Reevaluasi Panduan Menulis Resep WHO – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Monik Alamanda

WHO Guide to Good Prescribing is 25 Years Old: Quo Vadis?

Tichelaar J, Richir MC, Garner S, Hogerzeil H, de Vries TPGM. WHO guide to good prescribing is 25 years old: quo vadis? Eur J Clin Pharmacol. 2020 Apr;76(4):507-513. doi: 10.1007/s00228-019-02823-w. Epub 2020 Jan 14. PMID: 31938856.

Abstrak

Latar Belakang: 25 tahun lalu, World Health Organization (WHO) mempublikasikan panduan Guide to Good Prescribing (GGP), diikuti dengan Teacher’s Guide to Good Prescribing (TGGP). GGP didasarkan pada model 6 langkah normatif untuk pertimbangan dan penulisan resep dalam terapi, dan memberikan panduan 6 langkah bagi siswa untuk menulis resep secara rasional.

Metode: Penulis mengevaluasi kebutuhan memperbarui panduan WHO tersebut dengan menilai penggunaan dan pengaruhnya, termasuk adanya kebutuhan dan pemikiran terkini. Kesimpulan diambil berdasarkan pencarian literatur, internet, dan sumber personal lainnya.

Hasil: 1. Pemutakhiran GGP dan TGGP, baik dari segi isi maupun bentuk, diperlukan karena kebutuhan panduan tersebut saat ini (penggunaan obat yang tidak rasional dan ketidaktersediaan obat), kurangnya dokumen yang serupa, dan kurangnya keterkaitan dengan perkembangan terkini seperti internet dan pendidikan modern; 2. Model dasar (6 langkah) GGP efektif dalam hal peresepan rasional dalam konteks sarjana kedokteran dan masih konsisten dengan teori terkini tentang (konteks) pembelajaran, pengambilan keputusan klinis, dan praktik klinis; 3. Diseminasi dan pengenalan GGP dan TGGP dalam proses pendidikan sejauh ini telah terbukti efektif, tetapi belum optimal karena kurangnya dukungan dan kerja sama.

Kesimpulan: Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, disajikan rencana revisi GGP dan TGGP.

Reevaluasi Panduan Menulis Resep WHO-min

Ulasan Alomedika

Jurnal ini mengevaluasi panduan penulisan resep oleh WHO yaitu Guide to Good Prescribing (GGP) dan Teacher’s Guide to Good Prescribing (TGGP) yang dipublikasikan pada tahun 1994 dan 2001. Kedua dokumen tersebut telah terdistribusi secara global, diterjemahkan dalam 24 bahasa termasuk Bahasa Indonesia, atau diasimilasi menjadi edisi lokal, serta dapat diunduh secara gratis dari situs jejaring WHO. Selain itu, telah ada lebih dari 100 artikel ilmiah yang menjadikan GGP sebagai referensi.

Dasar pola pikir model 6 tahap yang dikembangkan WHO memang masih relevan hingga saat ini. Model 6 tahap ini terdiri dari:

  1. Tentukan masalah pasien
  2. Spesifikasi tujuan terapi
  3. (a) Tentukan terapi standar (obat-p); (b)Verifikasi relevansi obat-p terhadap pasien yang ditangani
  4. Mulai terapi
  5. Edukasi pasien mengenai informasi, cara menggunakan, dan peringatan obat
  6. Pantau atau hentikan terapi.

Namun, mempertimbangkan kebutuhan mendesak global akan peresepan rasional dan tidak adanya panduan alternatif, sekelompok ahli dari WHO dan Sentra Medis di Universitas Amsterdam baru-baru ini berdiskusi mengenai kebutuhan diperbaruinya GGP dan TGGP.

Ulasan Metode Penelitian

Dalam jurnal ini, peneliti menyajikan hasil evaluasi terkait kebutuhan untuk pemutakhiran Guide to Good Prescribing (GGP) dan Teacher’s Guide to Good Prescribing (TGGP) yang didasarkan pada pencarian literatur dan internet menyeluruh, serta penggunaan sumber (pribadi) lainnya. Evaluasi difokuskan pada dampak GGP dan TGGP terhadap keterampilan pengajaran dan peresepan serta perkembangan terbaru yang relevan di lapangan. Kemudian, penulis menggambarkan apa yang perlu diubah dan bagaimana perubahan yang tepat harus dilakukan.

Ulasan Hasil Penelitian

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa sejak Guide to Good Prescribing (GGP) dipublikasikan beberapa uji acak terkontrol telah membuktikan proses mengajar berdasarkan masalah dengan metode 6 tahap memiliki efek positif terhadap kemampuan dan pengetahuan menulis resep. Hal ini terutama setelah adanya transisi dari proses belajar tradisional menjadi metode sekuensial, yaitu mencari ilmu sebanyak-banyaknya dilanjutkan dengan mengaplikasikannya.

Dalam upaya mendiseminasikan GGP, WHO telah mengadakan pelatihan GGP selama 2 minggu untuk pengajar kedokteran di berbagai negara, termasuk Indonesia. Pelatihan tersebut terbukti efektif bagi peserta untuk menggerakkan perubahan pada kurikulum dan metode pengajaran. Peserta kemudian diharapkan dapat mendiseminasi materi yang diterima ke negara masing-masing. Namun, dengan adanya perkembangan teknologi, GGP dan TGGP juga seharusnya ikut berkembang bersama.

