , namun menurut saya hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Insulin long atau rapid yg membedakan adalah formulasi obatnya ketika disunutikkan secara subkutan. Pada insulin long acting, molekul insulin didesain sedemikian rupa supaya bisa dilepaskan perlahan dari depot di subkutan menuju aliran darah. Sedangkan insulin rapid ketika disuntikkan subcutan akan dengan cepat masuk ke aliran darah. Ketika insulin sudah masuk dalam aliran darah maka baik long maupun rapid akan sama tingkat ekskresinya di ginjal. Perbedaannya adalah pada pasien yg CKD kemampuan glukoneogenesisnya berkurang, sehingga memang akan lebih rawan hipoglikemi. Maka dari itu pada pasien CKD pemberian insulin memang perlu kehati-hatian. Pemantauan glukosa darah menjadi sangat penting dan edukasi kepada pasien dan keluarga agar dapat mengenali tanda2 hipoglikemi perlu dititik beratkan.

Semoga cukup membantu, dokter.

10 Juni 2022, 07:37
Kepada dr Rendhy, banyak terima kasih atas pemaparannya yg jelas dan komprehensif. Sangat menambah wawasan kami dalam memahami penanganan diabetes, dok. Terima kasih telah meluangkan waktu menjelaskan. Semoga dokter selalu sukses 🙏
09 Juni 2022, 12:29
dr. Rendhy Wisnugroho Santoso
dr. Rendhy Wisnugroho Santoso
Dokter Spesialis Penyakit Dalam

bisa langsung diberikan terapi dokter, mengingat klinis dan kadar gula darahnya sudah memenuhi kriteria DM. Hba1c tidak wajib diperiksa saat penegakan diabetes karena tidak semua faskes memiliki pemeriksaan lab tersebut. Memang menurut pedoman PERKENI hba1c dapat sebagai guiding dalam menginisiasi pemilihan terapi yaitu (misalnya bila hba1c>7,5 dapat diberikan langsung kombinasi 2 obat DM atau bila Hba1c>9 dengan gejala klinis bisa langsung kombinasi insulin + obat lain), namun tidak adanya pemeriksaan Hba1c di awal diagnosis tidak menghalangi utk dimulainya terapi. Karena terapi DM membutuhkan follow up saat pasien kontrol sehingga nanti bisa dievaluasi apakah perlu adjusment atau tidak. Yg utama selain obat adalah edukasi mengenai life style, pola makan dan aktivitas fisik yg sesuai dengan profil pasien.

09 Juni 2022, 13:09
Kpd dr Rhendy, ijin bertanya dok. Untuk pasien umur 85 thn , wanita, yg menggunakan glimepiride 2 mg selama >10 thn, GD sukar terkontrol dan dosis ditambah menjadi 3 mg, tp GD masih belum bisa turun. Pengecekan GDS sekitaran 200 mg/dl (dicek lebih dari 1 bln) dan GDS sekitaran 130-160 mg/ dl (lama pengecekan sama dgn GDS). Skrg di ganti dgn Gliquidone 3 x30 mg. Tp GDS masih menetap di 200 an mg/dl. Creatininine 2.9, GFR Pertanyaan, apakah pasien dapat diberikan insulin? Mohon saran dokter untuk jenis insulin dan dosis nya dan bagaimana monitoring GD nya. Terima kasih sebelumnya dok
12 Juni 2022, 21:36
Terima kasih advice dan ilmunya dr. Rendhy Wisnugroho Santoso,
07 Juni 2022, 09:41
Langsung masuk oad saja dok karna sudah trias DM + GDS dan GDP tinggi menurut saya
10 Juni 2022, 08:17
1.3 p + 1x gds
2.2x gds jika gak ada gejala 3p
3.1x gdp
4. Hba1c
Pilih salah satu dok untuk mendiagnosis dan terapi awal
13 Juni 2022, 06:54
terapi yg diberikan tetap melaksanakan 5 pilar dok:
1. mulai utk perhatikan lifestyle nya.  kita edukasi diit yg baik dan benar utk pasien ini
2. olahraga yg teratur
3. usia masih relatif muda, tetapi sdh ada 3p maka kombinasi glmepiride pagi mulai 2 mg dan metformin 500mg 3x1 saat makan.
4. motivasi agar kontrol teratur utk pemantauan lab rutinnya
5. edukasi utk mengetahui sec dini komplikasi yg mngkn muncul
10 Juni 2022, 02:07
Bisa dipake first line drug yang cenderung aman misal Metformin 500 mg ,dimulai dengan dosis harian paling rendah dulu dok,kalo masih ragu ragu...sambil edukasi perbaikan pola makan dan olahraga rutin minimal jalan kaki setiap hari 1/2 jam untuk membantu uptake gula darah ke otot. setelah satu/2 Minggu pasien diminta cek gula darah puasa untuk diliat progressnya. Kalo bagus dosisi dipertahankan,kalo masih belum terpenuhi target penurunan kadar GDP nya..bisa dinaikkan dosisnya dok.