Injeksi Insulin Multipel VS Pompa Insulin untuk Diabetes Mellitus Tipe 1

Oleh :
dr. Shofa Nisrina Luthfiyani

Penggunaan injeksi insulin multipel atau multiple daily injection (MDI) merupakan terapi pemberian insulin standar yang diberikan pada pasien diabetes mellitus (DM) tipe 1. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan teknologi, pemberian insulin dengan menggunakan pompa insulin atau continuous subcutaneous insulin therapy (CSII) mulai banyak digunakan. [1]

Diabetes Mellitus Tipe 1 dan Terapi Insulin

Diabetes mellitus (DM) tipe 1 merupakan salah satu penyakit kronik yang banyak ditemukan pada anak dan remaja. Di Indonesia sendiri telah ditemukan 852 anak dari tahun 1991 – 2012 yang menderita penyakit ini. Namun, angka ini diperkirakan lebih kecil dibandingkan angka sebenarnya karena masih banyak kasus yang tidak terdeteksi atau tidak dilaporkan. [2]

insulin injection

Insulin merupakan tatalaksana pada DM tipe 1 yang diberikan seumur hidup karena penderita tidak dapat memproduksi insulin sendiri dalam jumlah yang cukup. Pemberian insulin ini perlu disesuaikan dengan asupan karbohidrat, pengeluaran energi, dan kadar gula darah. Dengan pemberian insulin yang sesuai, diharapkan komplikasi jangka pendek seperti hipoglikemi atau ketoasidosis diabetik, serta komplikasi jangka panjang seperti retinopati dan nefropati dapat teratasi. [3]

Metode pemberian insulin yang paling sering diberikan adalah multiple daily injection (MDI) yaitu injeksi insulin yang diberikan 4 kali atau lebih per harinya. Insulin yang diberikan terdiri dari dua jenis yaitu insulin basal yang merupakan long-acting insulin dan insulin preprandial yang merupakan rapid-acting insulin. [1]

Alternatif lain teknik pemberian insulin adalah pemberian dengan metode continuous subcutaneous insulin therapy (CSII). Pada metode ini, sebuah pompa dipasang dan memberikan insulin secara kontinyu ke lapisan subkutan melalui tabung plastik dan kanul. Insulin yang diberikan merupakan insulin  rapid-acting dan dapat memenuhi kebutuhan basal maupun postprandial. [4] Dengan pemberian secara kontinyu, diharapkan insulin dapat memberi kontrol glikemik yang lebih baik dan komplikasi dapat dicegah. [1]

Injeksi Insulin Multipel  VS Pompa Insulin pada Populasi Anak

Anak dan remaja merupakan kelompok usia yang paling banyak mengalami DM tipe 1. Data di Inggris menunjukkan setidaknya ada 28.000 kasus DM tipe 1 dan insidensinya diperkirakan akan meningkat dari tahun 2005 sampai 2020 yaitu dari 15.000 menjadi 24.400 kasus per tahunnya. [5]

Meta analisis dari 7 studi oleh Cochrane pada tahun 2010, menyimpulkan bahwa kontrol glikemik dengan HbA1C pada pasien DM tipe 1 berusia di bawah 18 tahun lebih baik pada kelompok pasien yang menggunakan pompa insulin atau continuous subcutaneous insulin therapy (CSII) dibandingkan  dengan injeksi insulin multipel atau multiple daily injection (MDI), dengan perbedaan rerata – 0,2%. [6]

Studi lain terkait hal ini adalah kohort yang dilaksanakan pada 2011 – 2015 di Jerman dengan jumlah subjek 30.579 orang. Studi ini membandingkan insidensi hipoglikemia berat, ketoasidosis diabetik, kadar HbA1C, dosis insulin total, dan frekuensi pemeriksaan kadar gula darah mandiri antara kelompok CSII dan MDI. Studi ini menilai penggunaan terapi selama lebih dari satu tahun, dengan median durasi terapi 3,6 tahun pada kelompok CSII dan 4,4 tahun pada kelompok MDI.

