Patofisiologi Fibromyalgia Syndrome
Patofisiologi Fibromyalgia syndrome (FMS) berhubungan dengan peningkatan sensitivitas terhadap nyeri atau penurunan ambang batas nyeri yang berhubungan dengan adanya disregulasi proses modulasi nyeri di sistem saraf pusat. Modulasi nyeri diperantarai oleh neurotransmiter serotonin. Pasien FMS mempunyai kadar plasma serotonin yang lebih rendah. Namun ada pula bukti yang menunjukkan disregulasi dopamin pada FMS.[1,4] Serotonin merupakan neurotransmiter yang memediasi inhibisi nyeri pada jaras descending pain pathway. Penurunan serotonin akan mengakibatkan peningkatan sensitivitas terhadap nyeri.
Modulasi nyeri di jaras descending pain pathway diregulasi oleh korteks cinguli dan insula. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan konsentrasi glutamat pada cairan serebrospinal dan insula posterior pasien FMS.[5]
Pada FMS juga terjadi hiporeaktivitas aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA) terhadap stressor yang disertai dengan hiperaktivitas sistem saraf simpatis.[1] Pasien dengan FMS mempunyai respon adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang tinggi sebagai akibat hiposekresi corticotropin-releasing hormone (CRH) kronis. Hal ini sangat mungkin berhubungan dengan rendahnya kadar serotonin, karena jaras serotonergik juga berfungsi meregulasi aksis HPA.[4]
FMS juga sering ditemukan pada pasien yang mengalami stress kronis, baik fisik maupun psikologis.[6] Pada depresi misalnya, ditemukan adanya penurunan kadar serotonin. Akibatnya pada depresi terjadi peningkatan sensitivitas terhadap nyeri. Serotonin juga mempunyai efek menenangkan (menurunkan kecemasan) dan modulasi tidur. Penurunan serotonin bisa menjelaskan mengenai komorbiditas gangguan kecemasan dan gangguan tidur pada FMS.