Ceftazidime Avibactam untuk Infeksi Bakteri Gram Negatif Multidrug-Resistant

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,FINASIM

Ceftazidime avibactam diharapkan dapat menjadi solusi untuk kasus-kasus infeksi multi-drug resistant (MDR) khususnya untuk beberapa bakteri Gram negatif. Hal ini berkaitan dengan munculnya kebutuhan akan antibiotik baru seiring meningkatnya resistansi antibiotik.

Pada tahun 2017, WHO menyatakan 12 patogen resistan terhadap antibiotik yang paling berbahaya, di mana bakteri Gram negatif yang multidrug-resistant (MDR-GNB) menempati daftar prioritas critical WHO untuk urgensi keperluan terapi antibiotik baru.[1-3]

CeftazidimeAvibactamMDR

Penggunaan Antibiotik yang Rasional untuk Mencegah Multidrug Resistance

Pemberian antibiotik yang rasional amat diperlukan untuk mencegah/mengurangi infeksi MDR-GNB. Sebelum memberikan terapi empirik, dokter perlu mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti kemungkinan patogen penyebab/most likely pathogen, tingkat keparahan penyakit pasien, dan sumber infeksi yang sedang dialami pasien.

Dalam menentukan terapi empirik, para dokter hendaknya mempertimbangkan juga riwayat organisme yang sudah teridentifikasi pada rawat inap sebelumnya, data suseptibilitas antibiotik terkait dalam enam bulan terakhir, riwayat penggunaan/paparan antibiotik pasien dalam 30 hari terakhir serta pola suseptibilitas lokal untuk kemungkinan patogen penyebab di rumah sakit.[4-7]

Faktor Risiko Infeksi Bakteri Gram Negatif Multi-Drug Resistant

Adapun faktor risiko tinggi untuk terjadi infeksi MDR-GNB pada pasien dapat dilihat dari segi keparahan, kerentanan, dan probabilitas.

Keparahan:

Berdasarkan segi keparahan penyakit, beberapa penyakit/kondisi yang meningkatkan risiko pasien untuk terkena infeksi MDR-GNB, seperti:

  • Sepsis
  • Syok sepsis
  • Infeksi aliran darah primer (IADP)
  • Hospital-acquired/ventilator-associated pneumonia (HAP/VAP)

  • Keterbatasan terapi
  • Tidak ada perbaikan klinis dalam 24-48 jam[4-9]

Kerentanan:

Selain pasien dengan kondisi klinis/penyakit berat berisiko terinfeksi MDR-GNB, terdapat pasien-pasien yang juga rentan terinfeksi MDR-GNB. Kondisi-kondisi yang menyebabkan kerentanan tersebut adalah:

  • Usia lanjut >70 tahun
  • Skor indeks Charlson >3 komorbid
  • Imunosupresi, contohnya pasien dengan transplantasi
  • Neutropenia, misalnya pada pasien kanker

  • Perburukan klinis yang cepat
  • Riwayat operasi dalam waktu 1 bulan[9]

Probabilitas:

Kemungkinan pasien untuk terinfeksi MDR-GNB juga meningkat apabila pasien mempunyai riwayat:

  • Penggunaan antibiotik golongan karbapenem dan/atau fluorokuinolon dalam >3 bulan
  • Dirawat inap ≥2 kali dalam setahun
  • Perjalanan/rawat inap dari wilayah/rumah sakit yang terjangkit wabah endemi[4-9]

Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Panduan WHO

Sehubungan dengan program penatagunaan antibiotik WHO AWaRe, pihak rumah sakit dan farmasi perlu menerapkan pengawasan menurut tiga grup antibiotik yakni grup Access, Watch, Reserve; dapat dilihat pada Tabel 1. Penggunaan terapi antibiotik empirik hendaknya menggunakan antibiotik yang termasuk dalam grup Access dan antibiotik di grup Watch secara terbatas.[7]

Sedangkan penggunaan antibiotik di golongan grup Reserve hanya digunakan pada infeksi yang terduga kuat diakibatkan oleh patogen MDR atau yang sudah terkonfirmasi dengan tes kultur dan suseptibilitas antibiotik. Pemberian antibiotik grup ini selalu menjadi opsi pilihan terakhir.[7]

Tabel 1. Contoh Antibiotik Berdasarkan Program Penatagunaan Antibiotik WHO AWaRe

Access

Amikacinamoksisilin, amoksisilin/klavulanat, ampicillinpenicillin benzathine, benzilpenisilin, cephalexincefazolinchloramphenicolclindamycin, kloksasilin, doxycyclinegentamicinmetronidazolenitrofurantoinpenicillin Vprocaine penicillin Gcotrimoxazole

Watch

Azithromycincefiximecefotaximeceftriaxone, ceftazidime, cefuroximeciprofloxacinmeropenem, piperacillin-tazobactamvancomycin

