Peran Mesenchymal Stem Cell dalam Tata Laksana COVID-19 Gejala Berat

Oleh :
dr. Hendra Gunawan SpPD

Mesenchymal stem cells (MSCs) atau secretome telah disarankan sebagai salah satu terapi COVID-19 karena sejauh ini belum ditemukan terapi definitif COVID-19. Akan tetapi, hingga saat ini data mengenai efektivitas, efikasi dan keamanan masih belum jelas.

 Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

Pada infeksi COVID-19 dengan manifestasi klinis berat hingga kritis sering dijumpai keadaan inflamasi berlebihan atau badai sitokin. Hingga saat ini, belum ada obat definitif dari kondisi tersebut. Salah satu pengobatan yang dihipotesiskan memiliki potensi untuk meredam hiperaktivitas sistem inflamasi tersebut adalah mesenchymal stem cells (MSCs) atau sel punca mesenkimal.[1]

Sel punca mesenkimal dikenal mensekresi berbagai protein bioaktif atau lazim disebut sekretom yang terdiri dari sitokin, faktor pertumbuhan, mediator lipid, interleukin, dan lainnya yang diduga berperan terhadap perbaikan jaringan.[2]

Sel punca mesenkimal merupakan sel punca dewasa yang bersifat non-hematopoietik, multipoten yang diisolasi dari sumsum tulang dan dinamakan colony forming unit-fibroblasts (CFU-Fs). Sel punca mesenkimal dapat diproduksi dari berbagai jaringan selain sumsum tulang, seperti jaringan lemak, darah tepi, pulpa dari gigi desidua, jaringan tali pusat, maupun Wharton’s Jelly.[2]

Peran Mesenchymal Stem Cell dalam Tata Laksana COVID-19 Gejala Berat-min

Ye et al. menyatakan bahwa MSCs memiliki sifat antiinflamasi dan kemampuan untuk meregulasi sistem imun melalui hambatan terhadap aktivasi limfosit T dan makrofag, serta menginduksi diferensiasi limfosit ke arah subset limfosit Treg, maupun makrofag ke subset makrofag M2 yang bersifat antiinflamasi. Hal ini membuat suatu pertanyaan apakah MSCs memiliki efikasi yang baik pada kasus infeksi COVID-19 berat dan kritis. Artikel ini akan membahas peran MSCs dalam tatalaksana COVID-19. Hingga saat ini, masih dibutuhkan evaluasi dalam terapi stem sel pada COVID-19.[1]

Mekanisme Mesenchymal Stem Cells

Hipotesis yang dianut saat ini adalah peran MSCs sebagai imunomodulator yang dapat meregulasi sistem imun untuk mencegah badai sitokin dan mempercepat perbaikan jaringan yang mengalami kerusakan. Hal ini disebabkan oleh secretome dari MSCs sendiri yang mengandung berbagai komponen antiinflamasi dan imunomodulator melalui mekanisme parakrin. Berbekal dari pengetahuan ini, maka diduga mekanisme MSCs tersebut dapat membantu meringankan gejala berat–kritis pada infeksi COVID-19.[3,4]

Golchin et al. melaporkan bahwa MSCs yang diberikan secara infus intravena akan terdeposisi di jaringan paru dalam hitungan menit dan segera mengeluarkan secretome antiinflamasi untuk melindungi jaringan paru dengan melindungi epitel alveoli, mengurangi fibrosis serta edema, dan menginduksi neovaskularisasi. Semua proses tersebut akhirnya akan memperbaiki fungsi paru.[5]

Uji pada hewan coba mencit dengan Acute Lung Injury melaporkan bahwa MSCs dapat meredamkan infiltrasi neutrofil dan meningkatkan respons anti-inflamasi dengan meningkatkan sekresi sitokin anti-inflamasi dan mendorong keseimbangan limfosit T menuju ke Th2.[6]

Selain itu, MSCs dapat menghambat sekresi sitokin pro-inflamasi seperti TNF-á, IFN-ã, IL-1, IL-6, IL-12 sehingga menurunkan risiko terjadinya badai sitokin. Dalam waktu bersamaan, MSCs juga dapat mensekresi IL-10, hepatocyte growth factor, keratinocyte growth factor, VEGF untuk mengurangi kerusakan akibat ARDS, sekaligus memperbaiki jaringan paru yang rusak dan menghambat terjadinya fibrosis.[1]

Bukti Ilmiah Mesenchymal Stem Cell pada Tatalaksana COVID-19

Kementerian Kesehatan maupun organisasi kesehatan lainnya belum merekomendasi MSCs sebagai pengobatan COVID-19. Pada tahun 2021, terdapat 83 uji klinis MSCs yang sedang maupun telah dilakukan pada infeksi COVID-19. Uji klinis yang telah dipublikasi saat ini memiliki jumlah sampel yang tidak begitu besar. Sebagian besar dari 83 uji klinis tersebut belum terpublikasi hasilnya, sehingga untuk menarik kesimpulan harus dilakukan dengan teliti dan seksama.[7,8]

Chouw et al. melaporkan bahwa uji klinis mengenai MSC masih sedang dalam penelitian yang intensif di berbagai belahan dunia. Dalam laporannya, Chouw et al., melaporkan bahwa uji klinis yang sedang dilakukan memiliki sumber sel dan rute pemberian yang berbeda-beda antara satu uji klinis dengan uji klinis lainnya. Publikasi yang telah beredar saat ini sebatas tinjauan kepustakaan dan serial kasus.[3]