Sejauh ini, terdapat beberapa perkembangan atau adaptasi dari GGP yang bersifat lokal di beberapa negara. Di Kanada misalnya, sebuah program pembelajaran berbasis internet yang dikombinasikan dengan pengajaran interprofesional (dokter dan apoteker) mengajarkan penulisan resep secara rasional dengan basis GGP. Di Spanyol, telah tersedia aplikasi ponsel bernama ‘obat-p’ untuk mahasiswa dan dosen kedokteran sejak tahun 2009 yang menggunakan basis pemecahan masalah seperti prinsip penggunaan GGP. Sayangnya, inisiatif-inisiatif tersebut tidak dipublikasikan sehingga sulit untuk dievaluasi dan direplikasi.

Menurut jurnal ini, pembaruan GGP dan TGGP menjadi sangat diperlukan mengingat kebutuhan penggunaan obat secara rasional jauh lebih besar saat ini dibandingkan 20 tahun lalu. Meskipun sudah ada subsidi dari pemerintah atau adanya asuransi kesehatan nasional, negara dengan pendapatan menengah ke bawah seperti Indonesia, masih memiliki tantangan dalam hal kemudahan akses obat yang terjangkau, berkualitas, aman, dan efektif. Selain itu, semakin meningkat pula masalah polifarmasi yang memaparkan pasien pada berbagai risiko kesehatan, sehingga kesadaran peresepan yang rasional menjadi semakin penting.

Kesimpulan yang ditarik dalam evaluasi ini antara lain:

  • Kebutuhan akan pembaruan GGP dan TGGP yang sudah berusia 25 tahun, baik isi maupun bentuk, sangat diperlukan. Hal ini karena panduan tersebut semakin dibutuhkan di masa sekarang akibat maraknya penggunaan obat yang tidak rasional dan ketidaktersediaan obat; kurangnya dokumen serupa; kurangnya relevansi panduan tersebut dengan perkembangan terakhir; dan kedua panduan tersebut sudah tidak mencerminkan opsi peresepan yang tersedia
  • Dasar dari model 6 tahap yang dikemukakan GGP terbukti efektif sebagai panduan penulisan resep rasional untuk pendidikan sarjana kedokteran dan masih konsisten dengan teori terkini mengenai proses pembelajaran, pembuatan keputusan klinis, dan praktik klinis. Namun, setiap tahap perlu ditinjau ulang.
  • Diseminasi dan pengenalan GGP dan TGGP dalam proses pendidikan sejauh ini telah terbukti efektif, tetapi belum optimal karena kurangnya dukungan dan kerja sama

Untuk itu, peneliti menyarankan agar GGP dan TGGP direvisi, tidak hanya secara konteks tetapi juga cara diseminasi dan penggunaannya dalam proses belajar mengajar. Revisi GGP dan TGGP harus dapat diadaptasi secara mudah di berbagai area, terutama di negara berpenghasilan menengah ke bawah seperti Indonesia.

Penelitian ini juga menyediakan solusi dalam bentuk rencana revisi GGP dan TGGP yang terbagi dalam tiga fase yaitu:

  1. 2019-2020 : menentukan tujuan utama dari GGP dan TGGP serta menentukan bagian mana yang harus dan tidak direvisi. Tahap ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner daring kepada pengajar, mahasiswa pascasarjana, dan penulis resep dari berbagai negara. Pembaca dapat ikut berpartisipasi melalui www.guidetogoodprescribing.org
  2. 2020-2021 : proses revisi GGP dan TGGP.
  3. 2021-2023 : GGP dan TGGP didiseminasi, dievaluasi, dan dioptimalisasi.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan dari penelitian ini adalah belum adanya penelitian serupa. Penelitian ini secara berani mengevaluasi dan mengkritisi panduan dari WHO yang telah digunakan secara global sebagai basis untuk perkembangan dan revisi di kemudian hari, yang tentunya akan sangat bermanfaat bagi kesehatan dunia terutama dalam hal peresepan yang lebih efektif dan rasional, serta dapat memainkan peran penting dalam menekan resistensi antimikroba.

Limitasi Penelitian

Limitasi dari penelitian ini adalah evaluasi hanya dilakukan berdasarkan informasi yang tersedia di internet, literatur, dan beberapa sumber personal. Berbagai perkembangan dan situasi yang tidak dipublikasikan tidak ikut terangkum dalam evaluasi ini. Untuk itu, tentunya evaluasi ini belum lengkap, terutama terkait negara berpenghasilan menengah ke bawah seperti Indonesia.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Evaluasi ini memang mencakup kejadian global. Namun tentunya banyak situasi di Indonesia yang tidak terpotret dikarenakan tidak terpublikasi atau hanya tersedia dalam Bahasa Indonesia. Berkaca dari penelitian ini, tidak dipungkiri, Indonesia juga sangat membutuhkan pembaruan panduan mengenai penulisan resep rasional. Namun, akan lebih baik apabila riset serupa dalam skala lokal maupun nasional di Indonesia juga dilakukan.

Referensi