Reserve

Ceftazidime avibactam, colistin, fosfomycin, linezolid, meropenem+vaborbactam, plazomicin, polymyxin B

Sumber: World Health OrganizationAntimicrobial stewardship programmes in health-care facilities in low-and middle-income countries. WHO practical toolkit. 2019.[7]

Pemberian terapi empirik ini nantinya dapat disesuaikan lebih lanjut menurut identifikasi dan profil suseptibilitas antibiotik khusus dari patogen yang teridentifikasi. Adapun tes kultur dan tes suseptibilitas antibiotik hendaknya dilakukan sesegera mungkin, misalnya saat hari pertama masuk perawatan intensif, atau pada awal rawat inap pasien sakit berat yang mempunyai salah satu atau beberapa faktor risiko terkait patogen multidrug-resistant (MDR).[4-7]

Keterbatasan Antibiotik untuk Infeksi Bakteri Gram Negatif Multidrug-Resistant

Pilihan antibiotik untuk infeksi MDR-GNB saat ini meliputi terapi golongan baru inhibitor ß-lactam/ß-lactamase (BL-BLI) seperti ceftazidime/avibactam dan ceftolozane/tazobactam, serta antibiotik lain seperti polymyxin, aminoglikosida, tigecycline, karbapenem, fosfomycin, dan eravacycline.[10]

Polymyxin dan Aminoglikosida

Penggunaan antibiotik polymyxin seperti polymixin E dan polymyxin B, aminoglikosida seperti amikacin, gentamicintobramycin sering menjadi opsi terapi pada infeksi carbapenem-resistant Enterobacterales (CRE), carbapenem-resistant Acinetobacter baumannii (CRAB), dan carbapenem-resistant Pseudomonas aeruginosa (CRPA). Namun, terdapat penggunaan polymyxin  terbatas karena berisiko menyebabkan nefrotoksisitas, memiliki konsentrasi suboptimal pada kasus infeksi paru, serta meningkatnya kasus resistansi.[10-14]

Tigecycline

Meski tigecycline menunjukkan aktivitas bakteriostatik yang baik pada infeksi kulit dan jaringan kulit komplikata yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan infeksi intra-abdominal yang disebabkan oleh beberapa bakteri diantaranya Citrobacter freundiiEnterobacter cloacaeEscherichia coli (termasuk isolat yang memproduksi ESBL), antibiotik ini tidak efektif untuk infeksi CRPA*[28].

Selain itu, tigecycline hanya mencapai konsentrasi urin subterapeutik sehingga kurang optimal bila digunakan untuk kasus infeksi saluran kemih.[10,15].

*Untuk informasi patogen lengkap silahkan mengakses informasi produk lengkap

Karbapenem

Karbapenem saat ini masih menjadi antibiotik pilihan pertama pada terapi infeksi MDR-GNB. Namun, menurut laporan Global Antimicrobial Resistance and Use Surveillance System (GLASS) tahun 2022, terdapat peningkatan kasus resistansi dan peningkatan mortalitas secara global terkait penggunaannya.[10,16]

Inhibitor ß-lactam/ß-lactamase

Uji acak klinis TANGO-I dan TANGO-II telah menunjukkan noninferioritas meropenem/vaborbactam terhadap komparator aktif pada infeksi MDR-GNB yang disebabkan oleh patogen carbapenemase-producing CRE.

Namun, pada TANGO-II, peneliti tidak secara khusus meneliti manfaat meropenem/vaborbactam pada kasus HAP/VAP.  Uji TANGO-III yang meneliti peran antibiotik ini secara khusus pada populasi HAP/VAP pun ditarik. Manfaat meropenem/vaborbactam pada kasus HAP/VAP masih perlu diteliti lebih lanjut.[10,17,18]

Aktivitas In Vitro Ceftazidime Avibactam Terhadap Bakteri Gram Negatif Multidrug-Resistant

Tinjauan oleh Lagace-Wiens et al. tahun 2014 dan Sharma et al. tahun 2016 menemukan bahwa penambahan avibactam meningkatkan aktivitas ceftazidime secara signifikan terhadap bakteri Gram negatif yang memproduksi ß-lactamase seperti extended-spectrum β-lactamases (ESBL), AmpC β-lactamases, Klebsiella pneumoniae carbapenemase-producing Enterobacteriaceae (KPC), Pseudomonas aeruginosa multidrug-resistant.[19,20]

Namun, Lagace-Wiens et al. menemukan penambahan avibactam tidak meningkatkan efektivitas ceftazidime terhadap Acinetobacter spp, Burkholderia spp, dan sebagian besar bacillus Gram negatif anaerobik.[19]

Hasil Penelitian terkait Efikasi dan Keamanan Ceftazidime Avibactam

Beberapa studi telah meneliti manfaat ceftazidime avibactam untuk kasus infeksi dengan resistansi antibiotik. Daikos et al. tahun 2021 meninjau bahwa pemberian ceftazidime avibactam menghasilkan luaran klinis dan mikrobiologis yang setara dengan komparator aktif pada kasus cIAI, cUTI, dan HAP/VAP yang disebabkan oleh patogen MDR-P. aeruginosa.[21]

