Coronavirus disease 2019 and first-trimester spontaneous abortion: a case-control study of 225 pregnant patients
Cosma S, Carosso AR, Cusato J, et al. Coronavirus disease 2019 and first trimester spontaneous abortion: a case-control study of 225 pregnant patients. Am J Obstet Gynecol 2021;224:391.e1-7. doi: 10.1016/j.ajog.2020.10.005. Epub 2020 Oct 8
Abstrak
Latar Belakang: Penyakit yang disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 yang dinamakan coronavirus disease 2019 diklasifikasikan sebagai kegawatan kesehatan masyarakat secara global. Bukti yang berkaitan dengan dampak COVID-19 pada kehamilan terbatas pada trimester kedua dan ketiga kehamilan, sedangkan data mengenai trimester pertama masih terbatas. Banyak infeksi virus yang dapat membahayakan janin saat trimester pertama kehamilan dan belum diketahui apakah SARS-CoV-2 merupakan salah satunya.
Tujuan: Mengevaluasi infeksi SARS-CoV-2 sebagai faktor risiko keguguran pada trimester pertama kehamilan. Selain itu, luaran COVID-19 pada trimester pertama juga ditelaah.
Metodologi: Sebuah studi kasus kontrol dilakukan antara tanggal 22 Februari dan 21 Mei 2020 di S. Anna Hospital, Turin, pada pasien hamil trimester pertama, yang dicocokkan pada tanggal menstruasi terakhir. Insidens kumulatif COVID-19 dibandingkan antara wanita dengan abortus spontan (kelompok kasus, n=100) dan wanita dengan kehamilan yang masih berlangsung (kelompok kontrol, n=125). Infeksi baru atau lama ditentukan melalui deteksi SARS-CoV-2 melalui sampel swab nasofaring dan antibodi IgG dan IgM SARS-CoV-2 dari sampel darah. Demografi pasien, gejala terkait COVID-19, dan faktor risiko utama mengalami abortus dikumpulkan.
Hasil: Dari 225 wanita, 23 (10,2%) orang memiliki hasil pemeriksaan positif untuk SARS-CoV-2. Tidak ada perbedaan insidens kumulatif COVID-19 antara kelompok kasus (11/100, 11%) dan kontrol (12/125, 9,6%), p =0,73. Analisis regresi logistik mengonfirmasi bahwa COVID-19 bukan prediktor independen terhadap keguguran pada awal kehamilan (odds ratio, 1,28; interval kepercayaan 0,53-3,08).
Gejala terkait COVID-19 pada trimester pertama meliputi demam, anosmia, ageusia, batuk, atralgia, dan diare; tidak terdapat kasus pneumonia maupun perawatan rumah sakit akibat gejala terkait COVID-19. Tidak ada perbedaan antara kejadian gejala yang diamati antara 2 kelompok.
Kesimpulan: Infeksi SARS-CoV-2 pada kehamilan trimester pertama tidak tampak sebagai faktor predisposisi dari keguguran pada awal kehamilan; insidens kumulatifnya tidak berbeda antara wanita dengan abortus spontan dengan wanita dalam kondisi hamil. COVID-19 terlihat tidak berpengaruh terhadap luaran maternal pada awal kehamilan dan temuan tersebut konsisten dengan hasil observasi pada trimester kedua dan ketiga kehamilan.
Ulasan Alomedika
Tujuan dari studi ini adalah untuk mengevaluasi dampak COVID-19 terhadap kejadian keguguran dalam trimester pertama kehamilan. Tujuan ini dicapai dengan membandingkan insidens kumulatif infeksi SARS-CoV-2 pada wanita yang mengalami abortus spontan pada trimester pertama dan pasien wanita yang hamil pada usia kehamilan 12 minggu.
