Biomarker-Guided Antibiotic Duration for Hospitalized Patients with Suspected Sepsis: The ADAPT-Sepsis Randomized Clinical Trial
Dark P, Hossain A, McAuley DF, et al; ADAPT-Sepsis Collaborators. Biomarker-Guided Antibiotic Duration for Hospitalized Patients With Suspected Sepsis: The ADAPT-Sepsis Randomized Clinical Trial. The Journal of the American Medical Association. 2025 Feb 25;333(8):682-693. PMID: 39652885.
Abstrak
Latar Belakang: Untuk pasien dewasa yang mengalami sakit kritis dan dirawat di rumah sakit dengan dugaan sepsis, protokol pemantauan procalcitonin (PCT) dan C-reactive protein (CRP) dapat memandu durasi terapi antibiotik. Namun, bukti mengenai dampak dan keamanan dari protokol ini masih belum meyakinkan.
Tujuan: Untuk mengevaluasi apakah CRP atau PCT dapat dengan aman memandu pengurangan durasi terapi antibiotik.
Desain dan Partisipan: Uji klinis acak terkontrol dengan intervensi tersembunyi yang dilakukan secara multisenter. Uji klinis ini melibatkan 2.760 orang dewasa (≥ 18 tahun) di 41 unit perawatan intensif NHS Inggris, yang membutuhkan perawatan kritis dalam waktu 24 jam setelah memulai antibiotik intravena untuk dugaan sepsis dan mungkin akan tetap menggunakan antibiotik setidaknya selama 72 jam.
Intervensi: Dari Januari 2018 hingga Juni 2024, 918 pasien dikelompokkan ke protokol harian yang dipandu PCT, 924 dikelompokkan ke protokol harian yang dipandu CRP, dan 918 dikelompokkan ke perawatan standar.
Luaran Utama: Luaran utama adalah total durasi antibiotik (efektivitas) dan mortalitas semua-sebab (keamanan) hingga 28 hari. Luaran sekunder adalah data unit perawatan kritis dan data lama rawat inap. Mortalitas semua-sebab 90 hari turut dievaluasi.
Hasil: Di antara pasien yang menjalani randomisasi (rerata usia 60,2 [SD 15,4] tahun; 60% laki-laki), terdapat penurunan signifikan durasi antibiotik sejak awal pengacakan hingga 28 hari bagi mereka yang menggunakan protokol harian yang dipandu PCT dibandingkan dengan perawatan standar (rerata durasi 10,7 [7,6] hari untuk perawatan standar dan 9,8 [7,2] hari untuk PCT; mean difference [MD], 0,88 hari; 95% Confidence Interval [CI], 0,19 hingga 1,58, P=0,01).
Untuk kematian semua-sebab hingga 28 hari, protokol harian yang dipandu oleh PCT tampak noninferior dibandingkan perawatan standar (margin noninferioritas ditetapkan pada 5,4%): 19,4% [170 dari 878] pada perawatan standar vs 20,9% [184 dari 879] pada PCT dengan absolute difference 1,5 [95% CI, -2,18 hingga 5,32], P=0,02).
Tidak ada perbedaan yang ditemukan dalam durasi antibiotik untuk perawatan standar vs protokol harian yang dipandu CRP (rerata durasi 10,6 [7,7] hari untuk CRP; MD 0,09; 95% CI, -0,60 hingga 0,79, P=0,79). Untuk mortalitas semua-sebab, protokol harian yang dipandu CRP tidak meyakinkan jika dibandingkan perawatan standar (21,1% [184/874] pada CRP; absolute difference 1,7; [95% CI, -2,07 hingga 5,45], P=0,03).
Kesimpulan dan Relevansi: Protokol PCT dapat mengurangi durasi antibiotik dengan aman jika dibandingkan dengan perawatan standar, sedangkan protokol CRP tidak. Dampak protokol CRP terhadap mortalitas semua-sebab belum meyakinkan.
Ulasan Alomedika
Optimalisasi durasi antibiotik membantu mengurangi pengobatan berlebih, membatasi efek yang tidak diinginkan, dan menjaga efektivitas antibiotik dengan meminimalkan resistansi. Durasi optimal pengobatan antibiotik untuk sepsis belum pasti. Keputusan untuk menghentikan terapi biasanya dibantu oleh panduan nilai biomarker inflamasi seperti CRP dan PCT.
Penghentian yang dipandu oleh biomarker, terutama dengan PCT, telah menunjukkan pengurangan durasi antibiotik yang aman. Namun, bukti-bukti yang ada dinilai masih memiliki kualitas yang rendah, sehingga rekomendasi mengenai penghentian antibiotik yang dipandu oleh PCT masih lemah. Bahkan, belum ada konsensus untuk CRP.
Ulasan Metode Penelitian
Studi ini merupakan uji coba terkontrol acak multisenter, intervensi tersamar, yang dilakukan di 41 unit perawatan intensif NHS di Inggris. Pasien secara acak dimasukkan ke salah satu dari tiga kelompok dengan rasio 1:1:1 yakni protokol harian yang dipandu PCT, protokol harian yang dipandu CRP, atau perawatan standar. Penyamaran alokasi dilakukan melalui sistem berbasis web terpusat.
Kriteria inklusi adalah pasien dewasa (≥18 tahun) yang dirawat inap di unit perawatan intensif, sedang dalam waktu 24 jam setelah memulai antibiotik intravena untuk dugaan sepsis, dan diperkirakan akan tetap menggunakan antibiotik setidaknya selama 72 jam. Dugaan sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ akut yang terkait dengan dugaan infeksi.