Salah satu publikasi MSCs awal adalah studi pendahuluan yang dilakukan oleh Leng et al., pada 7 pasien COVID-19 di Beijing. Dari 7 orang tersebut, 1 orang memiliki manifestasi klinis kritis, 4 orang memiliki manifestasi klinis berat, dan 2 orang memiliki manifestasi klinis ringan. Pemberian MSCs dilakukan dengan dosis 1.000.000 sel/kgBB selama 1 kali pemberian dalam 100 mL NaCl 0,9% dengan kecepatan 40 tpm drip intravena. Observasi dilakukan selama 14 hari dengan target menurunnya kadar CRP, perbaikan saturasi oksigen, dan perbaikan kadar sitokin inflamasi.[9]

Hasil dari uji klinis tersebut melaporkan adanya perbaikan kadar CRP dari 105,5 g/L menjadi 10,1 g/L, peningkatan saturasi oksigen menjadi 98%, penurunan kadar TNF-á (p<0,05), dan peningkatan IL-10 (p<0,05). Selain luaran primer tersebut, dijumpai pula peningkatan jumlah limfosit, perbaikan infiltrat yang diobservasi dari CT-scan, dan negatifnya pemeriksaan PCR dengan metode Reverse Transcriptase.[9]

Publikasi laporan kasus COVID-19 dan penggunaan MSCs dilaporkan oleh Putra et al. yang menyatakan serial kasus penggunaan MSCs pada 3 pasien COVID-19 dengan gejala berat hingga kritis dengan 1 mL secretome MSCs (s-MSCs) tiap 12 jam sebanyak 3, 4, dan 6 kali pemberian. Didapatkan perbaikan secara klinis yang dievaluasi dari perbaikan keluhan, parameter laboratorium, dan radiologis dalam waktu 3-4 hari pasca pemberian.[10]

Haberle et al. dalam uji klinis yang melibatkan 5 pasien COVID-19 dengan ARDS melaporkan adanya perbaikan fungsi paru yang dievaluasi dengan skor Murray dibandingkan dengan kelompok kontrol (18 orang) (p<0,05). Selain itu, dijumpai angka mortalitas yang lebih sedikit pada kelompok yang menggunakan MSCs (20% vs 55,6%, p=0,32) dan peningkatan parameter laboratorium seperti meningkatnya jumlah limfosit serta menurunnya jumlah leukosit total (p<0,05).[11]

Berdasarkan berbagai laporan kasus maupun sajian hasil studi preliminasi di atas, tampak MSCs merupakan salah satu modalitas menjanjikan yang dapat dikaji lebih lanjut sebagai terapi pada COVID-19. Namun, penggunaannya saat ini masih harus dilakukan dengan seksama mengingat keterbatasan jumlah publikasi yang rerata sebatas uji klinis sederhana maupun kasus serial dan belum didapatkan studi dengan desain penelitian yang baik serta memiliki kekuatan ilmiah yang cukup baik.

Selain itu, beberapa limitasi dari penggunaan MSCs adalah cara mendapatkan sumber MSCs secara konstan dengan clinical-grade yang setara. Oleh karena itu, penggunaan MSCs masih dianjurkan dilakukan pada skenario penelitian untuk mengurangi risiko terjadinya efek yang kurang diinginkan.Ditambah, belum ada penelitian yang menyertakan efek samping jangka panjang dari MSCs.[9]

Kesimpulan

Penggunaan mesenchymal stem cells (MSCs) diduga memiliki potensi yang besar dalam tatalaksana COVID-19, khususnya pada gejala berat - kritis dengan manifestasi badai sitokin. Hal ini dikarenakan kemampuan MSCs untuk mensekresi berbagai sitokin anti-inflamasi dan mampu mengarahkan diferensiasi limfosit dan makrofag menjadi fenotipe anti-inflamasi.

Namun, bukti ilmiah terkait peran MSCs dalam COVID-19 masih terbatas, dengan adanya 1 uji klinis, 1 studi pendahuluan, dan 1 kasus serial dengan jumlah subjek masih belum representatif. Studi jangka panjang juga belum tersedia sampai saat ini, sehingga pemahaman mengenai efek samping dari MSCs masih belum ditemukan.

Dari studi tersebut didapatkan hasil yang menjanjikan berupa meningkatnya gejala klinis pasien dan menurunnya parameter inflamasi seperti CRP dan meningkatnya parameter anti-inflamasi seperti IL-10. Studi sebelumnya melaporkan efek anti-inflamasi dari MSCs didapatkan dari kemampuan MSCs untuk mensekresi berbagai sitokin dan sifat imunomodulatornya melalui sinyal parakrin.

Selain itu, MSCs dapat menghambat sekresi sitokin pro-inflamasi seperti TNF-á, IFN-ã, IL-1, IL-6, IL-12. Dalam waktu bersamaan, MSCs juga dapat mensekresi IL-10, hepatocyte growth factor, keratinocyte growth factor, VEGF untuk mengurangi kerusakan akibat ARDS, sekaligus memperbaiki jaringan paru yang rusak dan menghambat terjadinya fibrosis. Sebagai kesimpulan MSCs memiliki potensi yang cukup besar pada tatalaksana COVID-19 namun masih harus melalui penelitian lebih lanjut.

Referensi