Studi ini dilakukan karena studi pada pasien hamil dengan COVID-19 lebih banyak yang melaporkan luaran pada trimester kedua dan ketiga. Sementara itu, belum diketahui luaran maternal, luaran obstetri, serta risiko keguguran pada awal kehamilan pasien hamil yang menderita COVID-19 pada trimester pertama.
Ulasan Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan desain kasus-kontrol terhadap pasien yang mengalami keguguran pada 13 minggu pertama kehamilan (kelompok kasus) dan dibandingkan dengan wanita dengan usia kehamilan 12 minggu (kelompok kontrol). Setiap pasien dalam masing-masing kelompok penelitian mendapatkan perlakuan sama, termasuk pemeriksaan antibodi nonpenetral dan swab PCR SARS-CoV-2.
Penggunaan kedua metode pemeriksaan ini sangat membantu penegakan diagnosis sehingga risiko misdiagnosis akibat mengandalkan salah satu pemeriksaan (antibodi atau PCR saja) sangat kecil. Di sisi lain, pemeriksaan pregnancy-associated plasma protein-A (PAPP-A) dan beta human chorionic gonadotropin (â-hCG) yang dikombinasikan dengan pengukuran translusensi nukal meningkatkan akurasi asesmen kehamilan risiko tinggi.
Walaupun demikian, seropositivitas pada kelompok kasus dalam studi ini tetap didasarkan pada hari pertama haid terakhir sebelum tanggal pelaporan kasus COVID-19 pertama di kota tempat penelitian dilakukan (22 Februari 2020). Hal ini secara tidak langsung mempersempit durasi pengumpulan sampel hingga 21 Mei untuk memastikan bahwa seluruh partisipan yang direkrut berada dalam rentang usia kehamilan di bawah 13 minggu, sesuai tujuan utama penelitian.
Ulasan Hasil Penelitian
Luaran utama dari penelitian ini adalah terjadinya abortus spontan pada pasien hamil yang sehat dan menderita COVID-19 pada kehamilan trimester pertama. Selain perbedaan rerata usia partisipan (35,5 vs 33,7), karakteristik dasar antara kelompok kasus dan kontrol tidak menunjukkan perbedaan bermakna. Secara umum, tingkat kehadiran partisipan dalam menyelesaikan seluruh rangkaian penelitian dan insidens kumulatif COVID-19 pada kelompok kasus dan kontrol tidak berbeda secara signifikan. Analisis lanjutan mengisyaratkan bahwa COVID-19 bukan prediktor independen abortus spontan pada kehamilan trimester pertama (OR 1,282; 95%CI 0,53-3,08). Selain itu, rerata titer antibodi penetral dan non penetral SARS-CoV-2 pada kedua kelompok juga tidak berbeda bermakna.
Sebanyak 12 dari 23 pasien yang didiagnosis dengan COVID-19 melaporkan adanya gejala dengan tingkat kejadian yang bervariasi, namun tidak terdapat perbedaan bermakna insidensi gejala pada kelompok kasus vs kontrol. Tidak ada pasien COVID-19 dalam penelitian ini yang menunjukkan gejala pneumonia atau dirawat karena gejala COVID-19. Hal ini mengisyaratkan bahwa seluruh partisipan dalam penelitian ini kemungkinan memiliki gejala ringan atau bahkan tidak bergejala sama sekali. Walaupun anggota keluarga coronavirus lain seperti SARS-CoV dan MERS dilaporkan berkaitan dengan peningkatan risiko abortus spontan pada trimester pertama, hasil ini penelitian tampaknya tidak mendukung adanya bukti dampak infeksi SARS-CoV-2 terhadap peningkatan risiko keguguran di trimester pertama kehamilan.
Kelebihan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa kelebihan yang merefleksikan situasi pelayanan dunia nyata di negara maju. Pertama, penelitian mampu mengikutsertakan pasien hamil yang terkonfirmasi COVID-19 melalui dua pemeriksaan yang berbeda, yaitu pemeriksaan antibodi (IgG dan IgM SARS-CoV-2) dengan menggunakan sampel darah dan pemeriksaan RT-PCR dengan menggunakan sampel swab nasofaring. Dilakukannya kedua pemeriksaan tersebut pada pasien memastikan COVID-19 yang sedang berlangsung maupun yang sudah lampau.
