Efikasi Beras Terfortifikasi dalam Menanggulangi Kekurangan Mikronutrien

Oleh :
dr. Immanuel Natanael Tarigan

Beras terfortifikasi dianggap mampu menanggulangi masalah kesehatan terkait defisiensi mikronutrien. Makanan terfortifikasi adalah makanan yang di dalamnya ditambahkan sejumlah mineral dan mikronutrien secara sengaja, guna meningkatkan kualitas makanan dan mengurangi masalah kesehatan penduduk. Para ahli melalui Konsensus Kopenhagen menyatakan bahwa makanan terfortifikasi merupakan salah satu pengembangan yang efektif, ekonomis, dan harus menjadi prioritas dalam usaha penanggulangan defisiensi mikronutrien.

Beras banyak dikonsumsi sebagai makanan pokok dan cocok untuk diadopsi sebagai bahan makanan terfortifikasi. Adapun beberapa mikronutrien yang banyak ditambahkan pada beras terfortifikasi adalah zat besi, vitamin A, asam folat, dan seng.[1-3]

shutterstock_1496383748-min

WHO pada tahun 2018 mengeluarkan 2 rekomendasi berkaitan dengan penggunaan makanan terfortifikasi. WHO merekomendasikan dengan kuat penggunaan makanan terfortifikasi zat besi guna meningkatkan status zat besi penduduk. Selain itu, WHO mengeluarkan rekomendasi kondisional penggunaan makanan terfortifikasi dengan vitamin A dan asam folat guna meningkatkan status vitamin A dan asam folat.[3]

Efikasi Pemberian Beras yang Terfortifikasi Mikronutrien

Banyak dari penelitian yang ada menggunakan sediaan beras yang terfortifikasi zat besi, baik secara tunggal atau dengan mikronutrien lain. Tinjauan Cochrane yang dipublikasikan pada tahun 2019 berusaha menilai manfaat dan risiko dari penggunaan beras yang terfortifikasi vitamin dan mineral. Dalam tinjauan ini, peneliti memasukkan studi yang meneliti mengenai beras terfortifikasi setidaknya satu mikronutrien atau kombinasi berbagai mikronutrien.

Analisis dilakukan terhadap 17 penelitian yang mencakup 10.483 partisipan. Dari keseluruhan penelitian yang diikutkan dalam analisis, 12 studi adalah randomisedcontrolled trials (RCT) dengan total 2238 partisipan dan 5 studi adalah nonrandomised studies (NRS) dengan total 8245 partisipan.

Hasil analisis peneliti Cochrane menunjukan bahwa fortifikasi beras dengan zat besi saja atau dikombinasikan dengan mikronutrien lain menghasilkan sedikit atau tidak ada perbedaan terhadap risiko anemia. Meskipun begitu, beras yang terfortifikasi zat besi bisa menurunkan risiko defisiensi zat besi dan meningkatkan rerata kadar hemoglobin pada populasi berusia 2 tahun atau lebih. Tinjauan ini juga menemukan bahwa penambahan vitamin A dapat menurunkan risiko defisiensi vitamin A, serta penambahan asam folat dapat sedikit meningkatkan kadar asam folat serum. Perlu dicatat bahwa bukti ilmiah yang dianalisis dalam tinjauan ini masih memiliki kualitas yang rendah, sehingga masih dibutuhkan studi lanjutan untuk menarik kesimpulan yang lebih pasti.[4]

Pemberian Beras Terfortifikasi dengan Mikronutrien Lainnya

Studi lain di Thailand mencoba menganalisis efikasi pemberian beras yang terfortifikasi zinc terhadap kadar zinc serum anak usia sekolah. Dalam studi ini, 203 anak dengan kadar serum zinc rendah diacak untuk mendapatkan beras yang terfortifikasi zinc, zat besi, dan vitamin A (101 anak); atau mendapatkan beras kontrol yang tidak terfortifikasi (102 anak). Indikator luaran utama adalah perubahan kadar zinc serum.

Setelah pemberian intervensi selama 5 bulan, didapatkan peningkatan kadar serum zinc yang lebih besar secara bermakna pada anak yang mendapat beras terfortifikasi. Status zat besi dan vitamin A tidak ditemukan perubahan bermakna. Dari hasil ini, peneliti menyimpulkan bahwa beras terfortifikasi zinc bermanfaat dalam meningkatkan status zinc pada anak usia sekolah.[5]

Pertimbangan Khusus pada Pemberian Beras yang Terfortifikasi Mikronutrien

Pemberian beras terfortifikasi memiliki tujuan untuk meningkatkan status mikronutrien dan kesehatan umum masyarakat. Meskipun begitu, banyak pertimbangan perlu dilakukan, termasuk risiko infeksi parasit, efektivitas pembiayaan, dan formulasi dari beras terfortifikasi.

Risiko Infeksi Cacing Tambang

Sebuah studi di Kamboja menunjukkan bahwa pemberian beras yang terfortifikasi mikronutrien dapat meningkatkan prevalensi infeksi cacing tambang, terutama di daerah dengan angka infeksi yang tinggi. Oleh sebab itu, saat mempertimbangkan pemberian makanan terfortifikasi pada masyarakat, perlu dilakukan analisis manfaat dan risiko yang juga menimbang tingkat keparahan defisiensi mikronutrien dan prevalensi lokal infeksi parasit.[6]

Pertimbangan Terkait Formulasi

Hal lain yang perlu dipertimbangkan terkait pemberian beras yang terfortifikasi mikronutrien adalah stabilitas mikronutrien pada saat penyimpanan, perubahan kadar mikronutrien pada saat proses memasak, penerimaan makanan terfortifikasi oleh masyarakat, dan penyerapan mikronutrien tersebut. Pertimbangkan pula bagaimana rasio makanan terfortifikasi dengan nutrien yang diikutsertakan di dalamnya dan hubungannya dengan penerimaan oleh konsumen. Pada beras yang terfortifikasi zat besi misalnya, konsentrasi besi yang dapat diberikan adalah 7 gr/kg sebelum terjadi perubahan warna dari beras.[7-9]

Ketersediaan Sumber Mikronutrien Lain

Selain itu, pertimbangkan apakah mikronutrien tersebut dapat diperoleh dari bentuk sediaan lain. Vitamin A misalnya, dapat dikonsumsi masyarakat dengan kapsul vitamin A ataupun dari alternatif makanan lain yang terfortifikasi vitamin A seperti minyak goreng.[7]

Efektivitas Pembiayaan

Pertimbangkan pula efektivitas dari segi pembiayaan. Analisis yang dilakukan WHO dan Food and Agriculture Organization (FAO) menemukan bahwa makanan terfortifikasi dengan iodium dan zat besi memiliki efektivitas pembiayaan yang baik guna mencegah defisiensi mikronutrien, terutama pada negara pendapatan rendah. Makanan yang terfortifikasi dengan vitamin A sangat efektif secara finansial untuk mencegah kematian anak bila diberikan sebagai suplementasi pada ibu hamil. [2]

Kesimpulan

Secara umum, pemberian beras yang terfortifikasi memiliki potensi manfaat dalam mencegah defisiensi mikronutrien. Sebuah tinjauan Cochrane terbaru (2019) menunjukkan bahwa beras terfortifikasi mampu menurunkan risiko defisiensi zat besi, menurunkan risiko defisiensi vitamin A, dan meningkatkan kadar asam folat serum. Meskipun begitu, kualitas bukti ilmiah yang ada masih belum cukup baik, sehingga masih diperlukan studi lanjutan untuk mengevaluasi lebih lanjut manfaat dan risikonya.

Referensi