Adiksi Internet Lebih Rentan pada Pasien ADHD

Oleh :
dr. Soeklola SpKJ MSi

Beberapa studi mengindikasikan bahwa internet addiction atau adiksi internet lebih rentan dialami oleh pasien dengan Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Adiksi internet didefinisikan sebagai adanya aktivitas mental yang berlebih, tidak terkontrol, dan berbahaya yang terkait dengan penggunaan internet. Adiksi internet ditandai dengan meningkatnya waktu menggunakan internet lebih lama dibandingkan yang dikehendaki, terdapat iritabilitas dan kegelisahan saat terjadi periode pengurangan penggunaan internet, serta terdapat gangguan fungsional akibat penggunaan internet berlebihan.[1-7]

Pada saat menggunakan internet, kita dapat melakukan banyak aktivitas di saat yang bersamaan dan umumnya akan mendapat reward yang cepat. Kondisi inilah yang diduga disenangi oleh pasien ADHD dan membuat mereka lebih rentan mengalami adiksi internet.[6]

Portrait,Of,Asian,Boy,Gamer,Playing,Games,On,Computer,In

Kriteria Diagnosis Adiksi Internet

Adiksi internet meliputi berbagai aktivitas yang dapat dilakukan menggunakan internet, seperti percakapan, belanja, blogging, judi daring, ataupun bermain game.[3]

Adiksi internet dapat didiagnosis pada pasien yang mengalami penggunaan berlebihan dari internet untuk tujuan rekreasional selama lebih dari 6 bulan dan memenuhi 5 atau lebih dari kriteria berikut:

  • Preokupasi terhadap internet
  • Menghabiskan lebih banyak waktu untuk daring agar dapat mencapai kepuasan.
  • Tidak berhasilnya usaha untuk menurunkan atau berhenti dari penggunaan internet.
  • Mengalami mood yang negative, seperti iritabilitas, terkait dengan usaha untuk menurunkan atau berhenti dari penggunaan internet.
  • Menggunakan internet lebih dari periode yang direncanakan.
  • Terdapat dampak negatif yang meliputi kehidupan di sekolah, pekerjaan, atau hubungan sosial lain.
  • Menutupi penggunaan internet yang berlebihan
  • Menggunakan internet untuk mengatasi masalah atau mood yang negatif[2]

Internet Gaming Disorder

Adiksi internet kadang tidak dapat dipisahkan dari internet gaming disorder (IGD) atau kecanduan game daring. Namun, konsep diagnosis internet gaming disorder masih penuh perdebatan. Perdebatan terutama karena sebagian ahli menganggap bahwa gejala klinis yang ditampilkan tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk konsep adiksi. Selain itu, biasanya game juga digunakan sebagai strategi untuk menghadapi masalah kehidupan atau adanya gangguan mental lain yang mendasari.[3,7]

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders: Fifth Edition (DSM-5):

Menurut DSM-5, internet gaming disorder dapat dijabarkan sebagai adanya disfungsi dari perilaku game daring yang ditandai dengan adanya minimal 5 dari gejala berikut:

  • Preokupasi terhadap game daring
  • Penarikan diri akibat memainkan game daring
  • Kegagalan untuk mengurangi atau berhenti
  • Hilang minat pada kegiatan yang sebelumnya menyenangkan
  • Tetap memainkan game walaupun terdapat konsekuensi negatif pada kehidupan
  • Berbohong tentang waktu yang dihabiskan untuk bermain game
  • Menggunakan game untuk menghadapi permasalahan
  • Terdapat dampak negatif dari bermain game terhadap pekerjaan dan hubungan sosial[2,8]

11th Revision of the International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD-11):

Menurut ICD-11, gaming disorder dapat dikategorikan sebagai perilaku disfungsi dari bermain game, baik secara daring atau luring. Kondisi ini ditandai dengan ketidakmampuan untuk mengontrol keinginan bermain game, memprioritaskan bermain game dibanding aktivitas lain, dan terdapat persistensi atau eksaserbasi perilaku bermain game walaupun terdapat konsekuensi negatif.[2]

Penelitian Mengenai Hubungan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dengan Adiksi Internet

Terdapat studi yang menunjukkan bahwa 14% hingga 21,7% individu yang didiagnosis mengalami adiksi internet memiliki komorbiditas attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Individu dengan adiksi internet juga telah dilaporkan memiliki risiko sebesar 2,5 kali lebih tinggi untuk didiagnosis ADHD. Selain itu, Risiko mengalami internet gaming disorder pada penderita ADHD juga dilaporkan 3 kali lebih tinggi.[5,8]

Meta analisis (2017) yang mengevaluasi hasil dari 2 kohort dan 13 studi potong lintang menunjukkan adanya asosiasi moderat antara adiksi internet dengan ADHD. Individu dengan adiksi internet dikaitkan dengan gejala ADHD yang lebih parah, termasuk skor gejala total, skor kurangnya perhatian, dan skor hiperaktif/impulsif.[10]

Dalam sebuah studi lain (2018) yang melibatkan 111 pasien ADHD berusia 12-18 tahun, dilaporkan bahwa internet addiction scale (IAS) secara signifikan lebih tinggi pada pasien ADHD dibandingkan kontrol. Studi ini juga menemukan bahwa skor depresi lebih tinggi secara signifikan pada pasien ADHD, dengan skor penghargaan diri yang secara signifikan lebih rendah.[6]

Pengaruh Attention Deficit Hyperactivity Disorder Terhadap Prognosis Adiksi Internet

Terdapat penelitian kohort (2021) yang dilakukan untuk melihat prognosis penderita internet gaming disorder yang memiliki atau tidak memiliki komorbiditas ADHD. Penelitian ini melibatkan peserta berusia 11 hingga 42 tahun dengan jumlah kontrol 128 pasien internet gaming disorder tanpa komorbiditas dan 127 pasien internet gaming disorder dengan komorbiditas ADHD.