Kedua, perekrutan dalam waktu yang relatif singkat dapat mencapai jumlah partisipan yang cukup untuk mendukung analisis sesuai tujuan utama penelitian. Hal ini juga didorong oleh program deteksi kehamilan risiko tinggi yang lazim ditemukan di Eropa Barat.
Ketiga, tidak terdapatnya perbedaan bermakna antara kelompok yang hamil dengan yang mengalami abortus spontan memungkinkan agar hasil penelitian ini dapat diaplikasikan pada populasi yang lebih besar.
Limitasi Penelitian
Keterbatasan penelitian ini mencakup kemungkinan bias dalam pemilihan atau perekrutan partisipan untuk penelitian karena dilakukan pada fasilitas kesehatan dengan angka kunjungan yang tinggi. Pada pasien yang mengalami abortus spontan, tidak dievaluasi penyebab lain yang dapat menyebabkan abortus spontan, seperti kelainan kromosom.
Selain itu, tidak dapat dilakukannya perhitungan secara akurat antara waktu terinfeksi dengan kejadian abortus spontan menyebabkan tidak diketahuinya dampak infeksi terhadap keguguran dengan lebih jelas atau pasti. Pada penelitian ini tidak dilakukan perhitungan besar sampel sebelum penelitian ini dilakukan.
Keterbatasan ini kemungkinan menurunkan kekuatan (power) penelitian untuk diaplikasikan ke dalam populasi. Namun, perhitungan besar sampel tidak dilakukan karena belum diketahuinya prevalensi COVID-19 saat penelitian dilakukan. Selain itu, hasil dari penelitian ini dapat menjadi gambaran awal luaran pasien hamil dengan COVID-19 sebagai dapat dijadikan bahan pertimbangan dan evaluasi untuk merencanakan studi serupa dengan besar sampel yang lebih besar.
Pada penelitian ini, pasien diperiksa RT-PCR dari sampel nasofaring, sementara telah diketahui bahwa sebaiknya digunakan sampel nasofaring dan orofaring untuk meningkatkan sensitivitas pemeriksaan RT-PCR dalam mendeteksi infeksi SARS-CoV-2.
Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah data demografi, kriteria gejala klinis terkait COVID-19, serta adanya kemungkinan kontak dengan pasien COVID-19 yang dikumpulkan saat wawancara. Faktor tersebut dapat menyebabkan bias yang dapat berdampak terhadap data yang didapatkan oleh peneliti karena sangat dipengaruhi oleh cara pertanyaan diajukan (terbuka atau tertutup) serta informasi yang diberikan pasien saat wawancara dengan peneliti.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Aplikasi hasil penelitian ini di Indonesia masih mungkin dilakukan walaupun terdapat beberapa catatan khusus yang perlu diperhatikan. Pertama, karakteristik populasi wanita hamil di Indonesia sangat mungkin berbeda dari populasi wanita hamil dalam penelitian dan dapat berdampak pada perbedaan laju insidensi keguguran di Indonesia.
Kedua, derajat kesakitan pasien hamil dengan COVID-19 pada penelitian terutama hanya kasus ringan atau tidak bergejala, sehingga belum tentu dapat diterapkan pada area dengan jumlah kasus positif yang sangat tinggi dan dengan variasi kasus derajat sedang atau berat yang lebih beragam.
Ketiga, berbagai komorbid lain dapat meningkatkan risiko abortus spontan pada trimester pertama dan prevalensi COVID-19 pada wanita hamil. Beberapa hal tersebut dapat memengaruhi luaran maternal maupun obstetri yang dapat memberikan hasil yang berbeda dengan yang dilaporkan dalam studi.