Kriteria eksklusi meliputi pasien yang perlu terapi antibiotik berkepanjangan (>21 hari), immunocompromised parah karena penyebab selain sepsis, diduga perlu penghambat reseptor IL-6, memiliki pengobatan sepsis yang kemungkinan akan berhenti dalam 24 jam karena kesia-siaan, menolak persetujuan, atau pernah terdaftar dalam uji coba ini sebelumnya. Luaran primer dan sekunder sesuai dengan yang telah disebutkan pada abstrak.
Analisis studi ini mengikuti pendekatan intention to treat. Linear mixed effect regression models yang disesuaikan menurut usia, jenis kelamin, dan faktor stratifikasi diterapkan untuk menilai luaran primer efektivitas (durasi antibiotik).
Turut dilakukan pula analisis sensitivitas yang meliputi analisis per-protokol, analisis complier average causal effect (CACE), analisis imputasi untuk durasi pengobatan antibiotik yang hilang, dan uji rasio kemenangan Pocock untuk menilai competing risks of death. Durasi total terapi antibiotik ditampilkan menggunakan kurva Kaplan-Meier. Probabilitas Bayesian juga dilaporkan.
Aspek keamanan primer (mortalitas semua-sebab) dinilai dengan menggunakan mixed effect logistic regression model. Luaran sekunder dianalisis juga dengan mixed effects linear and logistic regression models. Untuk luaran kategorikal, perbedaan absolut dan relatif dilaporkan. Metode bootstrapping diterapkan untuk mengevaluasi standard error bagi CI. Noninferioritas ditetapkan menurut 5,4% safety margin (1-sided significance level 2,5%), dengan asumsi mortalitas semua-sebab 28 hari sebesar 15% pada kedua kelompok yang dibandingkan.
Ulasan Hasil Penelitian
Pada pasien dewasa sakit kritis yang dirawat inap dengan dugaan sepsis, protokol harian yang dipandu oleh PCT terbukti aman dan secara signifikan dapat mengurangi durasi antibiotik total jika dibandingkan dengan protokol perawatan standar. Namun, hal yang sama tidak terbukti untuk protokol yang dipandu oleh CRP. Noninferioritas kematian semua-sebab 28 hari terpenuhi untuk protokol harian yang dipandu oleh PCT.
Dalam hal keamanan, mortalitas semua sebab hingga 28 hari tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik antara ketiga kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa intervensi yang dipandu biomarker tidak meningkatkan risiko kematian pasien.
Luaran sekunder menunjukkan bahwa durasi antibiotik untuk periode sepsis awal berkurang secara signifikan oleh protokol panduan PCT harian dan panduan CRP harian, di mana pengurangan yang lebih besar ditemukan pada protokol PCT.
Kelebihan Penelitian
Kelebihan studi ini terletak pada penggunaan metode acak terkontrol dan multisenter, dengan strategi penyamaran yang baik untuk meminimalkan risiko bias dalam menguji protokol yang dipandu oleh biomarker. Mayoritas populasi studi ini sudah memenuhi kriteria Sepsis-3.
Hasil studi ini menyediakan data berkualitas tinggi yang dibutuhkan untuk mengevaluasi dua tujuan penting dalam penatalaksanaan sepsis, yakni durasi total antibiotik yang dibutuhkan (efektivitas) dan mortalitas semua sebab hingga 28 hari (keselamatan). Selain itu, biomarker yang digunakan adalah biomarker yang sudah didukung oleh banyak bukti klinis sebelumnya yang berkaitan dengan tata kelola sepsis.
Limitasi Penelitian
Ada sejumlah limitasi dalam studi ini. Pertama, penerapan strategi penyamaran (concealment) berpotensi membuat dokter di kelompok perawatan standar menunda penghentian antibiotik sambil menunggu indikasi penghentian. Meski demikian, durasi antibiotik perawatan standar di studi ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata perawatan standar yang dilaporkan dari uji coba biomarker label terbuka.
Strategi concealment juga berpotensi menyebabkan “kontaminasi” protokol perawatan standar dengan protokol yang dipandu biomarker karena dilakukan pada lingkungan yang sama.
Kedua, tidak dilakukan penyesuaian statistik pada analisis perbandingan berpasangan antar kelompok. Namun, peneliti menyatakan bahwa saat peneliti melakukan koreksi atau penyesuaian tersebut secara retrospektif (menggunakan koreksi Bonferroni untuk dua tes dengan nilai p 0,025), kesimpulan studi ini tetap tidak berubah. Limitasi lain adalah penelitian ini dilakukan di negara berpenghasilan tinggi, sehingga membatasi generalisir protokol penelitian di negara-negara dengan sumber daya rendah.
Aplikasi Hasil Penelitian Di Indonesia
Hasil penelitian ini mungkin belum bisa diterapkan secara luas di Indonesia mengingat keterbatasan sumber daya di sistem kesehatan negara untuk mengakomodasi biaya pemantauan biomarker terkait.
Selain itu, penerapan kriteria SEPSIS-3 dalam studi ini berbeda dengan kriteria sepsis di Indonesia, yakni kriteria Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) score. Meski demikian, data studi ini dapat menjadi landasan bagi penerapan pedoman berbasis bukti untuk mengurangi durasi antibiotik dalam terapi sepsis dan meminimalkan angka resistansi antimikroba di negara kita.