Komplikasi Amniocentesis
Komplikasi amnicosentesis (amniosentesis) dapat terjadi pada ibu dan janin. Jindal dan Chaudhary (2020) menuliskan 86,0% pasien yang menjalani amniosentesis bebas dari komplikasi. Risiko komplikasi meningkat jika penusukan dilakukan sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu prosedur. Sedangkan, risiko komplikasi akan menurun jika dilaksanakan oleh operator yang berpengalaman.[15-17]
Komplikasi yang paling umum terjadi adalah keram pada perut dan perdarahan fetomaternal. Komplikasi fatal seperti keguguran diperkirakan mencapai 1 dari 100 pasien. Sebagian besar kasus keguguran terjadi dalam 3 hari pascaprodesur. Pada beberapa kasus, keguguran dapat terjadi dalam 2 minggu pascaprodesur. Komplikasi amniosentesis dapat dibagi menjadi fetal loss akibat amniosentesis, fetal trauma akibat amniosentesis, risiko abortus pasca amniosentesis, dan infeksi menular pasca amniosentesis.[1-4,13-18]
Fetal Loss Akibat Amniosentesis
Tabor Et al (2009), Denmark melaporkan penelitian yang dilakukan pada lebih dari 32.000 wanita hamil yang menjalani amniosentesis dalam periode 11 tahun. Data tersebut melaporkan bahwa secara keseluruhan tingkat kematian janin yang disebabkan oleh prosedur ini adalah 1,4%. Berdasarkan studi retrospektif oleh Jumaat Et al (2019) amniosentesis merupakan prosedur invasive yang dapat dikatakan aman. Dari 114 pasien yang menjalani prosedur amniosentesis menunjukkan bahwa 85,96% pasien bebas dari komplikasi. Namun, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan seperti penelitian yang bersifat retrospektif, kemungkinan data yang hilang dan ukuran sampel yang kecil.[1-3]
Data Tabor Et al (1986) yang berlangsung selama dua puluh datuh melaporkan 1% peningkatan kematian janin dari wanita hamil yang menjalani amniosentesis. Hasil penelitian tersebut dikonfirmasikan pada tahun 2006 oleh Caughey Et al yang menyatakan penurunan risiko tingkat kematian janin menjadi 0,86%, pada tahun 1998–2003. Pada tahun 2008, studi Obidibo Et al melaporkan penurunan risiko tingkat kematian janin menjadi 0,13%. Data ini didapatkan dari 11.000 wanita hamil yang menjalani amniosentesis dalam periode waktu 16 tahun. Walaupun prosedur amniosentesis tergolong aman, kematian janin yang disebabkan oleh prosedur ini merupakan komplikasi fatal yang harus dihindari.[1-3]
Fetal Trauma Akibat Amniocentesis
Terjadinya komplikasi trauma janin yang diakibatkan oleh prosedur amniosentesis tergolong rendah. Komplikasi trauma pada janin termasuk cedera pada organ vital janin, cedera okuler dan kulit. Risiko cedera dapat dihindari dengan melakukan prosedur amniosentesis dibawah panduan ultrasound. Pada kasus oligohidramnion komplikasi seperti cedera pada organ vital janin meningkat. Risiko talipes equinovarus lebih tinggi jika amniosentesis dilakukan pada usai kehamilan dini dan meningkat bila ada kebocoran cairan ketuban.[1-4]
Risiko Abortus Pasca Amniocentesis
Risiko keguguran dan persalinan prematur jarang terjadi. Jenkins Et al (2004) mencatat 1 dari 200 ibu yang menjalani prosedur amniosentesis mengalami keguguran. Namun, laporan terbaru dari American College of Obstetricians and Gynecologists’ Committee on Practice Bulletins (2019) melaporkan risiko menjadi 1 dari 900. Risiko kecil lainnya seperti kram, pendarahan pervagina dapat dialami oleh ibu setelah prosedur. Bradikardi pada janin juga dapat ditemukan. Meskipun risikonya relatif kecil, edukasi yang memadai dapat membantu mempersiapkan dan mencegah kecemasan pada ibu hamil.[13-18]
Infeksi Menular Pasca Amniocentesis
Salah satu komplikasi amniosentesis lainya adalah kebocoran air ketuban yang mungkin terjadi selama atau setelah prosedur. Jumlah kebocoran air ketuban mungkin sedikit dan biasanya berhenti dalam waktu satu minggu dan dalam kasus yang jarang terjadi, air ketuban bocor secara terus menerus. Pemantauan ibu dan janin dibutuhkan setelah prosedur selesai. Wanita hamil yang mengalami kebocoran air ketuban memiliki risiko infeksi kantong ketuban dan kelahiran prematur. Pernah dilaporkan kasus chorioamnionitis pasca amniocentesis.[1-4]