Studi ini menyatakan bahwa risiko terjadinya komplikasi jangka pendek lebih rendah pada kelompok CSII dibandingkan MDI, baik untuk hipoglikemia berat, koma hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, atau ketoasidosis berat. Penurunan risiko hipoglikemia pada kelompok CSII dapat dihubungkan dengan penggunaan insulin total yang lebih rendah serta proporsi insulin basal yang lebih tinggi. Sementara penurunan risiko ketoasidosis pada kelompok CSII dapat disebabkan karena rerata kadar HbA1C yang lebih rendah dan frekuensi pemeriksaan kadar gula darah mandiri yang lebih tinggi. [7]

Hasil berbeda dilaporkan pada studi terbaru berupa randomized controlled trial (RCT) tahun 2018 yang membandingkan kontrol glikemik 12 bulan pasca diagnosis DM tipe 1 pada 294 pasien yang menggunakan MDI dengan yang menggunakan CSII. Kontrol glikemik dinilai menggunakan kadar HbA1C.

Pada studi ini, konsentrasi HbA1C antara kedua kelompok tidak memiliki perbedaan bermakna. Persentase pasien yang mencapai target HbA1C juga tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok dengan perbedaan persentase -8,8% untuk target HbA1C < 7,5%, dan -5,0% untuk target HbA1C < 6,5%. Selain daripada itu, insidensi komplikasi jangka pendek antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna, baik pada kasus hipoglikemia berat maupun ketoasidosis diabetik. Perubahan IMT dan penambahan tinggi badan sebagai prediktor obesitas juga tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok.

Perbedaan bermakna ditemukan pada variabel kebutuhan insulin, dimana kelompok CSII membutuhkan insulin lebih banyak dengan perbedaan dosis 0,1 unit/kg/hari. Pasien dengan MDI disarankan untuk melakukan injeksi ketika asupan karbohidrat > 10 gram, sedangkan pasien dengan CSSI disarankan untuk melakukan injeksi ketika asupan karbohidrat > 5 gram. Hal ini diperkirakan menjadi penyebab adanya peningkatan kebutuhan insulin pada kelompok CSII. [3]

Injeksi Insulin Multipel  VS Pompa Insulin pada Populasi Dewasa

DM tipe 1 pada dewasa juga cukup banyak ditemukan. Data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa prevalensi DM tipe 1 pada tahun 2016- 2017 adalah 0,5%. [8] Penggunaan pompa insulin atau continuous subcutaneous insulin therapy (CSII) pada dewasa diindikasikan pada kondisi HbA1C > 8,5% atau tidak dapat mencapai target sesuai kontrol tanpa menimbulkan hipoglikemia. [9] Data di Inggris menunjukkan bahwa 6% pasien DM tipe 1 telah menggunakan CSII. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan negara lain, seperti Jerman dan Norwegia dimana penggunaan CSII telah mencapai > 15%. [10] Di Amerika Serikat penggunaan CSII telah mencapai > 40%. [11]

Efektivitas CSII telah diteliti pada uji kontrol acak di Inggris pada 248 pasien. Studi ini membandingkan keluaran pada kelompok CSII yang diberikan edukasi dengan pengguna  injeksi insulin multipel atau multiple daily injection (MDI) yang juga diberikan edukasi. Studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kadar HbA1C maupun proporsi partisipan yang mencapai kadar HbA1C < 7,5% yang bermakna secara statistik setelah 24 bulan pemantauan antara kelompok CSII dan MDI. Selain itu, tidak ditemukan pula perbedaan yang bermakna terkait angka kejadian hipoglikemia pada kedua kelompok, walaupun dosis insulin pada kelompok CSII lebih rendah dibandingkan kelompok MDI.