Dalam kohort ini, dilaporkan bahwa tingkat kesembuhan internet gaming disorder setelah pengamatan 3 tahun sebesar 93% pada grup tanpa komorbiditas ADHD dan sebesar 60% pada grup dengan komorbiditas ADHD. Hal ini menunjukkan bahwa pasien dengan komorbiditas ADHD memiliki prognosis yang lebih buruk. Selain tingkat kesembuhan yang lebih rendah pada komorbiditas ADHD, tampak pula tingkat rekurensi yang lebih sering selama 1 tahun pengamatan dan disertai gejala internet gaming disorder yang lebih berat.[7]

Mekanisme Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dan Adiksi Internet

Hingga saat ini mekanisme kausalitas yang mendasari kerentanan adiksi internet pada penderita ADHD belum diketahui secara pasti.[4,5] Selain gejala disinhibisi dan keinginan mencapai reward segera, terdapat beberapa faktor yang dianggap memicu kerentanan tersebut, seperti kebosanan, pola asuh, dan ketidakmampuan mentoleransi frustasi.[3-5,8]

Kaitan Kebosanan dengan Kerentanan Terjadinya Adiksi Internet pada Penderita ADHD

Kebosanan diidentifikasi sebagai salah satu penyebab tersering dari adiksi zat, pencetus penggunaan internet yang berlebihan, adiksi internet, dan hendaya fungsional terkait internet.[4] Berkaitan dengan itu, kerentanan mengalami tingkat kebosanan tinggi merupakan salah satu gejala utama dari penderita ADHD.[4,9] Demikian sebaliknya, hasil pengukuran tes kognitif pada orang dewasa dengan tingkat kebosanan yang tinggi cenderung menunjukkan kemampuan mempertahankan atensi yang rendah disertai dengan peningkatan gejala ADHD.[4]

Hipotesis utama dari kaitan antara gejala mudah bosan dan perlunya pemuasan segera pada penderita ADHD terhadap terjadinya adiksi internet, adalah karena internet dapat memberikan respons cepat, pemuasan segera, dan tampilan dengan berbagai aktivitas berbeda yang mampu menurunkan kebosanan.[4,5,9] Selain itu, ada beberapa kondisi tertentu yang meningkatkan risiko kerentanan mengalami kebosanan maupun adiksi internet pada penderita ADHD, antara lain kepribadian dengan karakteristik mencari sensasi, orang tua dengan status sosioekonomi rendah, dan komorbiditas depresi atau kecemasan.[4]

Kaitan Pola Asuh terhadap Kerentanan Adiksi Internet pada Penderita ADHD

Beberapa penelitian memasukkan faktor pola asuh penderita ADHD terhadap kerentanan terjadinya adiksi internet. Okupasi status sosial ekonomi (SES) seseorang dikatakan berhubungan dengan pengetahuan dan kemampuan memberikan pola asuh yang sesuai. Beberapa penelitian menunjukkan semakin rendah okupasi SES maka semakin rendah pengetahuan orang tua, khususnya ibu atau pelaku rawat utama, terhadap komputer dan internet. Pelaku rawat yang memiliki pengetahuan yang rendah terhadap komputer dan internet akan cenderung memiliki kapasitas yang rendah dalam mengawasi dan mengontrol penggunaan internet anaknya.[4,5]

Peran Kerentanan Terhadap Frustasi pada Terjadinya Adiksi Internet

Intoleransi terhadap frustasi berkaitan dengan kesulitan melakukan kontrol diri dan peningkatan risiko berkembangnya adiksi internet.[3,8] Penderita ADHD lebih cenderung mengalami intoleransi terhadap frustasi yang lebih tinggi. Intoleransi frustasi juga dianggap sebagai prediktor terjadinya adiksi internet pada penderita ADHD. Adapun yang dianggap sebagai sumber frustasi pada penderita ADHD antara lain gejala yang dialami, kesulitan melakukan hubungan interpersonal, dan penundaan reward atau pemuasan segera.[5]

Pelepasan dopamin selama bermain game, membuat pemainnya lebih mudah fokus dan mendapatkan performa yang lebih baik. Hal ini dianggap penderita ADHD sebagai pencapaian dari kegagalan di dunia nyata dan dapat menjadi cara mudah mendapatkan reward secara cepat. Game juga digunakan untuk mengkompensasi frustasi dalam hidup, serta sebagai strategi koping untuk lepas dari ketegangan.[3,5,8] Selain itu, penderita ADHD merasa di dunia maya mereka lebih mudah direspons dan mengembangkan relasi interpersonal.[5,8]

Kesimpulan

Berbagai hasil penelitian observasional menunjukkan bahwa penderita Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) lebih rentan mengalami adiksi internet. Meskipun hubungan kausalitasnya belum dibuktikan, dokter perlu mewaspadai adiksi internet dan ADHD karena keberadaan kedua kondisi ini telah dilaporkan dapat memperburuk luaran pasien, termasuk kemungkinan kekambuhan dan keparahan gejala.

 

Penulisan pertama oleh: dr. Hunied Kautsar

Referensi