Hasil Studi RECLAIM

Hasil uji acak terkontrol buta ganda fase III RECLAIM-1 dan 2 di  menunjukkan bahwa kombinasi ceftazidime avibactam dengan metronidazole tidak inferior terhadap meropenem untuk tata laksana cIAI. Tidak ada perbedaan clinical cure rate yang signifikan antara dua kelompok studi, baik pada infeksi yang sensitif maupun resistan terhadap ceftazidime.[22]

Pada uji acak terkontrol buta ganda RECLAIM-3 yang dilakukan di Asia, kombinasi ceftazidime avibactam dengan metronidazole juga ditemukan tidak inferior dengan meropenem. Dalam uji yang menggunakan populasi clinically evaluable ini, clinical cure rate pada kunjungan test-of-cure (TOC) kelompok ceftazidime avibactam + metronidazole dengan meropenem adalah 93,8% vs 94%.[23]

Hasil studi-studi ini menunjukkan bahwa ceftazidime avibactam dengan metronidazole dapat menjadi salah satu pilihan terapi untuk infeksi cIAI baik yang sensitif maupun resistan terhadap ceftazidime. Dalam segi keamanan, hasil studi-studi RECLAIM menunjukkan bahwa adverse event kedua kelompok studi sebanding.[22,23]

Hasil Studi RECAPTURE

Uji acak terkontrol RECAPTURE membandingkan penggunaan ceftazidime avibactam dengan doripenem pada pasien dengan cUTI termasuk pielonefritis akut. Hasil studi menunjukkan bahwa ceftazidime avibactam tidak inferior terhadap doripenem dalam resolusi gejala cUTI pada hari ke-5 dan eradikasi mikroba pada TOC.

Kedua kelompok studi menunjukkan efikasi yang sebanding pada infeksi resistan ceftazidime. Selain itu, adverse event pada studi ini dilaporkan bersifat ringan-sedang dan sebanding antara kedua kelompok studi.[24]

Hasil Studi REPRISE

Studi acak terkontrol multisenter fase III REPRISE tahun 2016 melibatkan 333 pasien infeksi intraabdominal komplikata (cIAI) dan infeksi saluran kemih komplikata (cUTI) akibat infeksi ceftazidime-resistant Enterobacteriaceae atau P. aeruginosa.

Pada studi ini, ditemukan bahwa luaran clinical cure rate antar ceftazidime avibactam sebanding dengan best available therapy. Pemberian ceftazidime avibactam juga mempunyai toleransi dan efek samping yang serupa dengan komparatornya. Efek samping paling sering dilaporkan adalah gangguan gastrointestinal.[25]

Hasil Studi REPROVE

Uji REPROVE tahun 2015 juga menunjukkan bahwa manfaat ceftazidime avibactam tidak inferior terhadap meropenem pada pasien dengan infeksi pneumonia nosokomial/HAP termasuk VAP. Dalam studi ini, adverse event yang dilaporkan dalam penggunaan ceftazidime avibactam bersifat ringan-sedang dan sebanding dengan meropenem.[26]

Rekomendasi Penggunaan Ceftazidime Avibactam

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengesahkan penggunaan ceftazidime avibactam untuk terapi infeksi saluran kemih komplikata (cUTI) termasuk pielonefritisinfeksi intraabdominal komplikata (cIAI), hospital-acquired pneumonia (HAP) termasuk ventilator-associated pneumonia (VAP).

Penggunaannya juga sudah direkomendasikan oleh Infectious Disease Society of America (IDSA) dan European Society of Clinical Microbiology and Infectious Disease (ESCMID).[4,5,10,27]

Kesimpulan

Kasus infeksi oleh bakteri Gram negatif yang multidrug-resistant (MDR-GNB) merupakan tantangan dan prioritas penanganan bagi klinisi. Dalam penanganan kasus infeksi di setting klinis, pemberian antibiotik dan pengawasan terhadap antibiotik perlu dilakukan didasarkan atas program penatagunaan antibiotik WHO AWaRe.

Ceftazidime avibactam merupakan antibiotik golongan inhibitor ß-lactam/ß-lactamase  (BL-BLI) yang sudah tersedia di Indonesia, menjadi salah satu solusi dalam penanganan pasien critically ill akibat cUTI, cIAI, HAP, dan VAP oleh infeksi bakteri penghasil extended-spectrum β-lactamases (ESBL) dan Pseudomonas aeruginosa yang resistan terhadap ceftazidime.

Dalam pencegahan terjadinya resistansi, penggunaan antibiotik ini sebagai terapi empiris hendaknya didasarkan pada surveilans pola mikroba dan uji suseptibilitas antibiotik.

Referensi