Ketoasidosis diabetik lebih banyak ditemukan pada pasien yang menggunakan CSII dibandingkan dengan MDI (17 vs 5). Analisis statistik lebih lanjut tidak dilakukan pada variabel ini. [4]

Meta analisis oleh Cochrane pada 13 studi juga mendapatkan hasil yang serupa dimana kontrol glikemik yang dinilai melalui kadar HbA1C lebih rendah pada kelompok CSII dengan perbedaan rerata –0,3%. [6]

Injeksi Insulin Multipel  VS Pompa Insulin pada Populasi Wanita Hamil

DM tipe 1 pada wanita hamil dapat meningkatkan risiko terjadinya aborsi spontan, malformasi fetus, makrosomia, stillbirth, preeklampsia, hidramnion, dan progresifitas komplikasi diabetes kronik. [12] Komplikasi jangka pendek seperti hipoglikemia juga meningkat 3 – 5 kali lipat pada trimester pertama dibandingkan masa prakonsepsi. [13] Untuk itu, pengendalian kadar gula darah pada wanita hamil perlu diperhatikan. [14]

Meta analisis yang dilakukan oleh Rys, et al pada tahun 2018 dengan menginklusi 47 studi mencoba membandingkan antara pemberian insulin dengan pompa insulin atau continuous subcutaneous insulin therapy (CSII) dan injeksi insulin multipel atau multiple daily injection (MDI) terhadap kontrol glikemik, komplikasi maternal, dan komplikasi fetal. [14]

Dari 47 studi tersebut, 24 studi mencantumkan kadar HbA1C pada trimester pertama dan hasil menunjukkan bahwa kontrol glikemik lebih baik pada kelompok CSII dengan perbedaan rerata -0,45%. Kontrol glikemik pada trimester kedua juga dikatakan lebih baik, namun kontrol glikemik pada trimester ketiga tidak memiliki perbedaan yang signifikan. [14] Hal ini diduga terjadi karena kontrol glikemik prakonsepsi lebih baik pada kelompok yang menggunakan CSII. [15]

Dugaan lainnya adalah perawatan dan motivasi pasien pada kelompok CSII pada saat prakonsepsi lebih baik. Pasien pada kelompok MDI cenderung lebih jarang berpartisipasi pada perawatan prakonsepsi dan perencanaan kehamilan, namun kesadaran mereka akan pentingnya kontrol glikemik berangsur meningkat seiring dengan usia kehamilan sehingga pada akhir kehamilan tidak ada perbedaan kadar HbA1C yang bermakna.

Kejadian hipoglikemia dan ketoasidosis diabetik pada meta analisis ini tidak berbeda bermakna antara dua kelompok. Hal ini kemungkinan disebabkan karena tidak tercatatnya kejadian komplikasi pada kelompok MDI yang cenderung tidak memeriksakan diri di awal kehamilan.

Komplikasi maternal seperti hipertensi gestasional dan preeklampsia tidak berbeda bermakna, namun pada kelompok CSII penambahan berat badan lebih banyak ditemukan dengan perbedaan rerata penambahan 1,02 kg.

Untuk komplikasi pada janin, tidak ada perbedaan bermakna antara kematian perinatal, anomali kongenital, kelahiran prematur, hipoglikemia pada neonatus, hiperbilirubinemia, distosia bahu, komplikasi pulmonal, maupun angka rawat inap di ruang rawat intensif. Akan tetapi, pada kelompok yang menggunakan CSII kejadian aborsi spontan, berat badan lahir lebih, dan makrosomia lebih banyak ditemukan dengan risiko relatif berturut-turut 1,79; 1,16; dan 2,51.

Studi uji kontrol acak yang diinklusi pada meta analisis ini hanya sedikit, sehingga sebagian besar hasil merupakan hasil dari studi observasional. Selain itu, hasil yang didapatkan merupakan efek terapetik dari kondisi klinis, tidak menggambarkan langsung perbandingan antara kedua metode. [15]

Kesimpulan

Pemberian insulin pada diabetes mellitus tipe 1 dapat diberikan melalui dua metode, yaitu melalui injeksi multipel (multiple daily injection, MDI) atau pompa insulin (continuous subcutaneous insulin therapy, CSII).  Hasil perbandingan antara kedua metode ini masih berbeda-beda antar studi. Pada sebagian besar studi observasional, didapatkan bahwa kelompok CSII memiliki kontrol glikemik yang lebih baik, namun pada studi uji kontrol acak tidak didapatkan perbedaan. Angka komplikasi jangka pendek seperti hipoglikemia dan ketoasidosis pun bervariasi sehingga sampai saat ini belum dapat ditentukan apakah penggunaan CSII lebih superior dibandingkan MDI.

Referensi